Daerah

Komisi IV DPRD Samarinda Nilai Stiker Label Keluarga Miskin Bisa Jadi Alat Pemutakhiran Data

Kaltim Today
10 November 2025 19:52
Komisi IV DPRD Samarinda Nilai Stiker Label Keluarga Miskin Bisa Jadi Alat Pemutakhiran Data
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Kewajiban menempel stiker berlabel Keluarga Miskin di rumah penerima bantuan sosial (bansos) belakangan menjadi sorotan publik. Meski belum diterapkan di Samarinda, DPRD setempat menilai langkah itu bisa menjadi alat pemutakhiran data yang efektif selama dijalankan dengan prinsip kehati-hatian agar tidak menimbulkan stigma sosial bagi penerimanya.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, mengatakan kebijakan serupa sebenarnya sempat diwacanakan di Samarinda beberapa tahun lalu. Namun, rencana itu urung dijalankan karena mendapat penolakan dari warga.

“Dulu sempat dibahas waktu masa Kepala Dinas Pak Ridwan Tasa, tapi banyak warga menolak karena merasa malu,” ungkap Puji.

Puji menilai reaksi masyarakat kala itu wajar. Rasa malu dianggap sebagai bentuk sensitivitas sosial yang perlu dipahami pemerintah sebelum menerapkan kebijakan serupa. Meski begitu, ia tetap mendukung upaya pemerintah memastikan bantuan sosial tersalurkan kepada warga yang benar-benar membutuhkan.

“Kalau karena malu akhirnya mereka mengundurkan diri sebagai penerima bantuan, justru bagus. Artinya mereka sudah bisa mandiri,” ujarnya.

Fenomena mundurnya sejumlah keluarga penerima manfaat (KPM) dari Program Keluarga Harapan (PKH) di beberapa daerah setelah rumah mereka akan ditempeli stiker juga menjadi perhatian DPRD Samarinda. Sejauh ini, Puji mengaku belum menerima laporan serupa di kota ini, tetapi menganggap hal itu sebagai momentum evaluasi terhadap akurasi data kemiskinan.

Menurutnya, selama ini Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) masih menyimpan banyak ketidaksesuaian di lapangan. Banyak warga yang secara ekonomi tergolong mampu justru masih terdaftar sebagai penerima bansos.

“Banyak kasus di mana warga punya motor lebih dari satu, televisi, bahkan Wi-Fi, tapi tetap terdata sebagai keluarga miskin. Sementara masih banyak warga yang benar-benar miskin justru belum terdata,” jelasnya.

Puji menilai akar persoalan bukan pada keberadaan stiker, melainkan pada ketidakakuratan data sosial ekonomi yang belum diperbarui secara menyeluruh. Ia menekankan perlunya pembaruan data berbasis desil kemiskinan agar program bansos bisa lebih tepat sasaran.

“Sekarang ada klasifikasi kemiskinan dari desil 1 sampai 9. Nah, yang harus dibicarakan itu, penerima bantuan ini masuk desil berapa. Supaya kebijakan ini benar-benar tepat guna dan transparan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Puji menilai kebijakan penempelan stiker dapat dijadikan sarana transparansi publik jika disertai edukasi dan pendekatan sosial yang baik. Ia menegaskan, tujuan utama program ini bukan mempermalukan warga, melainkan memastikan bantuan diberikan sesuai kondisi riil penerima.

“Selama kebijakan itu dijalankan dengan niat baik dan tidak menyinggung perasaan masyarakat, saya kira sah-sah saja. Justru bisa membantu pemerintah dalam pemutakhiran data,” tuturnya.

Ia juga menilai, jika ada warga yang mundur karena tidak ingin dicap sebagai keluarga miskin, hal tersebut dapat menjadi indikator positif bahwa mereka mulai mandiri dan tidak lagi bergantung pada bantuan pemerintah.

“Kalau masyarakat sudah merasa tidak pantas menerima bantuan, berarti mereka sudah naik kelas. Itu yang kita harapkan, agar program sosial ini benar-benar memberdayakan, bukan membuat ketergantungan,” tutup Puji.

[NKH | RWT] 



Berita Lainnya