Daerah
KPPU Kaltim Nilai Regulasi Ritel Samarinda Kedaluwarsa, FY Andriyanto Minta Pembaruan Berbasis Persaingan Sehat
Kaltimtoday.co, Samarinda - Gelombang ekspansi ritel modern di Samarinda kembali memantik keluhan. Pemilik toko kelontong, kios rumahan, hingga pedagang pasar menilai jarak pertumbuhan ritel berjaringan kini kian mengimpit, bukan hanya secara bisnis, tetapi juga secara ruang. Di sejumlah gang permukiman, minimarket baru bahkan berdiri persis di sebelah toko kecil yang sudah bertahun-tahun melayani warga.
Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah V Kalimantan, FY Andriyanto, menilai situasi itu seperti kaset lama yang terus diputar.
“Ini bukan isu kemarin sore. Keluhan serupa sudah terdengar sejak ritel modern mulai merangkak di awal 2000-an, jauh sebelum merek-merek besar mengisi hampir setiap sudut kota,” jelasnya saat ditemui belum lama ini.
Menurutnya, akar persoalan bermula dari kebutuhan dasar: aturan main yang tegas dan adil. Pada masa ritel modern mulai tumbuh, KPPU mendorong pemerintah menata persaingan melalui regulasi yang jelas. Landasan hukum saat itu merujuk pada UU Nomor 5/1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang bertujuan mencegah dominasi pasar yang merugikan pelaku usaha kecil.
Dari aturan itu, lahirlah kebijakan turunan seperti pembatasan lokasi dan jarak melalui skema zonasi. Minimarket berjaringan pada mulanya diarahkan hanya boleh berdiri di titik-titik tertentu, misalnya di koridor jalan utama atau kawasan protokol. Ada pula ketentuan jarak minimal dengan pasar rakyat, sebagai bentuk perlindungan ruang hidup pedagang tradisional.
Namun, arah kebijakan berbelok drastis setelah hadirnya UU Cipta Kerja yang mengubah sistem perizinan menjadi berbasis OSS. Dalam sistem baru, ritel modern masuk kategori usaha berisiko rendah. Artinya, proses legalitas cukup ditempuh lewat unggah dokumen untuk mendapatkan NIB, tanpa perlu survei teknis atau rekomendasi langsung dari dinas terkait.
Perubahan itu, kata Andriyanto, menciptakan celah besar. “Kalau saya lihat, ini secara umum agak merusak tatanan, karena tidak lagi melalui pemantauan dinas teknis seperti sebelumnya,” ujarnya.
Ia mengingat mekanisme lama yang lebih berlapis, ketika hypermarket dan toko ritel berskala besar wajib melewati verifikasi teknis, bahkan harus mengantongi restu dari kepala dinas sebagai bentuk kontrol dan mitigasi dampak.
Meski perizinan kini terasa “instan”, KPPU menegaskan bahwa laporan dugaan praktik persaingan tidak sehat tetap terbuka. Salah satu perkara yang menjadi sorotan adalah kasus kemitraan waralaba Alfamart. Dalam proses pemeriksaan yang berjalan hampir tiga tahun, KPPU menemukan klausul perjanjian yang timpang dan tidak mencerminkan prinsip kemitraan setara.
Putusan tersebut mewajibkan perusahaan memperbaiki ribuan perjanjian waralaba. “Perkaranya hampir tiga tahun karena harus mengubah sekitar dua ribu perjanjian. Itu baru dipatuhi sekitar dua bulan lalu,” ungkapnya.
Kepatuhan itu baru rampung setelah proses negosiasi ulang dokumen kemitraan dilakukan secara bertahap dan diawasi langsung oleh lembaga pengawas. Diskursus lain yang sempat menguat adalah pembatasan jam operasional ritel berjaringan. Dinas Perdagangan (Disdag) Samarinda telah beberapa kali menggelar forum konsultasi dengan KPPU untuk membahas wacana tersebut. Pada prinsipnya, KPPU tidak menolak, tetapi memberi catatan penting: aturan tidak boleh diskriminatif.
“Kami sarankan boleh diatur, tetapi jangan hanya menyasar Indomaret atau Alfamart. Usaha sejenis itu banyak, termasuk ritel jaringan lokal. Aturannya harus berlaku untuk semua pelaku usaha,” tegasnya. Ia menilai, kebijakan pembatasan jam operasional berpeluang efektif meredam friksi jika eksekusinya konsisten dan menyasar seluruh model usaha serupa, baik nasional maupun lokal.
Di tingkat daerah, Samarinda masih menggunakan Perwali Nomor 9 Tahun 2015 sebagai payung penataan ritel modern. Namun, beleid ini dinilai belum sinkron sepenuhnya dengan aturan yang lebih baru di atasnya, yakni Permendag Nomor 23 Tahun 2021 dan perubahannya melalui Permendag Nomor 18 Tahun 2022, yang mengatur pedoman penataan pusat belanja dan toko swalayan secara lebih komprehensif.
Sebagai langkah adaptasi, Disdag Samarinda telah menerbitkan surat edaran untuk mempertegas rambu-rambu terbaru tersebut. Upaya pengawasan lapangan juga mulai digencarkan, meski tidak mudah karena ritel berjaringan sudah tersebar di luar zona yang dulu ditetapkan.
Sejumlah jaringan ritel disebut mulai menyesuaikan, tetapi pedagang kecil berharap bukan hanya dokumen yang berubah melainkan juga jarak dan praktik yang selama ini terasa “terlalu dekat” di kehidupan mereka.
[RWT]
Related Posts
- Banser hingga Kokam Kompak Amankan Misa Natal, Pemkot Samarinda: Perayaan Tahun ini Penuh Kedamaian dan Kehangatan
- Wali Kota Samarinda Bantah Pernyataan Kepala Dinas PUPR-PERA Kaltim Soal Penangguhan Sementara RSUD AMS II
- Kekerasan Seksual di Samarinda Belum Reda, Sungai Kunjang Jadi Kecamatan dengan Kasus Tertinggi 2025
- Pengamanan Natal di Kukar Diperkuat, 292 Personel dan 18 Pos Disiagakan
- 8 Perda Samarinda Diketok Paripurna, Nasib Perumda Varia Niaga Ditentukan Lewat Adu Kekuatan Suara









