Daerah

Tuntutan AJI Samarinda di Hari Buruh, Suarakan Upah Layak hingga Ruang Aman bagi Jurnalis

Defrico Alfan Saputra — Kaltim Today 01 Mei 2025 16:14
Tuntutan AJI Samarinda di Hari Buruh, Suarakan Upah Layak hingga Ruang Aman bagi Jurnalis
AJI Samarinda memperingati Hari Buruh di depan Kantor Gubernur Kaltim. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda membawa tiga poin tuntutan dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional (May Day). Mereka mengutarakan poin tuntutan tersebut di depan Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (1/5/2025).

Isi dari tiga poin tuntutannya ialah pengakuan jurnalis sebagai pekerja dengan hak atas upah layak, penghentian segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis, penciptaan ruang redaksi yang aman dan setara.

Pihaknya menegaskan bahwa, jurnalis adalah bagian dari kelompok buruh. Mereka adalah buruh informasi yang kerap menghadapi kerja eksploitatif, menghadapi risiko intimidasi, kriminalisasi, bahkan kekerasan fisik dengan perlindungan sosial yang minim.

“Jurnalis bekerja di bawah tekanan tenggat waktu, dengan risiko fisik maupun psikis yang tinggi," ujar Ketua AJI Samarinda, Yuda Almerio.

Ia menekankan bahwa banyak jurnalis, khususnya kontributor dan pekerja lepas, bekerja tanpa kontrak kerja yang jelas dan menerima upah di bawah standar hidup layak. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya perlindungan hukum dan jaminan sosial dari perusahaan media.

Selain itu, AJI Samarinda menyoroti tingginya angka kekerasan terhadap jurnalis, termasuk kekerasan berbasis gender yang dialami oleh jurnalis perempuan di lapangan maupun dalam ruang redaksi.

"Banyak dari mereka (jurnalis kontributor) yang masih diupah tidak layak, tanpa kontrak kerja yang jelas, bahkan tanpa jaminan sosial. Ini adalah realitas buruh yang harus diakui dan diperjuangkan,” kata Yuda.

Terpisah, Koordinator Divisi Advokasi AJI Samarinda, Hasyim Ilyas, menyoroti situasi kekerasan terhadap jurnalis yang masih terjadi, termasuk kekerasan berbasis gender yang dialami oleh jurnalis perempuan. 

Tak hanya kekerasan fisik, intimidasi di lapangan, sebagian jurnalis perempuan menghadapi pelecehan verbal dan seksual baik saat bertugas maupun di lingkungan kerjanya. 

"Ini harus dihentikan. Ruang kerja media harus menjadi ruang yang aman dan setara,” tutup Hasyim.

[RWT]



Berita Lainnya