Opini
Childfree di Indonesia: Dampak dan Perspektif
Oleh: Almira Shahih (UIN Raden Mas Said Surakarta)
Seiring majunya perkembangan zaman serta pertumbuhan masyarakat Indonesia yang semakin meningkat menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran negara keempat di dunia dengan tingkat penduduk terbanyak. Saat ini sedang marak tren mengenai childfree, yaitu sebuah tindakan sepasang suami istri yang tidak berkeinginan memiliki anak setelah menikah.
Childfree sebagai Solusi atau Masalah?
Umumnya masyarakat memutuskan untuk memiliki anak setelah menikah, tetapi seiring berkembangnya zaman terdapat salah satu istilah yang muncul dari Amerika Serikat, Eropa, Kanada, Australia bernama childfree pada awal tahun 1500-an. Istilah ini lalu berkembang hingga ke Indonesia pada tahun 2022.
Awal ramainya istilah ini datang dari salah satu influencer bernama Gita Savitri, secara terang-terangan ia mengatakan tidak ingin memiliki anak setelah menikah lantas hal itu ditentang oleh banyak pihak khususnya pasangan yang telah menikah. Tetapi pada kenyataanya praktik childfree ini telah dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya masyarakat di daerah perkotaan, banyak sekali pasangan suami istri yang memilih tidak memiliki anak dikarenakan masalah ekonomi dalam rumah tangga, repotnya mengurus anak setelah menikah, dan berpikir dapat mengganggu jalannya aktivitas dalam mencari nafkah.
Hal ini dapat berdampak bagi indonesia jika banyak dari warganya banyak melakukan program childfree setelah menikah. Penurunan pertumbuhan populasi merupakan salah satu dampak buruk bagi Indonesia. Dilansir dari Big Data BPS sebanyak 8% atau setara dengan 71 ribu masyarakat Indonesia melakukan program childfree, hal ini akan berimbas pada penurunan pertumbuhan populasi yaitu penurunan penduduk yang tajam mengakibatkan dapat mengancam kestabilan ekonomi dan sosial.
Beban ekonomi yang meningkat juga salah satu dampak negatif bagi Indonesia dengan masyarakatnya yang menerapkan program childfree dikarenakan berkurangnya tenaga kerja dengan usia produktif dan meningkatkan beban ekonomi pada generasi yang lebih muda, yang harus mendukung generasi yang lebih tua.
Tidak sampai disitu penurunan pendapatan dan lambatnya pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu penyebab dari dampak negatif childfree di Indonesia. Dengan penurunan jumlah penduduk, ada potensi untuk menghambat pertumbuhan ekonomi negara. Kurangnya pertumbuhan populasi dapat memiliki dampak pada pasar domestik, kegiatan perdagangan, dan peluang bisnis, yang pada akhirnya berisiko mengurangi pendapatan negara.
Perspektif Islam Mengenai Childfree di Indonesia
Indonesia adalah negara dengan jumlah penganut agama Islam peringkat nomor 1 di dunia dengan jumlah total 231.000.000 juta jiwa atau 86,7% persen penduduk Indonesia adalah muslim. Masyarakat Indonesia dengan kepercayaan agama Islam yang kuat pun menentang keras program childfree bagi pasangan yang telah menikah. Hal ini pun juga telah tertera pada salah satu ayat Al-Qur’an, Allah berfirman dalam penggalan surah an-Nahl ayat 72, yang artinya: "Dan Dia menjadikan untuk kalian melalui istri-istri kalian, berupa anak-anak dan cucu-cucu.". Pada ayat ini terlihat jika agama Islam menganjurkan umatnya untuk memiliki keturunan
Adapun tujuan agama Islam menganjurkan umatnya memiliki keturunan adalah agar umat Nabi Muhammad tidak habis dan keturunan tersebut dapat menjadi pelindung kedua orang tuanya dari api neraka. Hal ini pula terdapat pada salah satu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yaitu: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda :“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim).
Dalam hal ini agama Islam mendorong para pasangan yang telah menikah untuk memiliki anak agar dapat merasakan nikmatnya memiliki sebuah keturunan dan agar dapat menjaga kelangsungan manusia khususnya umat muslim.
Upaya Penanganan Childfree di Indonesia
Childfree bukanlah suatu program yang dapat dibenarkan tetapi pada kenyataan masih banyak sekali dari masyarakat Indonesia yang memilih program ini sebagai upaya penyelesaian mereka terhadap apa yang sedang terjadi dalam rumah tangga. Kurangnya edukasi pra-nikah dan pasca-nikah kepada pasangan yang telah menikah menjadikan tingkat childfree di Indonesia meningkat.
Dalam hal ini pemerintah seharusnya ikut serta dalam penanganan edukasi pra-nikah serta pasca-nikah agar tidak terjadi banyaknya program childfree pada pasangan yang telah menikah dengan melibatkan pihak Kementrian Agama RI dan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai penyalur pemberian edukasi tersebut.
Dalam menangani masalah childfree ini adalah pendidikan seks dan reproduksi serta dukungan psikologis. Dalam hal ini pendidikan seks dan reproduksi berguna sebagai pemahaman masyarakat seksualitas dan reproduksi melalui program pendidikan seks, ini termasuk kedalam informasi tentang kontrasepsi, perencanaan keluarga, dan dampak keputusan childfree.
Selanjutnya dukungan psikologis diperlukan bagi pasangan yang merasa tertekan atau kebingungan dalam mengambil keputusan untuk childfree. Konseling dan terapi dapat membantu pasangan dalam menjalani pernikahan yang sehat.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- DPRD Bontang Resmi Lantik Dua Anggota PAW Pengganti Agus Haris dan Aswar
- Pemerintah Alokasikan Rp 256 Triliun untuk Pembebasan PPN Kebutuhan Pokok
- Kukar Raih Juara Umum di Peparpeda I/2024, NPCI Kaltim Siapkan Atlet Menuju Peparpenas
- Fenomena Drone Misterius di AS, Trump Minta Segera Ditembak Jatuh
- Timnas Indonesia, Perjalanan Terjauh dan Tantangan Berat di Piala AFF 2024