Nasional
CISDI: Minuman Berpemanis Jadi Bom Waktu yang Bebani Anggaran Kesehatan

Kaltimtoday.co - Konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dinilai berpotensi menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat dan stabilitas anggaran kesehatan nasional di masa depan. Peringatan ini disampaikan oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) yang menyoroti dampak jangka panjang dari tingginya konsumsi gula dalam masyarakat.
Project Lead for Food Policy CISDI, Nida Adzilah Auliani, mengungkapkan bahwa konsumsi MBDK secara berlebihan meningkatkan risiko berbagai penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes, kanker, dan gangguan jantung.
“Dalam lima tahun terakhir, pembiayaan kesehatan naik hingga 43%. Tanpa pencegahan terhadap faktor risiko seperti obesitas, diabetes, dan hipertensi, beban anggaran akan semakin berat,” ujar Nida.
Ia menilai, situasi ini berpotensi menjadi “bom waktu” bagi pemerintah karena lonjakan biaya perawatan penyakit tidak menular (PTM) akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang.
MBDK mencakup berbagai jenis produk, mulai dari minuman cair, bubuk, hingga konsentrat, yang menggunakan pemanis tambahan, baik dari gula alami maupun buatan.
Data BPJS Kesehatan menunjukkan, pengeluaran untuk layanan primer dan rujukan pasien diabetes melonjak 29% dalam periode 2017–2019, dengan total pembiayaan mencapai Rp108 triliun pada 2019. Angka ini belum termasuk biaya pengobatan untuk penyakit kronis lain seperti hipertensi dan jantung.
“Jika tren konsumsi minuman berpemanis terus dibiarkan, pengeluaran negara untuk pembiayaan kesehatan bisa melonjak drastis,” kata Nida.
Sebagai langkah pencegahan, CISDI mendorong pemerintah untuk memberlakukan cukai pada MBDK dengan kenaikan tarif minimal 20%. Berdasarkan studi yang dilakukan CISDI, kebijakan cukai ini berpotensi menurunkan konsumsi MBDK hingga 18% serta mengurangi asupan gula masyarakat secara signifikan.
Nida menekankan bahwa penerapan cukai harus dibarengi dengan peta jalan (roadmap) kebijakan yang jelas agar tidak mudah dipengaruhi oleh industri dan bisa mendukung kebijakan pangan nasional yang lebih sehat dan berkelanjutan.
“Cukai MBDK tidak hanya untuk menekan konsumsi, tetapi juga untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat terhadap pola makan yang lebih sehat,” jelasnya.
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan peningkatan signifikan angka obesitas di Indonesia. Dalam kurun waktu dua dekade, proporsi penduduk obesitas meningkat dari 10,5% pada 2007 menjadi 36,8% pada 2023 — naik lebih dari tiga kali lipat.
Kondisi tersebut memperkuat urgensi penerapan cukai MBDK yang tengah digodok pemerintah bersama DPR RI. Kebijakan ini rencananya akan dilaksanakan tahun depan, meski besaran tarif masih dalam tahap pembahasan.
CISDI menilai bahwa regulasi fiskal melalui cukai bisa menjadi instrumen efektif untuk mengurangi konsumsi minuman berpemanis, sekaligus menekan beban pembiayaan kesehatan nasional.
“Kebijakan yang tepat dapat menyelamatkan anggaran negara sekaligus menekan angka penyakit tidak menular di masa depan,” tutup Nida.
[RWT]
Related Posts
- DPMD Kukar Tuntaskan Verifikasi Kelembagaan Masyarakat di Zona Hulu
- Tim Advokasi Unmul Minta Gakkum Kembali Tangkap Dua Pelaku yang Bebas dalam Praperadilan
- Rotasi Eselon II Pemprov Kaltim, Pengamat: Birokrasi Harus Netral, Tanpa Muatan Politik Praktis
- Dinsos Kaltim Pertimbangkan Lahan Pembangunan Sekolah Rakyat, Wilayah Bukit Biru Kukar Sudah Diusulkan
- BGN Pastikan Dapur MBG di Samarinda Kembali Aktif Usai Peningkatan SOP