Pendidikan

Jusuf Kalla: Kurikulum Merdeka Tidak Bisa Diterapkan secara Nasional

Network — Kaltim Today 11 Oktober 2024 04:13
Jusuf Kalla: Kurikulum Merdeka Tidak Bisa Diterapkan secara Nasional
Jusuf Kalla (kedua kanan) saat menerima buku Menegakkan Amanat Konstitusi Pendidikan karya anggota DPR yang juga wakil ketua Komisi X periode 2019-2024, Dede Yusuf M Effendi di gedung DPR. (Sumber: Beritasatu.com)

Kaltimtoday.co – Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK), menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan Kurikulum Merdeka yang digagas oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim. Menurut JK, kurikulum tersebut tidak relevan dan sulit diterapkan secara nasional di Indonesia.

"Kurikulum Merdeka ini tidak cocok untuk skala nasional. Mungkin bisa diterapkan di satu atau dua sekolah, tapi tidak secara menyeluruh," ujar JK saat menghadiri peluncuran dan bedah buku Menegakkan Amanat Konstitusi Pendidikan, yang ditulis oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI periode 2019-2024, Dede Yusuf M Effendi, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (10/10/24). 

JK menambahkan, kurikulum ini hanya dapat diterapkan di sekolah-sekolah dengan fasilitas lengkap yang biasanya diakses oleh siswa dari keluarga mampu. Dia mencontohkan bahwa sekolah dengan biaya pendaftaran Rp 100 juta dan biaya bulanan Rp 10 juta dapat memberikan fasilitas yang sesuai dengan prinsip Kurikulum Merdeka.

"Di sekolah dengan fasilitas lengkap, mungkin bisa diterapkan. Tapi bagaimana dengan sekolah di daerah yang satu guru menangani 40 murid dan gajinya hanya Rp 5 juta per bulan? Tidak mungkin memberikan kebebasan belajar seperti itu," jelas JK.

JK juga menyoroti perbandingan dengan negara maju seperti Finlandia yang sukses menerapkan Kurikulum Merdeka. Namun, dia menegaskan bahwa kondisi di Indonesia jauh berbeda karena pendapatan per kapita yang rendah dan fasilitas pendidikan yang belum memadai.

"Di Finlandia, satu kelas hanya berisi 16 murid, mereka punya lab kimia, lab fisika, fasilitas musik, dan taman olahraga. Pendapatan per kapitanya US$ 70.000 per tahun, sementara kita hanya US$ 4.500. Bagaimana bisa dimerdekakan?" ungkap JK.

Menurutnya, Indonesia masih lebih cocok dengan sistem pendidikan yang berbasis reward and punishment  atau kompetisi. Sistem ini, katanya, dapat memacu semangat dan disiplin peserta didik.

"Dunia ini penuh kompetisi, dan sejak dini anak-anak harus diajarkan untuk bersaing. Sistem reward and punishment ini penting untuk menciptakan disiplin," tutup JK.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp



Berita Lainnya