Opini
Urgensi Netralitas ASN dalam Kontestasi Pilkada Serentak 2020
Oleh : Rahman Baidawi, S.KM (Generasi Muda Paser)
Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 di berbagai daerah di Indonesia akan menjadi ajang untuk menentukan pemimpin di setiap tingkatan daerah atau kabupaten/kota. Berbagai cara dilakukan oleh bakal calon untuk menjadi pemenang hingga acap kali menggunakan cara yang tidak dibenarkan atau biasa disebut black campaign. Tingginya tingkat indikasi kecurangan yang terjadi di pemilihan presiden sebelumnya berdasarkan beberapa portal media pemberitaan menjadi bukti bagaimana KPU dan BAWASLU mempunyai PR lebih banyak untuk menyukseskan Pilkada serentak 2020 nantinya. Seiring dengan kondisi pandemi ini, tentu saja akan ada mekanisme atau teknis yang berubah dan tidak menutup kemungkinan kecurangan-kecurangan baru akan muncul dan terjadi menghiasi kompetisi pilkada kali ini.
Kecurangan atau manipulasi proses penghitungan, penyebaran hoaks atau fitnah, serta masih adanya penyelenggaran yang tidak independen atau berpihak bahkan Apartur Sipil Negara (ASN) yang pada dasarnya harus bersikap netral justru ikut dalam arus pada dinamika politik antara para calon menjadi sekelumit permasalahan di pilkada serentak 2020 kedepannya. Netralitas ASN merupakan sesuatu yang urgen untuk diperhatikan, sebab jika salah satu calon yang memiliki kekuasaan di wilayah birokrasi pemerintahan maju dalam pilkada, maka akan terjadi pergeseran kepentingan hingga tidak menutup kemungkinan relasi kekuasaan di lingkungan birokrasi pemerintahan digunakan untuk kepentingan dari calon yang maju tersebut.
Delik pelanggaran netralitas ASN Pilkada yang diatur dalam undang-undang perlu menjadi acuan agar meminimalisir tingkat keikutsertaaan atau bahkan meniadakan partisipasi ASN di kancah perpolitikan khususnya Pilkada serentak 2020. Berbagai aturan seperti UU No. 1 Pasal 70 dan 71 tahun 2018 terkait pelarangan calon untuk melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam kampanye dan pelarangan membuat keputusan yang menguntungkan salah satu calon menjadi lampu merah bagi ASN untuk ikut serta dalam kampanye salah satu calon, PP No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS, PP No. 42 tahun 2004 tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) No. 6 tahun 2018 juga mengatur bagaimana pengawasan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Perbawaslu No. 14 Tahun 2017 Pasal 30, 31 dan 31 perlu diperhatikan oleh Bawaslu Kabupaten/kota. Berbagai aturan tersebut sangat jelas mengatur bagaimana pelarangan ASN baik mendukung terang-terangan, mengikuti kampanye dan bahkan membuat keputusaan yang menguntungkan salah satu calon yang mengikuti pilkada.
Kabupaten Paser pun tak luput dari Pilkada serentak 2020 untuk memilih bupati dan wakil bupati, netralitas ASN akan menjadi salah satu kunci kerberhasilan dalam memilih pemimpin yang benar-benar layak memimpin Paser Daya Taka sebagai julukan kabupaten Paser. Ide dan gagasan dari calon yang terpilih nantinya diharapkan membawa kemajuan konstruktif bagi daerah agar visi kabupaten Paser, yaitu mewujudkan masyarakat Paser yang sejahtera dan terdepan melalui optimalisasi potensi daerah dengan penguatan ekonomi kerakyatan yang dilandasi pada pemerintahan yang demokratis dan religius dapat direalisasikan bukan hanya menjadi harapan berkepanjangan bagi masyarakat Paser.
Sehingga setiap elemen dan poin sekiranya perlu diseimbangkan agar Pilkada Serentak 2020 khususnya Pilkada di Kabupaten Paser membawa perubahan massif, menghilangkan berita hoaks yang pada intinya tidak menguntungkan siapapun harus diprioritaskan serta saling serang antar calon tidak terjadi hingga menimbulkan konflik lain dikemudian hari apalagi berujung pada tindakan kriminal yang tidak kita harapkan bersama. Pilkada 2020 yang dilaksanakan di Kabupaten Paser seyogyanya melahirkan pemimpin yang betul-betul peduli akan kepentingan masyarakat dan kemajuan daerah.
Sebagai penutup, penulis menyampaikan 10 (Sepuluh) larangan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) selama pemilu atau pilkada demi mewujudkan netralitas dan menciptakan demokrasi yang bersih, adil dan damai yaitu:
- Melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
- Memasang Alat Peraga Kampanye (APK) yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
- Mendeklarasikan dirinya sebagai pendukung bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
- Menghadiri deklarasi dukungan terhadap calon peserta Pemilu dan peserta Pemilu dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon atau atribut partai politik.
- Mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar atau foto bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah melalui media online maupun media sosial.
- Menjadi pembicara atau narasumber atau peserta pada kegiatan pertemuan peserta Pemilu.
- Membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
- Terlibat dalam kampanye untuk mendukung peserta Pemilu serta mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan.
- Memberikan fasilitas dan atau dukungan finansial yang terkait dalam kegiatan kampanye bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
- Mengajak atau memobilisasi oranglain untuk mendukung salah satu pasangan bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.(*)
*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co