Daerah
Balikpapan Tunda Penyesuaian Tarif PBB Setelah Muncul Keluhan Warga

BALIKPAPAN, Kaltimtoday.co - Pemkot Balikpapan menunda penerapan penyesuaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) setelah muncul keluhan kenaikan signifikan dari warga.
Isu penyesuaian tarif PBB tengah menjadi sorotan di sejumlah daerah di Indonesia. Protes masyarakat terjadi di Pati, Bone, Banyuwangi, Jombang, hingga Cirebon, dan berujung pada pembatalan atau revisi kebijakan. Sensitivitas pajak muncul karena PBB bersentuhan langsung dengan beban keuangan masyarakat. Dasar pengenaannya menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), sehingga perubahan tarif maupun penyesuaian NJOP berpotensi menimbulkan resistensi jika tidak disertai pertimbangan sosial-ekonomi.
Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas’ud, menegaskan penyesuaian hanya berlaku di kawasan bernilai ekonomi tinggi, seperti wilayah industri, Jalan Mukmin Faisal, Kariangau, sekitar jembatan tol, dan Sepinggan.
“Untuk permukiman masyarakat, tarifnya tetap sama. Jika ada kenaikan terlalu tinggi, akan kami evaluasi,” katanya, Jumat (22/8/2025).
Meski begitu, laporan warga menunjukkan adanya lonjakan tajam dalam tagihan PBB, termasuk kasus dari Rp306 ribu menjadi Rp9,5 juta per tahun. Kritik juga datang dari organisasi mahasiswa GMNI Balikpapan, yang menilai kebijakan berpotensi membebani masyarakat tanpa memperhatikan kondisi ekonomi riil.
Rahmad mengatakan pemerintah kota bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sepakat menunda penerapan PBB-P2 dan akan memperkuat sosialisasi melalui Dinas Pendapatan Daerah. “Pemerintah kota berpihak pada warga. Sosialisasi akan kami lakukan agar tidak ada kesalahpahaman,” ujarnya.
Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, menambahkan bahwa penyesuaian tarif tidak dilakukan menyeluruh, melainkan terbatas pada lokasi tertentu yang sudah dibahas bersama DPRD. Ia menolak anggapan kenaikan mencapai ribuan persen.
“Prinsipnya bukan membebani masyarakat,” katanya.
Menurutnya, penerimaan PBB akan dikembalikan kepada masyarakat melalui pendidikan, layanan kesehatan, perbaikan infrastruktur, penyediaan air bersih, hingga penanganan banjir.
“PBB ini bukan untuk dikorupsi, tapi untuk pembangunan kota,” jelasnya.
Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD) Balikpapan menetapkan tarif PBB-P2 sebesar 0,1 persen untuk NJOP hingga Rp1 miliar, dan 0,2 persen untuk NJOP di atas Rp1 miliar. Skema ini dianggap masih memberi ruang optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa membebani masyarakat kecil.
Pada 2024, PAD Balikpapan mencapai Rp1,065 triliun, naik dari Rp966 miliar pada 2023. Untuk 2025, target PAD ditetapkan Rp1,3 triliun, termasuk tambahan Rp250 miliar dari pajak kendaraan bermotor. Hingga semester pertama 2025, realisasi pajak daerah baru Rp572 miliar atau 44 persen dari target. PBB-P2 tercatat menjadi sektor yang tertinggal karena sebagian besar wajib pajak menunda pembayaran hingga jatuh tempo.
Dengan penundaan kebijakan, Pemkot berencana mengkaji ulang formula PBB-P2 agar target PAD tetap terjaga tanpa menimbulkan tekanan sosial. Bagus Susetyo juga mengingatkan pentingnya peran media dalam menjaga kondusivitas. “Media harus memberi edukasi ke masyarakat. Jangan menyebarkan informasi keliru yang bisa menimbulkan keresahan. Kalau kota sudah chaos, semua akan terganggu,” katanya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengingatkan seluruh kepala daerah agar berhati-hati dalam menetapkan kebijakan PBB. Ia menegaskan setiap penyesuaian NJOP maupun tarif harus mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi warga serta dilaporkan ke pemerintah pusat untuk dievaluasi.
[TOS]
Related Posts
- Piala Gubernur Kaltim 2025 Jadi Ajang Seleksi Pegulat Muda Menuju Popnas
- Piala Gubernur Kaltim 2025: Ratusan Pesilat Ramaikan Arena, Jadi Ajang Pemanasan Menuju PON Bela Diri
- Dari Lubang Tambang ke Jalan Advokasi: Perjalanan Mustari Menjadi Dinamisator Jatam Kaltim
- Pemprov Kaltim Percepat Pembangunan 371 Dapur Gizi untuk Program MBG
- Permainan eSports Populer Mobile Legends