Gaya Hidup

Kasus Asusila Dokter di Garut, Begini SOP Pemeriksaan Kandungan

Kaltim Today
18 April 2025 12:13
Kasus Asusila Dokter di Garut, Begini SOP Pemeriksaan Kandungan
Pentingnya paham SOP tepat saat memeriksakan diri ke dokter kandungan. (Pexels/Mart Production)

Kaltimtoday.co - Kasus dugaan asusila yang melibatkan seorang dokter kandungan berinisial MSF di Garut mengguncang dunia medis dan memantik perhatian publik. Dokter tersebut ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap pasien saat pemeriksaan ultrasonografi (USG). Kini, pelaku telah ditahan, dan dua korban telah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.

Peristiwa ini menegaskan pentingnya edukasi bagi masyarakat tentang prosedur pemeriksaan medis yang sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), terutama saat menjalani pemeriksaan di bidang kebidanan dan kandungan yang berkaitan langsung dengan area tubuh yang sensitif.

Dokter spesialis obstetri dan ginekologi, Dr. dr. Ivan R. Sini, Sp.OG, menjelaskan bahwa dalam setiap pemeriksaan kandungan, keberadaan tenaga medis pendamping (chaperone) adalah hal yang wajib, bukan pilihan. “Pemeriksaan di bidang obstetri dan ginekologi akan selalu bersentuhan dengan area sensitif. Karena itu, sangat penting memastikan ada perawat atau tenaga medis lain yang mendampingi di ruangan periksa,” tegas Ivan dalam konferensi pers Penindakan dan Pendisiplinan Tenaga Medis dan Kesehatan, Kamis (17/4/2025).

Ivan menambahkan bahwa kehadiran chaperone wajib ada bahkan ketika dokter dan pasien berjenis kelamin sama. Hal ini menjadi batas minimum dalam standar pelayanan medis untuk melindungi pasien dari potensi pelanggaran etik atau tindak pelecehan.

Masyarakat pun diimbau agar tidak segan untuk bertanya dan meminta pendampingan selama pemeriksaan, sebagai bagian dari hak pasien untuk mendapatkan perlindungan dan kenyamanan. Bila tidak ada pendamping saat akan dilakukan pemeriksaan sensitif, pasien berhak meminta tenaga kesehatan lain hadir di ruangan.

Edukasi kesehatan seputar hak pasien dan SOP medis juga menjadi bagian penting dari upaya pencegahan kekerasan dalam layanan kesehatan. Organisasi seperti Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) turut aktif mendukung peningkatan pemahaman masyarakat terhadap standar pelayanan medis melalui berbagai kanal, salah satunya pafikabupatenkerinci.org.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa menjaga profesionalisme dalam praktik medis tak hanya soal keahlian, tetapi juga menyangkut etika dan perlindungan terhadap pasien. Dengan memahami hak-hak mereka, pasien diharapkan dapat lebih percaya diri dan waspada saat menjalani pemeriksaan kesehatan, terutama yang menyangkut area tubuh yang sensitif.

[TOS]



Berita Lainnya