Kaltim
Demo Hari Tani, Aktivis Nilai Isran-Hadi Belum Wujudkan Kedaulatan Pangan
Kaltimtoday.co, Samarinda - Sejumlah petani dan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Kaltim Melawan (AKM) menuntut Pemprov Kaltim di bawah Isran-Hadi segera mengalokasikan dan menetapkan Peruntukkan Kawasan Budi Daya Tanaman Pangan dan Hortikultura minimal sebesar 25% dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaltim pada 2021.
Mereka menuntut pemerintah memberikan tanah, modal dan teknologi untuk petani seluas-luasnya, serta menjalankan reforma agraria sejati sesuai mandat UU Pokok Agraria.
Demikian pendapat sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergabung dalam Aliansi Kaltim Melawan (AKM) yang disampaikan saat memperingati Hari Tani Nasional, Kamis (14/09/2020) di depan kantor Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kaltim, Jalan Basuki Rahmat.
Menurut AKM, kepada Kaltimtoday.co, kondisi dan situasi yang dihadapi petani di Indonesia pada umumnya dan khususnya Kaltim saat ini tidak menggembirakan. Petani semakin kesulitan mempertahankan hak-haknya. Sejumlah persoalan yang dihadapi petani adalah buah dari salah urus kebijakan rezim Jokowi dan Ma’ruf Amin serta rezim sebelumnya.
Fakta bahwa defisit pangan yang terjadi di Kaltim hingga melebihi minus 160 ribu ton beras pada 2018 adalah bentuk kegagalan penyelenggara negara menjamin kelangsungan konsumsi dan produksi 3,5 juta masyarakat Kaltim.
Koordinator AKM, Buyung Marajo dari LSM Pokja 30 Kaltim dan Pradarma Rupang dari Jatam Kaltim menegaskan, kebijakan pemerintah tak pernah bisa menjawab dengan tuntas keresahan dan tangis petani Indonesia.
“Ragam krisis yang diderita petani Indonesia antara lain kriminalisasi, kekerasan, pengrusakan lingkungan, penyerobotan dan perampasan tanah, hingga hilangnya sumber air semakin membuat petani kian termiskinkan,” ujar keduanya.
Padahal, kata Buyung dan Rupang, sejak dahulu, para petani adalah garda terdepan ketahanan pangan di negeri ini dan itu dibuktikan masa pandemi virus Covid 19 saat ini, yang mampu bertahan adalah daerah-daerah penghasil pangan.
Tapi pada kenyataannya para petani inilah yang selama ini tidak pernah mendapat perlindungan dan dukungan apalagi kehadiran negara. Dimana wilayah kelolanya yang selalu dihadapkan dengan berbagai bentuk perampasan tanah, kriminalisasi dan penghancuran lingkungan hidup demi kepentingan investasi ekstraktif yang bertopeng kesejahteraan semu.
“Alih-alih memperkuat posisi petani, malah sebaliknya pemerintah dalam membuat regulasi semakin melemahkan dan menghilangkan hak-hak petani dengan membuat RUU Sapu Jagat atau Omnibus Law yang tinggal menghitung hari untuk disahkan,” pungkasnya.
[TOS]