Daerah
Transisi Energi di Kalimantan Timur Dinilai Masih Semu, Jurnalis dan Aktivis Desak Perubahan Paradigma

Kaltimtoday.co - Meski digadang sebagai pusat transisi energi nasional, Kalimantan Timur dinilai masih terjebak dalam dominasi energi fosil. Tambang batu bara dan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih menjadi wajah utama sektor energi di wilayah ini. Kondisi tersebut mengemuka dalam sarasehan bertema “Apakah Kaltim Siap Meninggalkan Energi Fosil?” yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda selama dua hari, 29–30 April 2025 di Hotel Zoom, Samarinda.
Acara ini mempertemukan para jurnalis, aktivis lingkungan, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil untuk membedah realitas di balik narasi transisi energi di Kaltim. Forum ini menjadi ajang kritik terhadap arah kebijakan energi yang dianggap masih melanggengkan industri ekstraktif dan abai terhadap prinsip keadilan ekologis.
Dalam pemaparannya, Mareta Sari dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menyebut bahwa transisi energi yang dikampanyekan pemerintah belum menyentuh akar persoalan. Ia menyebut skema yang dijalankan sebagai “transisi semu”, karena masih membuka ruang luas bagi energi kotor seperti batu bara demi menopang proyek hilirisasi nikel.
“Di satu sisi pemerintah bicara soal pensiun PLTU, tapi di sisi lain justru memberi karpet merah bagi PLTU captive untuk smelter nikel. Ini bukan transisi, ini cuma kelanjutan dari pola lama pembangunan yang merusak,” tegas Mareta.
Ia menambahkan, bila sumber energi baru tetap menindas ruang hidup masyarakat, maka kebijakan tersebut tidak bisa disebut sebagai solusi, melainkan bentuk baru dari kolonialisme energi.
Direktur Walhi Kalimantan Timur, Fathur Roziqin Fen, juga mengkritisi pendekatan transisi energi yang dinilainya masih bersifat elitis dan tidak menyentuh kepentingan masyarakat. Menurutnya, banyak proyek energi baru justru menggusur lahan produktif, hutan, dan ruang hidup rakyat.
“Kalau energi terbarukan dijalankan dengan cara yang sama seperti tambang, itu bukan solusi. Kita hanya mengganti kemasan, tapi polanya tetap eksploitatif,” katanya.
Fathur menegaskan bahwa Kalimantan Timur memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi terbarukan seperti tenaga surya, mikrohidro, dan panas bumi. Namun, pengembangannya harus berbasis pada pendekatan partisipatif dan desentralisasi, bukan hanya kepentingan investor.
“Demokratisasi energi adalah kunci. Transisi energi tidak cukup hanya mengganti teknologi, tapi juga harus mengubah paradigma pengelolaan energi itu sendiri,” ujarnya.
Ketua AJI Samarinda, Yuda Almerio, mengatakan bahwa forum ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif dalam mendorong transisi energi yang adil, bersih, dan berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya peran jurnalis dalam mengawal isu-isu lingkungan dan energi, terutama di daerah-daerah kaya sumber daya seperti Kalimantan Timur.
“Harapannya, dari forum ini lahir semangat baru untuk membangun jurnalisme transisi energi yang berpihak pada keadilan ekologis dan didasarkan pada data yang kuat,” jelas Yuda.
Pada hari kedua, sarasehan diisi dengan lokakarya penyusunan rencana aksi dan pembacaan deklarasi ‘Kaltim Menuju Energi Bersih’. Deklarasi tersebut menekankan pentingnya prinsip keberlanjutan, perlindungan ruang hidup, serta keterlibatan publik dalam seluruh proses transisi energi.
[RWT]
Related Posts
- Masyarakat Adat Tolak PT HKI Kubar Beroperasi, Tak Kantongi Izin Lingkungan hingga Tersangkut Konflik Sosial
- PT Fajar Surya Swadaya Salurkan Bantuan Sembako untuk Warga Kurang Mampu di PPU
- Pastikan Keamanan Jembatan Mahakam 1, BBPJN Kaltim Lakukan Tiga Pengujian Teknis Pasca Tertabrak Kapal Tongkang
- BAPOR KORPRI Kaltim Gelar Rakor 2025 untuk Matangkan Persiapan Menuju PORNAS KORPRI di Sumatera Selatan
- Panduan Lengkap Wukuf Haji 2025: Jadwal, Lokasi, dan Tata Cara Pelaksanaannya