Nasional

BMKG Peringatkan Skenario Terburuk Megathrust di Selat Sunda, Dampak Gempa Bisa Capai Magnitudo 8,7

Network — Kaltim Today 20 Agustus 2024 19:11
BMKG Peringatkan Skenario Terburuk Megathrust di Selat Sunda, Dampak Gempa Bisa Capai Magnitudo 8,7
Selat Sunda bagian utara. (Dok. BMKG)

Kaltimtoday.co - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali mengingatkan potensi terjadinya gempa besar di zona subduksi Selat Sunda.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa wilayah tersebut memiliki risiko besar akibat aktivitas tektonik di Indonesia, yang terdiri dari 13 segmentasi sumber gempa zona megathrust.

Menurut BMKG, dari 13 segmen tersebut, dua di antaranya, yakni Segmen Selat Sunda dan Segmen Mentawai, hingga kini belum menunjukkan aktivitas signifikan. Namun, kedua segmen ini justru memiliki skenario terburuk. BMKG memperkirakan jika gempa terjadi, Segmen Selat Sunda bisa menghasilkan gempa dengan kekuatan Magnitudo 8,7, sementara Segmen Mentawai berpotensi menghasilkan gempa Magnitudo 8,9.

Dwikorita menjelaskan, dalam skenario terburuk, gempa berkekuatan Magnitudo 8,7 di Selat Sunda akan berdampak serius pada beberapa provinsi di sekitarnya. Saat berbicara dalam webinar "Waspada Gempa Megathrust" yang diselenggarakan oleh Departemen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) pada Selasa (20/8/2024), ia menyebut bahwa getaran kuat dari gempa sebesar ini bisa dirasakan di wilayah Lampung, Banten, Jakarta, dan Jawa Barat.

"Gempa dengan intensitas VII-VIII MMI (Modified Mercalli Intensity) bisa menyebabkan kerusakan berat pada bangunan yang tidak tahan gempa, bahkan yang memiliki konstruksi baik pun bisa mengalami kerusakan ringan," ujar Dwikorita.

Meski skenario ini merupakan kemungkinan terburuk, Dwikorita menegaskan pentingnya bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk tetap waspada.

"Kita harus siap menghadapi skenario terburuk. Mitigasi bencana yang kita lakukan harus mempertimbangkan skenario ini agar kerugian dapat diminimalisir jika terjadi gempa besar," tambahnya.

Sejak bencana gempa dan tsunami Aceh pada tahun 2004, BMKG telah meningkatkan sistem pemantauan gempa dan tsunami di Indonesia secara signifikan. Jumlah sensor gempa telah ditambah dari 20 menjadi 553 sensor yang tersebar di sepanjang jalur megathrust. Sistem ini memungkinkan deteksi gempa secara cepat dan memberikan peringatan dini kepada masyarakat.

Dwikorita juga menekankan pentingnya penggunaan peta guncangan BMKG dalam perencanaan pembangunan. Peta ini memberikan informasi tentang area yang berisiko mengalami guncangan kuat, yang seharusnya menjadi pedoman dalam penataan ruang dan perizinan bangunan.

"Penggunaan peta guncangan ini sangat penting bagi pemerintah daerah dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan agar bangunan yang didirikan lebih tahan gempa," jelasnya.

Di akhir, Dwikorita mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan bencana, bukan untuk menciptakan kepanikan, tetapi untuk memastikan persiapan yang memadai jika terjadi gempa besar.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 



Berita Lainnya