Politik
Debat Pilkada Samarinda: Janji dan Komitmen Calon Wali Kota Atasi Covid-19
Kaltimtoday.co, Samarinda - Debat publik antar calon Wali Kota (Cawali) Samarinda berlangsung pada Minggu (18/10/2020) pukul 20.00 Wita di Crystal Grand Ballroom Hotel Mercure Samarinda. KPU Samarinda bekerja sama dengan TVRI menyiarkannya secara langsung. Dipandu oleh moderator I Made Kertayasa, debat kali ini dibagi menjadi beberapa segmen.
Awalnya, Made mempersilakan tiap calon wali kota untuk menyampaikan visi dan misi ketika terpilih selama 180 detik. Urutannya sudah ditentukan. Dimulai dari nomor urut 3, Zairin Zain yang kemudian disusul oleh nomor urut 2, Andi Harun, serta terakhir nomor urut 1 Muhammad Barkati.
Di segmen selanjutnya, mulai masuk ke beberapa pembahasan. Pertama adalah soal Covid-19 dan kesehatan. Made memegang 3 amplop yang dilengkapi huruf A, B, dan C. Zairin berkesempatan sebagai cawali pertama yang memilih amplop A. Made mengingatkan bahwa pertanyaan hanya akan dibacakan sekali dan durasi menjawab tiap cawali adalah 120 detik. Nampak amplop yang didalamnya berisi pertanyaan dari tim penyusun masih tersegel rapi.
“Wabah pandemi Covid-19 sudah berlangsung selama kurang lebih 7 bulan. Kasus di Samarinda meningkat tajam dan masuk sebagai zona merah. Tingkat kematiannya terbesar setelah Balikpapan. Langkah apa yang akan Anda lakukan untuk penanganan Covid-19? Berapa lama waktu yang dibutuhkan?” tanya Made.
Zairin menjawab bahwa penanganan Covid-19 atau dana untuk kesehatan mesti dialokasikan sebanyak 10 persen. Selain itu tak hanya dari pemerintah saja bergerak. Dana CSR dari perusahaan pun bisa membantu. Agar kemudian masyarakat bisa dideteksi dengan tes swab secara cepat hingga terbebas dari Covid-19. Sebab, biaya tes swab yang mencapai ratusan ribu hingga jutaan akan membebani. Masyarakat sudah kesulitan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Kemudian, penambahan fasilitas ruang isolasi juga salah satu upaya paslon nomor urut 3.
Andi pun menanggapi jawaban tersebut. Menurutnya sejak awal, presiden dan mendagri menyampaikan adanya program refocusing. Bukan hanya soal biaya, tapi harus ada strategi. Bersama Rusmadi Wongso, dia berkeinginan untuk membuat Samarinda Sehat dan Samarinda Pulih. Keduanya ingin ada langkah konkret yang terukur. Termasuk soal infrastruktur dan berimbangnya pemulihan ekonomi yang dibarengi dengan penanganan Covid-19.
“Tidak ada yang bisa didahulukan, harus berjalan paralel,” tegas Andi.
Amplop B dipilih Andi untuk dia jawab. Pertanyaannya seputar infrastruktur dan sistem kesehatan yang beberapa di antaranya tidak siap menghadapi Covid-19. Bahkan, sejauh ini Samarinda hanya punya rumah sakit daerah tipe C. Ke depannya, bukan tidak mungkin ada wabah serupa. Lantas, kebijakan seperti apa yang akan dilakukan untuk menghadapi infrastruktur dan sistem kesehatan ke depan.
Andi pun menjawab bahwa tugas pemimpin harus memperhitungkan semua risiko. Ada fakta dan realitanya kalau rumah sakit sangat terbatas, pun begitu dengan infrastruktur kesehatan. Memanfaatkan fasilitas publik akan ditempuh. Mulai penggunaan wisma atlet hingga hotel. Kemudian, akan dilakukan sinergi dan komunikasi bersama forum pimpinan daerah. Sebab pemerintah tidak bisa sendiri. Semua harus berbarengan melakukan upaya yang sangat masif dan menyiapkan infrastruktur kesehatan. Kedua cawali lain pun memberikan tanggapannya.
“Penanganan Covid-19 itu ada jangka pendek dan panjang. Belum tahu persis sampai kapan pandemi ini berlangsung. Ada prioritas utama dalam penanganan Covid-19 untuk jangka pendek. Harus ada program terobosan. Mulai fasilitas kesehatan dan infrastruktur. Menurut Zairin dan Sarwono, jangka panjang dan pendek harus sama-sama dilakukan. Kalau tidak, nanti kita akan kewalahan dan kasihan masyarakat tidak tertampung,” ungkap Zairin.
“Menghadapi Covid-19 perlu ada kebersamaan antara swasta, pemerintah, dan masyarakat. Kalau tidak ya itu tidak akan berhasil. Pemerintah harus tetap jadi pemimpin dan mengambil peran lebih besar. Jangan gampang menghindar dari tanggung jawab. Kalau infrastruktur sudah disiapkan dalam jangka panjang, kita bisa hadapi itu. Sehingga tidak meminjam dan tidak kalang kabut lagi,” Barkati menimpali.
Amplop terakhir yakni C jadi milik Barkati. Made mulai membacakan isinya. Dia menyampaikan bahwa Pasal 71 Ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mewajibkan pemerintah kabupaten dan kota untuk menganggarkan minimal 10 persen APBD di luar gaji.
“Apa komitmen dan strategi Anda untuk memenuhi kewajiban itu? Di mana ada defisit anggaran karena Covid-19,” tanya Made.
“Bicara anggaran ya bicara duit. Bicara program juga bicara duit. Bicara duit pasti bicara aturan. Kalau melanggar aturan pasti bermasalah. Kita akan selalu bekerja sesuai aturan. Kalau aturan harus 10 persen ya tidak mungkin dikurangi, apalagi ada di UU. Kalau UU dilanggar jadi masalah,” tegas Barkati.
Andi pun menanggapi bahwa sudah tepat kalau harus mengalokasikan anggaran sesuai tuntutan UU sebesar 10 persen. Namun, dia meyakini bahwa APBD pada 2021 mendatang, anggaran di bidang kesehatan bisa dipastikan melebihi 10 persen. Sebab masih akan fokus pada pola basis program pembangunan yang berbasis Covid-19. Tidak hanya Dinas Kesehatan (Dinkes) tapi dinas lain pun harus punya program yang bermuara pada Covid-19 dan pemulihan ekonomi dalam massa relaksasi dan pasca Covid-19. Menurut info yang dia dapat, Rp 80 miliar akan dicanangkan. Mengartikan besarnya anggaran dan perlu konsentrasi ke sana.
Terakhir ada tanggapan dari Zairin. Menurutnya, walau ada defisit anggaran tetap saja 10 persen itu tidak bisa dikurangi. Sektor kesehatan adalah sektor unggulan dan dari 10 persen itu harus ditambah.
“Kita rencanakan kegiatan yang bisa memanfaatkan dana itu. Jangan sampai dana 10 persen tapi tidak dimanfaatkan. Itu diatur di UU agar tidak diganggu gugat soal kesehatan. Kalau perlu itu ditambah karena Covid-19,” pungkas Zairin.
[YMD | TOS]