Opini
Bonus Demografi, Berkaca pada Globalisasi dan Keadaan Remaja Saat Ini
Oleh: Muhammad Fuad Tingai Very Juan, (Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia)
Tahun 2030 dianggap sebagai bonus demografi bagi Indoensia. Diperkirakan pada tahun tersebut, Indonesia akan memiliki banyak sumber daya manusia (SDM) yang tergolong pada usia produktif. Bappenas memperkirakan usia produktif pada tahun 2030-2040 akan menginjak angka 64% yang terbilang cukup tinggi untuk suatu negara.
Tahun 2030 bisa kita aggap sebagai kesempatan emas bagi Indonesia dengan SDM yang berusia produktif dan Indonesia dapat dikatakan memiliki SDM yang maju. Peluang Indonesia untuk dikatakan sebagai negara maju khususnya secara ekonomi industri mungkin bisa diraih ketika masa tersebut.
Dan tentunya dalam perjalanan untuk menghadapi hal tersebut, Indonesia harus banyak mempersiapkan diri agar kemudian hari bisa merealisasikan setiap ekspektasi yang diprediksikan. Pemerintah sendiri sudah mempersiapkan peta jalan yang disebut Making Indonesia 4.0. Hal ini merupakan bentuk usaha pemerintah untuk mewujudkan sebuah prediksi terhadap bonus demografi.
Segala bentuk upaya tidak akan trealisasi dengan baik tanpa kemauan dan kerja sama dari segala pihak dan setiap aspek di tatanan sosial. Apalagi dengan adanya globalisasi dan pergerakan ekonomi dunia yang semakin meningkat membuat Indonesia harus menekankan segala bentuk usaha kepada instansi negara maupun masyarakat, khususnya para remaja yang akan menanggung “beban” kedepanya.
Globalisasi dan Remaja Saat Ini
Pada dasarnya, globalisasi merupakan keadaan yang sangat tidak dapat dihindari oleh semua kalangan. Globalisasi melahirkan kebiasaan baru khususnya bagi remaja kita saat ini, tak sekedar hal mudahnya mendapatkan informasi namun juga mudah untuk terjerumus ke dalam hal yang buruk.
Menurut saya, remaja kelak sebagai penentu bangsa, generasi 90an dan 2000an akan menjadi harapan Inodnesia dalam memajukan bangsa dalam menyongsong bonus demografi 2030. Namun melihat kondisi remaja saat ini, terkadang membuat saya berpikir apakah Indonesia akan berhasil dengan bonus demografinya?.
Tak dipungkiri gaya berpikir remaja saat ini penuh dengan inovasi dan pengetahuan, namun tak dapat dipungkiri juga moral baik yang kita anggap sebagai bagian dari budaya bangsa kita perlahan luntur dengan globalisasi tersebut. Penurunan nilai moral di kalangan remaja saat ini dapat dikatakan membuat kita geleng-geleng kepala. Seperti kebiasaan menghirup lem, meminum minuman alkohol, seks di luar nikah, tawuran, narkoba dan hal lainya yang mengancam dirinya dan lingkunganya.
Lucunya, hal seperti itu sudah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat, entah siapa yang harus disalahkan. Pemerintah seharusnya memperhatikan hal seperti ini untuk setidaknya memperbaiki generasi kita mendatang. Namun bukan berarti tidak ada remaja yang berperilaku positif di tengah masyarakat, namun entah mengapa yang berkualitas dan berprestasi tak selalu mendapatkan perhatian dari masyarakat maupun pemerintah.
Sebagai remaja, saya melihat langsung kondisi bagaimana pergaulan yang ada di tengah masyarakat. Remaja memang merupakan suatu fase peralihan diri seseorang, yang seharusnya melibatkan banyak orang di sekitarnya, terutama keluarga dalam membentuk pribadi mereka yang bijak.
Persiapan Menghadapi Bonus Demografi
Di tengah globalisasi saat ini, perekonomian industri dunia sangat meningkat ditambah persaingan antar negara yang semakin ketat. Keadaan sekarang seharusnya memberikan kita suatu gambaran akan bagaimana nantinya. Dalam waktu sepuluh tahun kita harus mempersiapkan segalanya secara matang.
Keinginan Indonesia untuk menjadi negara maju dengan segala bentuk industrinya seharusnya bisa tercapai jika bisa mempersiapkan setiap aspek penentunya dengan baik. Menurut saya, persaingan Indonesia dengan negara lain, khususnya Asia Tenggara akan meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Ini merupakan suatu hal yang harus menjadi perhatian khusus pemerintah.
Dengan kualitas pendidikan moral remaja Indonesia saat ini, untuk bisa bangkit dalam kurun waktu sepuluh tahun mungkin menjadi sebuah dilematik. Mungkin iya bagi sebagian remaja berprestasi, namun tak mungkin kemajuan bangsa hanya terbatas pada berberapa orang.
Bukan pesimis namun juga tidak mau terlalu optimis dengan keadaan remaja saat ini. Kemajuan tentu butuh suatu proses yang maksimal. Tak sedikit juga yang mengatakan bahwasanya penurunan moral remaja saat ini merupakan persoalan yang bermula dari masalah ekonomi. Kurangnya ekonomi menjadikan seseorang mendapatkan kurang pendidikan umum dan juga pendidikan karakter karena lingkungan yang kurang mendukung.
Ekonomi menurut saya faktor yang penting untuk bisa bergerak perlahan, karena menurut saya dengan ekonomi yang baik, ketidaksejahteraan masyarakat bisa terpenuhi. Pemerataan ekonomi juga hal yang sangat penting bagi Indonesia. Karena tak mungkin pulau A mengalami kemajuan dan pembangunan yang baik sedangkan pulau B mengalami hambatan dalam pembangunan.
Walaupun kondisi remaja saat ini sedikit memprihatikan, namun tak sedikit pula remaja yang ingin memajukan bangsanya namun terkendala dengan pembangunan dan ekonomi yang tampak tak merata. Hal seperti ini tampaknya terlihat biasa saja, namun jika kita kaitkan dengan tujuan Indonesia untuk memajukan perekonomian globalnya, persoalan itu bisa menjadi penghambat hebat bagi bangsa ini untuk menyongsong bonus demografi.
Sebagai remaja yang berkeinginan memajukan bangsa, sadarnya kita akan keadaan sekarang setidaknya bisa memperbaiki Indonesia untuk kedepanya, bukan hanya untuk menyongsong 2030 yang besar harapanya akan kemajuan negeri ini, namun bisa saja merubah bangsa ini untuk satu-dua tahun mendatang.
Proses kita untuk menyongsong bonus demografi, setidaknya sudah bisa menjalankan keinginan pendiri bangsa kita. Krisis moral mungkin bisa diperbaiki perlahan, dan besar harapan kepada pemerintah untuk tidak menelantarkan karya-karya anak banngsa dengan prestasinya.
Akan munafik sekali ketika suatu bangsa ingin memajukan perekonomian industrinya secara global namun tidak memberikan apresiasi kepada mereka yang dengan segala inovasinya ingin memajukan bangsa. Dan janganlah anak bangsa tidak berkeinginan untuk memajukan bangsanya sendiri karena lebih melihat keindahan dan kemajuan bangsa lain tanpa melihat bangsanya sendiri.(*)
*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co