Kutim

Diduga Lakukan Kriminalisasi kepada Masyarakat, Putusan Sidang PN Kutim Digugat ke Komisi Yudisial Kaltim

Kaltim Today
06 Februari 2020 21:58
Diduga Lakukan Kriminalisasi kepada Masyarakat, Putusan Sidang PN Kutim Digugat ke Komisi Yudisial Kaltim

Kaltimtoday.co, Samarinda - Penyelewengan kebijakan dalam sebuah jabatan memang menjadi salah satu momok di negeri ini. Seperti yang dialami oleh seorang warga di Jalan Poros, Desa Kadungan Jaya, Kecamatan Kaubun, Kutai Timur (Kutim) pada Desember 2019 silam.

Pria itu bernama Toni, yang mana dia sangkakan atas penguasaan sejumlah bidang tanah setelah dirinya merampungkan sebuah bangunan di atasnya. Akan tetapi, si pelapor bernama Rando L yang disebutkan, juga tak mampu menunjukan landasan hukum, yang mana persidangan telah menyatakan Toni sebagai orang yang bersalah.

Melalui kuasa hukumnya, Rokhman Wahyudi, Toni berencana melakukan kasasi di Mahkamah Agung. Sedangkan Pengadilan Negeri Sangatta, Kutim, juga turut didugat akan putusannya kepada Komisi Yudisial (KY) Kaltim.

Saat jumpa dengan awak media, di Jalan Mawar, Samarinda Kota, Rokhman menuturkan, kasus pada kliennya ini berindikasi pada dugaan tindak kriminalisasi. Bahkan, para penegak hukum Polres Kutim pun rencana juga akan dilaporkan Rokhman kepada Propam Polda Kaltim.

“Cuma pelapor (Rando) ini tidak memiliki legalitas, berupa sertifikat tanah. Sementara berdasarkan UU Nomor 5/1960 pasal 6 ayat 1 huruf a, kita hanya mengenal sertifikat," ucap Rokhman.

"Harusnya Pelapor melampirkan dengan sertifikat, ini tidak ada. Hanya akta jual atau berupa kwitansi dan itu bisa dilaporkan serta diproses,” jelas Rokhman yang saat itu turut hadir bersama Toni.

Meski dakwaan terhadap Toni dikeluarkan hakim melalui sidang tindak pidana ringan (tipiring), namun lagi-lagi Rokhman menyayangkan sikap hakim yang seharusnya menolak aduan pelapor, mengingat dasar aduan yang tidak lengkap. Apalagi, vonis pidana yang ditujukan pada kliennya ini, bercampur dengan vonis pengembalian aset yang dibangun oleh kliennya.

“Kedua, objeknya berbeda, menurut pelapor asetnya berada di pengadaan baru, fakta hukumnya tanah ini ada di Kadungan Jaya,” tegasnya.

Terlebih, vonis pidana berupa kurungan 2 bulan serta ganti rugi biaya perkara sebesar Rp 2 juta terhadap Toni, dikatakan Rokhman diiringi dengan embel-embel pengembalian tiga aset bangunan yang dibangun sendiri oleh kliennya.

"Putusan pidana ini bercampur dengan putusan perdata. Ini yang membuatnya tidak sesuai," imbuhnya.

Selain itu, kata Rokhman, pengembalian aset bangunan pun tidak sesuai. Pasalnya Toni membangun tiga unit bangunan semi permanen itu bersama rekannya. Kemudian Rando ingin hal tersebut kembali dan mengatasnamakan kepemilikannya.

“Yang bangun itukan Toni, makanya kami melaporkan adanya indikasi kriminalisasi terhadap Toni,” terangnya.

Sementara itu, pembangunan aset semi permanen yang rampung dibangun oleh Toni pada Maret 2019 lalu itu, berdiri di atas lahan yang dulunya adalah hutan belantara serta mengantongi izin dari Kepala Desa serta Kepala Adat Kadungan Jaya.

“Intinya, pelapor tidak memiliki legalitas tanah. Mengapa ini bisa diproses bahkan disidangkan,” tegasnya lagi.

Di tengah upaya banding yang saat ini masih diupayakan untuk mendapatkan keadilan bagi kliennya ini. Atas hal tersebut, Rokhman menyebut bahwa, pihaknya turut melaporkan dakwaan yang menimpa kliennya ke Komisi Yudisial (KY) Kaltim, sehingga persoalan yang menjerat kliennya ini dapat menjadi perhatian Hakim di Mahkamah Agung (MA) melalui kasasi.

“Kami sepakat bahwa negara ini adalah negara hukum, makanya kami melapor ke KY,” tuturnya.

Terpisah, Dimas, Asisten Bidang Hubungan Antar lembaga KY Kaltim saat dikonfirmasi menuturkan, pihaknya telah menerima laporan aduan dari Rokhman dan kliennya.

“Tadi sudah kami terima semuanya. Kami sambut baik adanya penyampaian (kasus) dari kuasa hukum terpidana. Laporan sudah diterima secara lisan,” sebut Dimas.

Dikatakannya, langkah awal berupa laporan lisan yang diterimanya itu kemudian akan dilanjutkan dengan persyaratan administrasi sebelum akhirnya KY Kaltim meneruskannya ke KY Pusat.

“Tinggal melengkapi berkasnya saja. Setelah itu kami secepatnya akan melanjutkan laporan ini kepada pusat," tambahnya.

Atas kasus ini, Dimas menilai menemukan adanya indikasi kuat pelanggaran kode etik hakim atas putusan bernomor 6/Pid.C/2019/PN Sgt yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Sangatta pada 9 Desember 2019 lalu.

“Secara gambaran, ada indikasi pelanggaran kode etik dari putusan. Jika terbukti ada pelanggaran, nanti MA yang akan melakukan eksekusi,” pungkasnya.

[JRO | RWT]


Related Posts


Berita Lainnya