Nasional

34,9 Persen Remaja Indonesia Alami Masalah Kesehatan Mental, Wamen Pendidikan Soroti Peran Guru BK

Network — Kaltim Today 24 September 2025 11:13
34,9 Persen Remaja Indonesia Alami Masalah Kesehatan Mental, Wamen Pendidikan Soroti Peran Guru BK
Ilustrasi. (Istimewa)

Kaltimtoday.co - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, mengungkap fakta mengejutkan mengenai kondisi kesehatan mental remaja di Indonesia. Berdasarkan data terbaru, sebanyak 34,9 persen remaja mengalami masalah kesehatan mental, dengan 5,5 persen di antaranya masuk kategori berat.

Lebih mengkhawatirkan lagi, jumlah remaja yang memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup terus meningkat.

“Semakin banyak anak-anak kita yang punya pikiran bunuh diri, ini kondisi yang sangat memprihatinkan,” kata Fajar saat membuka Pelatihan Fasilitator Daerah: Program Pengembangan Kompetensi Guru dalam Memberikan Layanan Bimbingan dan Konseling di Padang, Sumatera Barat, Selasa (23/9/2025).

Menurut Fajar, pola pengasuhan di rumah serta keterpaparan gawai sejak usia dini menjadi faktor pemicu. Lebih dari 30 persen anak usia 0–6 tahun sudah terbiasa menggunakan gawai. Hal ini menimbulkan scroll culture yang membuat anak cepat marah, kehilangan semangat belajar, hingga kurang bersosialisasi.

“Kecanduan gawai dan media sosial memicu cyberbullying, stres, depresi, dan penurunan kualitas belajar. Anak-anak lebih suka menyendiri, kemampuan sosial-emosionalnya rendah, dan lebih percaya curhat kepada teman sebaya, akun anonim di media sosial, bahkan aplikasi AI, daripada kepada orang tua atau guru,” jelasnya.

Untuk menghadapi tantangan ini, Kemendikdasmen melalui Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) menghadirkan program penguatan kompetensi guru bimbingan konseling (BK). Pendekatan yang digunakan bersifat lebih humanis dan menyeluruh, menyesuaikan tantangan era disrupsi teknologi, tekanan sosial, serta meningkatnya kasus kesehatan mental remaja. 

Fajar menegaskan, siswa masa kini tidak hanya dituntut berprestasi akademik, tetapi juga harus tumbuh sehat secara mental, kuat secara emosional, dan mampu bersosialisasi dengan baik. Karena itu, guru tidak sekadar mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendamping.

Ia menekankan pentingnya literasi kesehatan mental bagi guru BK, termasuk keterampilan Pertolongan Pertama Psikologis (PFP).

“Guru BK harus dibekali kemampuan mendeteksi masalah anak dan memberikan pertolongan pertama psikologis, meskipun mereka bukan psikolog,” ujarnya.

Lebih lanjut, Fajar menegaskan bahwa sekolah harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan ramah bagi anak.

“Sekolah harus benar-benar membuat anak merasa dilindungi. Guru harus hadir sebagai orang tua kedua, sehingga pendidikan bukan hanya mengejar ijazah, tetapi membentuk manusia seutuhnya—dengan karakter, empati, dan jiwa kemanusiaan,” tuturnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya komunikasi antara sekolah dan orang tua. Menurutnya, komunikasi yang baik dapat mencegah kesalahpahaman serta memperkuat dukungan psikologis bagi anak.

“Kasus tragis seperti bunuh diri anak harus menjadi pelajaran bersama. Konseling di sekolah dan komunikasi yang efektif dengan orang tua adalah kunci utama,” pungkasnya.

[RWT] 



Berita Lainnya