Daerah

Relokasi Pasar Pagi Belum Tuntas, Pedagang Lama Terjebak Verifikasi Digital

Nindiani Kharimah — Kaltim Today 23 Desember 2025 20:04
Relokasi Pasar Pagi Belum Tuntas, Pedagang Lama Terjebak Verifikasi Digital
Puluhan pedagang Pasar Pagi saat meminta kepastian nasib di Kantor Dinas Perdagangan Samarinda. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Ketidakpastian relokasi Pasar Pagi Samarinda memicu keresahan. Puluhan pedagang mendatangi Kantor Dinas Perdagangan (Disdag) Samarinda di Jalan Ir. Juanda, Selasa (23/12/2025) pagi.

Pedagang-pedagang tersebut menuntut kejelasan hak kios di bangunan pasar yang baru. Mereka datang membawa SKTUB sebagai penanda legalitas, khawatir tersingkir oleh sistem pendaftaran yang dinilai tidak berpihak pada pedagang lama. 

Aksi ini lahir dari kebingungan akibat aplikasi pendaftaran lapak yang tidak dapat diakses secara merata. Sejumlah pedagang mengaku nama mereka tertolak atau tidak terbaca sistem, meski telah puluhan tahun berjualan dan tercatat sebagai pemegang SKTUB resmi. Situasi tersebut memunculkan kecurigaan adanya ketimpangan antara data administrasi dan kondisi riil di lapangan.

Koordinator aksi, Ade Maria Ulfa, menyatakan kegelisahan pedagang diperparah oleh molornya janji pemerintah kota. Ia mengingatkan, dalam sosialisasi dan forum resmi sejak Oktober 2025, pedagang dijanjikan kepastian lapak paling lambat November, dengan target operasional pasar baru pada Desember.

“Yang kami terima justru ketidakjelasan. Sistem digital belum siap, tapi relokasi terus berjalan. Kami tidak menolak penataan, kami menolak ketidakpastian,” ujar Ade.

Lanjutnya, persoalan utama bukan sekadar gangguan teknis aplikasi, melainkan arah kebijakan yang dinilai kabur. Pedagang menuntut agar proses penempatan kios berangkat dari data awal pemilik legal, bukan semata-mata hasil input sistem.

“Kalau dasar hukumnya SKTUB, maka itu yang harus dikunci. Jangan sampai yang punya surat malah tersisih, sementara yang statusnya penyewa justru lebih dulu aman,” katanya.

Ade juga menyinggung adanya pernyataan pejabat Disdag sebelumnya yang menegaskan penyewa tidak akan diprioritaskan kecuali terdapat sisa lapak. Namun di lapangan, pedagang melihat indikasi kebijakan berjalan tanpa kejelasan rambu.

“Kami datang baik-baik karena ini soal dapur kami. Tapi kalau tidak ada kepastian tertulis, keresahan ini akan terus membesar,” ucapnya.

Selain sistem dan data, pedagang turut mengeluhkan pola komunikasi aparat pasar. Mereka menyoroti sikap salah satu oknum pengelola berinisial AA yang dinilai kerap bersikap kasar saat menghadapi pedagang yang meminta penjelasan.

“Pasar ini dibangun atas nama rakyat. Maka cara melayani rakyat juga harus dijaga. Kami minta pemerintah menertibkan etika aparatnya,” tegas Ade, sembari menyatakan pedagang akan mengawasi proses relokasi dari potensi praktik menyimpang.

Sementara itu, Kepala Disdag Samarinda, Nurrahmani, menegaskan bahwa pemerintah tidak menghapus atau menghilangkan hak pedagang. Ia menyebut proses yang berjalan saat ini merupakan tahap krusial untuk memastikan penempatan kios sesuai fakta lapangan.

“Fokus kami tahap awal adalah pedagang yang memegang legalitas dan benar-benar berjualan sendiri. Itu mencakup 1.804 petak yang sedang diverifikasi,” jelasnya.

Ia mengakui adanya dinamika antara pemilik SKTUB dan pihak yang selama ini menempati kios sebagai penyewa. Menurutnya, persoalan tersebut belum diputuskan dan akan dikonsultasikan kembali kepada Wali Kota Samarinda.

“Kami tidak ingin gegabah. Semua aspirasi hari ini kami catat, termasuk soal sistem dan sikap petugas. Keputusan akhirnya ada di pimpinan,” ujarnya.

Terkait aplikasi pendaftaran, Nurrahmani menyatakan sistem tetap digunakan, meski masih memerlukan penyempurnaan agar sinkron dengan data lapangan. “Beri waktu agar proses verifikasi tidak menimbulkan kekacauan baru,” tutupnya.

[RWT] 



Berita Lainnya