Politik
Bawaslu Panggil KPU Samarinda Terkait Laporan Warga Soal Data Verifikasi Faktual
Kaltimtoday.co, Samarinda - Senin (23/11/2020), Bawaslu Samarinda menerima laporan dari warga bernama Yaya Marya Susiantina. Sedangkan 2 warga lainnya berstatus sebagai saksi. Laporan tersebut berkaitan dengan adanya larangan KPU perihal status warga yang mengacu pada data verifikasi faktual yakni memenuhi syarat (MS) karena mendukung salah satu pasangan calon (paslon) perseorangan yang kala itu mendaftarkan diri ke KPU Samarinda.
Berbagai keterangan pun mulai dikumpulkan Bawaslu Samarinda hingga akhirnya ditemukan sekitar 200 warga yang mengaku tidak pernah menandatangani form B.1-KWK perseorangan dan BA.5-KWK. Disampaikan Imam Sutanto, dari Divisi Penyelesaian Sengketa bahwa berdasarkan hasil penelusuran sementara yang dilakukan Bawaslu, ternyata lembar kontrol verifikasi faktual agak mencurigakan.
"Tren beberapa nama yang dianggap MS tadi, kita menduga seperti asal klaim. Mohon maaf, kami berpendapat kalau KPU teledor. Tidak mengecek kembali hasil kerja di lapangan. Itu fakta yang kami temukan," ungkap Imam saat ditemui pada Kamis (26/11/2020).
Termasuk dari 200 orang dalam laporan tersebut, KPU menyatakan mereka tidak boleh menjadi pemantau. Menurut Imam, hal tersebut tidak berdasar sebab atas dasar apa seseorang dinyatakan MS kemudian tidak boleh jadi pemantau.
"Sementara dalam proses verifikasi dia masalah. Orang MS itu belum tentu juga nanti dia memilih di bilik suara. Sebab kami berpendapat bahwa status MS ini hanya administratif," lanjut Imam.
Kejadian tersebut bisa saja melanggar kode administrasi berdasarkan pada aturan yang ada di Peraturan Bawaslu Nomor 4/2020. Bagi Imam, tata caranya tidak benar. Sebab tak ditemui namun bisa diloloskan. Oleh sebab itu, ada indikasi melanggar kode etik dan sanksinya sampai pemberhentian tetap.
“Bayangkan sekian ratus PPS, sekian ratus verifikator terbukti sah dan meyakinkan melanggar kode etik, dapat diganti semua PPS itu,” bebernya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Bawaslu memanggil pihak KPU Samarinda untuk bisa memberikan keterangan. Kala itu, Nina Mawaddah selaku komisioner Divisi Hukum dan Pengawasan yang menyambangi kantor Bawaslu Samarinda. Setelah mendapat keterangan dari Nina, dalam waktu dekat ini Bawaslu akan menggelar rapat pleno terkait kelanjutan dari masalah itu.
“Konstruksi dugaaan pelanggaran administrasi seperti itu nanti akan kita pleno. Kita akan tetapkan untuk tidak mengatakan orang yang sekian ratusan itu tidak boleh menjadi anggota lembaga pemantau," jelas Imam.
Dikonfirmasi terpisah, Nina Mawaddah membenarkan bahwa KPU Samarinda memang dimintai keterangan oleh Bawaslu pada Kamis (26/11/2020). Dijelaskan Nina, lembaga pemantau Merah Putih di antara calon anggota ada sekitar 100-an orang, terindikasi MS atau MS dalam Silon.
"Mereka merasa hal itu tidak sesuai. Jadi lembaga pemantau menyatakan mereka yang MS ini masih bisa jadi pemantau. Sebab tidak terima membuat laporan ke Bawaslu,” ungkap Nina.
Ada sekitar 10 pertanyaan yang diajukan ke Bawaslu kepadanya. Mulai perihal prosedur verifikasi perseorangan dari awal pengajuan dukungan sampai proses keputusan KPU saat menetapkannya masuk sebagai MS. Perihal proses MS di aplikasi Silon, Nina menjelaskan beberapa halm
"Awalnya dari B-1 dukungan yang kemudian dihitung untuk tahu apakah telah memenuhi syarat minimal dukungan paslon perseorangan. Kalau memenuhi jumlah yang ditetapkan, selanjutnya akan ada verifikasi administrasi," beber Nina.
Ditegaskan oleh Nina, proses verifikasi administrasi harus berkesesuaian antara B.1-KWK dengan B-1 dukungan. Setelah dinyatakan memenuhi verifikasi, barulah berlanjut ke verifikasi faktual. Pada saat verifikasi faktual itulah, PPS mendatangi pendukung dari rumah ke rumah. Lalu meminta KTP dan surat keterangan dari pendukung. Apabila nama sesuai dengan identitas pendukung, verifikasi akan dilanjutkan. Namun jika tidak sesuai, dukungan dinyatakan TMS.
"Nama-nama pemantau yang dinyatakan MS dalam Silon, dari pemantau hanya meminta dilakukan pengecekan Silon guna mengetahui identitas nama-nama yang masuk kategori MS dan TMS," lanjut Nina.
“Kemarin dari pemantau hanya meminta cek Silon. Jadi mana yang MS dan terdata TMS, di Silon itu kan kami proses untuk memberikan ke lembaga pemantau. Selanjutkan kami akan bicarakan secara internal dengan pimpinan yang lain dulu, apa langkah selanjutnya,” pungkasnya.
[YMD | TOS]