Bontang

Direktur RSUD: Banyak Nakes Dikarantina Sebelum PDP Anak yang Meninggal Ditangani RSUD Bontang

Kaltim Today
25 April 2020 15:51
Direktur RSUD: Banyak Nakes Dikarantina Sebelum PDP Anak yang Meninggal Ditangani RSUD Bontang
dr I Gusti Made Suardika. (Foto: PKTV Bontang)

Kaltimtoday.co, Bontang – Kasus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) anak usia 8 tahun yang meninggal di Bontang viral hingga Kota Tepian, Samarinda. Pasalnya, berdasarkan informasi yang beredar, PDP anak tersebut meninggal setelah mengalami masa kritis akibat penyakit yang dideritanya. Sementara saat dirujuk di RSUD Taman Husada Bontang dan dilakukan rapid test menunjukkan hasil positif Covid-19.

Sontak, seluruh warga Bontang seakan menyalahkan orangtua almarhum PDP yang meninggal pada Jumat (24/4/2020) sekitar pukul 02.05 Wita. Mengingat dari rumah sakit sebelumnya, yakni RSIB disebutkan bahwa, orangtua tidak jujur jika dirinya telah melakukan perjalanan dari luar kota Bontang. Alhasil, banyak tenaga kesehatan (nakes) yang harus dikarantina karena hasil pemeriksaan rapid test mereka reaktif atau positif Covid-19.

“Iya banyak nakes kami yang dikarantina di Hotel Grand Mutiara eks Hotel Oak Tree,” jelas Direktur RSUD Taman Husada Bontang, dr I Gusti Made Suardika saat dihubungi, Sabtu (25/4/2020).

Namun, dokter Gusti tidak menyimpulkan bahwa, para nakesnya mendapat reaktif positif Covid-19 usai merawat PDP anak berinisial SM (8). Sebab, selain orang tua SM, banyak juga pasien yang tidak jujur kepada para tenaga kesehatan.

“Bukan karena anak kemarin (yang meninggal dan masuk RSUD pada Kamis 23 April 2020). Soalnya, virus akan reaktif pada alat rapid test jika sudah berinkubasi minimal selama seminggu dalam tubuh,” tegas Gusti.

Dokter Gusti menyebut, banyak pasien yang tidak jujur (selain pasien anak PDP). Sehingga hal itu membuat para tenaga kesehatan yang memiliki risiko tinggi terkena dampaknya.

"Jumlah tenaga medis yang dikarantina cukup banyak, doakan saja supaya mereka selalu dalam keadaan sehat,” pintanya.

Imbauan jujur terhadap tenaga medis, sudah bukan merupakan imbauan dari rumah sakit saja. Kata dokter Gusti, mulai dari Presiden RI Joko Widodo, gubernur, bahkan wali kota selalu mengimbau agar masyarakat jujur saat dilakukan screening oleh tenaga kesehatan.

“Mohon bilang jika baru pulang dari luar kota, supaya kami siap. Jadi kejujuran itu sangat penting,” ujar dokter Gusti.

Sebelumnya, ramai beredar di media sosial akibat ketidakjujuran orangtua pasien SM membuat puluhan tenaga medis dikarantina selama 14 hari. Sementara, jika mau dilihat dari kronologis pasien SM, orangtua SM memang sempat keluar daerah pada 8-12 Maret ke Malang mengikuti kegiatan BPKAD. Lalu orangtua pasien berinisial Al ini kembali melakukan perjalanan dinas pada 16-18 ke Jakarta.

Saat tiba di Bontang, Al langsung lapor ke PSC dan diminta isolasi mandiri di rumah selama 14 hari. Terhitung mulai tanggal 19 Maret hingga 6 April 2020. Pada 6 April, anak keduanya yakni SM (8) sakit dan dilarikan ke RSIB dan dirawat selama 16 hari atau sampai Kamis (23/4/2020).

Saat discreening, jika pertanyaannya apakah dalam kurun waktu 14 hari kebelakang ada riwayat perjalanan ke luar kota, secara otomatis Al menjawab tidak ada. Karena jika dihitung 14 hari dari 7 April berarti maksimal tanggal 23 Maret, sementara tanggal 18 Al telah berada di Bontang. Maka perlu diperjelas lagi metode screening di rumah sakit. Namun tak dipungkiri jika, anaknya mengalami penyakit ginjal dan harus dirujuk ke RS AW Sjahranie, namun harus rujukan dari RSUD Bontang. Oleh karena itu, pasien dirujuk ke RSUD Bontang pada Kamis (23/4/2020) pukul 13.00 Wita dan dirawat di IGD. Kemudian dilakukan rapid test pertama dengan hasil reaktif Covid-19 dan dilakukan swab untuk dikirim ke Lab di Surabaya.

Sebelum dipindahkan ke ruang isolasi, korban telah meninggal dunia dengan status PDP usai di-rapid test 1 kali dengan hasil positif Corona.

Kedua orang tuanya pun sudah dilakukan rapid test dan hasilnya negatif Covid-19, baik Al maupun istrinya.

[RIR | RWT | ADV]


Related Posts


Berita Lainnya