Opini

Kerja Keras dan Umur Panjang    

Kaltim Today
30 Mei 2025 11:33
Kerja Keras dan Umur Panjang      

Oleh: Ulla Mappatang, dosen FIB Universitas Mulawarman dan mahasiswa doktoral Universitas Malaya, Malaysia.

Meninggalnya Ibrahim Sjarief Assegaf, Baim — sapaan akrabnya — suami Najwa Shihab meninggalkan banyak pertanyaan dan refleksi kehidupan. Bagaimana tidak, sosok Najwa Shihab dikenal publik Indonesia sebagai sosok yang menonjol, berani, dan cerdas. Tentu, banyak orang bertanya, siapa suaminya?

Sosok Ibrahim Sjarief Assegaf tentu tak sepopuler Najwa Shihab di publik konsumen media Indonesia. Namun, di dunia hukum, terutama di kalangan pengacara, sosok Ibrahim Assegaf adalah pribadi yang sangat disegani karena kapasitas dan pembawaannya yang “kharismatik”— khas pengacara top papan atas di setiap negara. 

Lantas, apa yang bisa membuat Ibrahim Assegaf secara tiba - tiba meninggal dunia di usia yang dibilang relatif muda. Muda untuk ukuran orang Indonesia yang rata - rata orang kayanya bisa mencapai usia 70an bahkan sampai 80an. Rata - rata masyarakat menengah atas kita mampu mencapai usia 60 sampai 70 tahun.

Baim tidak mencapai angka itu. Beliau meninggal di tengah karirnya yang begitu menanjak, di usia 50an, tepatnya 54 tahun, akibat stroke. Ibrahim lahir di Jawa Tengah pada tahun 1971 sementara Najwa Shibab kelahiran Makassar tahun 1977. Keduanya adalah alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI).

Pelajaran

Pelbagai media memberitakan bahwa suami Najwa Shihab tersebut meninggal akibat stroke. Stroke memang adalah penyebab kematian yang bisa datang menyerang secara tiba - tiba dan menyebabkan kematian. Selain stroke, ada “serangan jantung” yang juga banyak membuat orang - orang pada usia 50an “mati mendadak”. Di samping keduanya, ada gagal ginjal dan diabetes — orang awam di Indonesia sering menyebutnya penyakit gula. 

Adjie Massaid, suami Angelina Sondakh bahkan meninggal lebih muda lagi di usia 43 tahun pada tahun 2011 lalu akibat serangan jantung. Sebagai tambahan bapak saya pun meninggal di usia yang relatif muda — meski tidak semuda keduanya — yaitu 58 tahun akibat gagal ginjal.

Beberapa senior di Unhas, Makassar, akademisi (baca: dosen dan peneliti), dan keluarga dekat yang saya kenal baik juga mengalami nasib yang sama, yaitu meninggal di usia 40an dan 50an di saat karirnya sedang naik - naiknya. Penyebabnya tidak jauh - jauh: serangan jantung, gagal ginjal, stroke, gula. Beberapa masih sempat diselamatkan setelah terkena stroke dan gula akut, namun kondisi kesehatan dan produktivitasnya sudah jauh menurun.

Pelajaran dari peristiwa - peristiwa di atas sangatlah berharga jika kita ingin melakukan refleksi mendalam. Apa penyebabnya?

Dr. Felix Zulhendri, seorang peneliti dari Universitas Auckland, New Zealand asal Indonesia sudah beberapa tahun terakhir ini mengkampanyekan hal ini. Dua kata kunci yang sering diulang - ulangi: pola hidup dan pola makan. Dua pola itu adalah kata kuncinya. Doktor Felix, sapaannya di media sosial, aktif menggunakan media sosial seperti youtube, instagram, dan tik tok untuk menyebarkan penelitian, gagasan dan ilmunya kepada netizen mengenai pola hidup dan pola makan yang “sehat” dan “pantas” ini. Selain Dr. Felix, tentu ada banyak referensi di sekitar kita dan di media sosial. Saya hanya menyebutnya sebagai salah satu contoh yang bisa dijadikan referensi. 

Soal pola hidup, saya ingin menyambungkannya dengan “kesibukan” dan “kerja keras”. Kedua hal ini yang membuat pola hidup bahkan pola makan kita sering tidak teratur. Teman - teman di masa mahasiswa menyebutnya “makan tidak teratur, makanan juga tidak beraturan”. Namun, selain kekurangan makanan atau pola makan yang tidak teratur, hal yang lebih berbahaya ternyata adalah “kelebihan makan” dan “makan di waktu sembarangan”.

Belum lagi misalnya kebiasaan “berlebihan” yang dinilai oleh para pakar juga sangat mempengaruhi pola hidup sehat seperti kelebihan nikotin, kelebihan gula, dan alkohol. Kelebihan ketiganya boleh dikata faktor penyebab usia seseorang bisa panjang maupun pendek. Tentu, hal ini tidak berlaku untuk semua orang, namun, secara umum, ketiganya begitu berpengaruh sebagai penyebab “mati muda” akibat penyakit manusia modern di abad ke-21 ini.

Refleksi Saintifik dan Filosofis

Tubuh, secara biologis dan fisika, tentu punya batas kemampuan. Secara filosofis – sebagai orang yang mendalami ilmu sastra, filsafat dan kajian - kajian budaya dua puluh tahun terakhir namun berlatar ilmu eksakta seperti Fisika dan Biologi semasa SMA – tubuh kita pada dasarnya memiliki energi dan usia hidup yang tetap. Tinggal bagaimana kita memperlakukan dan merwatnya. Bekerja secara keras dan berlebihan tanpa mengindahkan waktu istirahat adalah pola hidup yang “merusak tubuh” semakin cepat. Akibatnya, bukan tidak mungkin kematian atau batas waktu tubuh untuk bertahan hidup semakin berkurang dan pada akhirnya habis.

Sebaliknya, jika perlakuan diri kita kepada tubuh, terutama pikiran dan keinginan (baca: nafsu dan ego) dapat dikendalikan untuk lebih bersahabat dengan tubuh (dan jiwa juga tentunya), maka usia hidup atau setidaknya harapan hidup tubuh dan jiwa kita dapat bertahan lebih lama. Logikanya, energi yang terpakai dan proses recovery tubuh dapat berjalan dengan baik. Tidak berlebihan, apalagi sampai ugal - ugalan. Pola hidup dan pola makan pada akhirnya menjadi faktor utama yang perlu mendapat perhatian.

Jika lebih banyak energi yang dihabiskan secara berlebihan dan terburu - buru karena alasan kesibukan dan ambisi mengejar karir dan tumpukan materi misalnya, maka tentu masa berlaku tubuh kita akan cepat habis. Bukan rahasia kenapa tubuh cepat kolaps lewat serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan gula / diabetes. Tinggal menunggu waktu saja karena logika fisika dan biologisnya sudah memenuhi syarat. Persoalannya adalah seringkali kita tahu dan paham saja, namun tetap abai atau terkesan terpaksa karena persoalan target dan ambisi yang tak ketulungan. Selain itu, seringkali diri melalui pikiran dan emosi tadi, “lupa” bahwa tubuh juga perlu istirahat, dan jiwa perlu sesekali rehat dan diberi makan yang sehat - sehat.

Semoga kita tidak sering sering lupa, apalagi sampai terpaksa untuk peduli pada usia hidup tubuh kita. Dari situ umur panjang bisa dicapai dan hidup semakin sehat dan berkualitas. Mudah - mudahan.

Dari kematian “mendadak” seorang Ibrahim “Baim” Assegaf, suami dari Najwa “Nana” Shihab, semoga kita dapat belajar banyak, dan saling mengingatkan.(*)


*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 


Related Posts


Berita Lainnya