Samarinda

Bedah Kebijakan RUU Omnibus Law, Pokja 30 Pertanyakan Sejahtera atau Sengsara

Kaltim Today
25 Januari 2020 19:58
Bedah Kebijakan RUU Omnibus Law, Pokja 30 Pertanyakan Sejahtera atau Sengsara
Pokja 30 Samarinda gelar agenda bedah kebijakan Omnibus Law.

Kaltimtoday.co, Samarinda - Menelaah kebijakan pemerintah tentang penyatuan sejumlah undang-undang menjadi RUU Omnibus Law, tentu bukan persoalan mudah. Pro dan kontra terus terjadi di sejumlah kalangan. Tak terkecuali bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kelompok Kerja (Pokja) 30 Samarinda.

Pada kesempatan, Jumat (24/1/2020) sore, Pokja 30 menggelar Diskusi Publik terkait RUU Omnibus Law. Diskusi tersebut, coba membedah regulasi atau kebijakan pemerintah yang secara sepihak merancang atau meregulasikannya.

Sebelumnya, diketahui Polemik RUU Omnibus Law sendiri hangat diperbincangkan mulai di tingkatan nasional hingga regional, bahkan beberapa daerah sempat melakukan gejolak penolakan terkaitnya. Seperti yang disampaikan Warkhatun Najidah, Dosen Fakultas Hukum Unmul Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda yang menilai, jika regulasi seperti RUU Omnibus Law hanya kepentingan berbau politis.

Dalam surat edaran draft terkait teknis penerapan regulasi tersebut, dikatakannya hanya menyangkut penyederhanaan 84 Undang-Undang, berisi lebih dari 1.240 pasal ke dalam 11 kluster. Begitu juga menyangkut penyederhanaan perizinan yang tercatat ada 52 UU dengan 770 Pasal saat ini.

"Ini tidak masuk akal. Dengan gampang undang- undang tenaga kerja dihapus, terus bagaimana ngomong upah," tuturnya.

Lebih lanjut dikatakannya, pemerintah seharusnya tidak perlu membuat regulasi dengan membuat UU baru dan menghilangkan yang lama. UU yang lama menurutnya sudah cukup kuat menjadi landasan menjawab persoalan dari banyak aspek, hanya perlu memperbaiki teknis dan melaksanakan sesuai payung hukum di masing-masing regulasinya.

Terpisah, Lawyer Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bernard Marbun berpandangan yang sama terkait Regulasi RUU Omnibus Law dengan menghilangkan UU atau aturan yang sudah ada. Dia menilai, jika masing-masing UU yang sudah diatur dan disahkan punya payung hukumnya.

"Tinggal bagaimana pengimplementasiannya, serta memperkuat pengawasannya," ucapnya.

Perubahan UU yang sudah ada diserukannya tidak perlu mengalami perubahan. Seperti contoh UU No 13 yang berbicara terkait hak dan upah ketenagakerjaan atau sektor buruh yang dihilangkan akibat RUU ini.

"Itu kan tidak masuk akal, berarti kata sejahtera untuk buruh atau tenaga pekerja semakin jauh," tegasnya.

Lebih lanjut saat ditanya terkait langkah kedepan LBH Samarinda terhadap RUU Omnibus Law ini, dirinya menyebut, akan melakukan pengawalan secara terus-menerus terutama di Samarinda.

"Kami lakukan pembelaan-pembelaan untuk kelompok tenaga kerja atau buruh agar bisa sejahtera," pungkasnya.

[JRO | RWT]



Berita Lainnya