Nasional

Akademisi Ungkap Perjuangan Warga Wadas Hadapi Ancaman Penambangan

Kaltim Today
05 September 2023 17:59
Akademisi Ungkap Perjuangan Warga Wadas Hadapi Ancaman Penambangan
Akademisi Peduli Wadas menggelar konferensi pers menolak penindasan dan intimidasi terhadap warga Wadas, Jawa Tengah.

Kaltimtoday.co - Sebuah pernyataan penting diungkapkan sekelompok akademisi yang tergabung dalam Akademisi Peduli Wadas. Mereka menyuarakan keprihatinan terhadap situasi yang dihadapi warga Desa Wadas, yang menghadapi tekanan dan ancaman terkait rencana penambangan andesit di daerah mereka.

Sebagai latar belakang, Maret 2023, Akademisi Peduli Wadas telah melakukan eksaminasi terhadap putusan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Bendungan Bener, yang terkait dengan rencana penambangan batuan andesit di Wadas. Namun, dalam perkembangan terbaru, warga Desa Wadas mendapatkan undangan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo untuk berpartisipasi dalam musyawarah mengenai pelepasan hak tanah yang diperlukan untuk kepentingan penambangan andesit.

Undangan ini mengandung ancaman bahwa warga yang tidak menghadiri pertemuan tersebut akan dianggap menerima ganti rugi yang ditawarkan. Pada hari pertemuan, puluhan anggota kepolisian dan tentara dikabarkan hadir di sekitar Balai Desa Wadas, menambah tekanan pada warga. Meskipun warga menandatangani daftar kehadiran, mereka melakukannya dengan rasa terpaksa, karena mereka telah mempelajari bahwa tanda tangan kehadiran dapat disalahgunakan sebagai bukti persetujuan terhadap penambangan.

Akademisi Peduli Wadas menegaskan bahwa surat undangan ini serta intimidasi yang dihadapi oleh warga tidak memiliki legitimasi hukum. Mereka juga mencatat bahwa Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaharuan atas Penetapan Lokasi (IPL) Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo telah habis masa berlakunya pada tanggal 7 Juni 2023.

Dr. Rina Mardiana dari Pusat Studi Agraria IPB dikutip dari pernyataan resminya, menyatakan bahwa situasi di Wadas mencerminkan konflik yang lebih besar antara negara dan rakyat, di mana negara menggunakan kekuasaan kultural, kapital, dan simbolik untuk mendukung pengadaan tanah, sementara warga melawan dengan menggunakan modal sosial dan aksi kolektif. Ini telah mengakibatkan peralihan lahan dari warga ke negara, dan memicu konflik horizontal di antara warga.

"Tuntutan warga Wadas sangat jelas sekali, mereka meminta itikad baik dan komitmen politik pemerintah terkait perencanaan penanganan dampak sosial dan lingkungan," kata Dr. Rina Mardiana.

Pada tingkat vertikal, konflik di Wadas juga menciptakan ketidakpercayaan rakyat pada pemerintahan yang dianggap sepihak. Dr. Herdiansyah Hamzah, dari Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, menekankan bahwa ancaman konsinyasi yang diterapkan oleh pemerintah tidak memiliki legitimasi hukum. Dia juga menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan sebenarnya bukanlah bagian dari pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

"Ancaman konsinyasi jelas adalah cara kotor pemerintah untuk merampas tidak hanya tanah warga wadas, tapi juga ruang hidup serta masa depan anak cucu mereka," tegas pria yang akrab disapa Castro tersebut.

Akademisi Peduli Wadas mendesak pemerintah untuk mencabut rencana penambangan di Wadas dan mengingatkan pentingnya mengedepankan aspek kemanusiaan dan ekologis dalam proyek-proyek besar seperti ini. Mereka juga menyerukan perlunya keadilan hukum dalam proses pengadaan tanah dan penanganan dampak sosial dan lingkungan yang mencakup berbagai aspek, dari nafkah hingga perlindungan warisan budaya dan kesehatan masyarakat.

[TOS]



Berita Lainnya