Gaya Hidup
Derita Pasien Long Covid Kian Terlihat, Tapi Masih Sering Diabaikan

Kaltimtoday.co - Gejala fisik yang tidak kunjung membaik, perasaan tidak didengar, dan stigma sosial masih menjadi realitas pahit bagi banyak pasien long Covid. Meskipun kondisi ini telah diakui secara medis, perjuangan para penderita dalam mendapatkan pengakuan dan perawatan yang layak terus berlanjut.
Sebuah studi yang dipublikasikan baru-baru ini oleh psikolog klinis Saara Petker dan Profesor Jane Ogden dari University of Surrey menyoroti betapa kompleksnya pengalaman pasien long Covid. Dalam penelitian tersebut, mereka mewawancarai 14 orang dewasa di Inggris yang mengalami gejala long Covid selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, tanpa kepastian medis yang memuaskan.
Dari hasil wawancara terungkap bahwa sebagian besar peserta hidup dalam ketidakpastian yang berkepanjangan. Mereka tidak hanya harus menghadapi kelelahan ekstrem, sesak napas, atau kabut otak yang mengganggu aktivitas harian, tetapi juga krisis kepercayaan terhadap tenaga medis dan bahkan terhadap tubuh mereka sendiri.
“Para peserta berulang kali menyampaikan bahwa mereka merasa tidak didengarkan, baik oleh dokter maupun lingkungan sekitar,” ujar Petker, dikutip dari IFL Science, Jumat (28/3/2025).
Banyak dari mereka yang merasa frustrasi karena diagnosis yang tak kunjung jelas, sementara sebagian lainnya mengaku harus mencari informasi medis sendiri untuk memahami kondisi yang mereka alami.
Ironisnya, ketika dukungan psikologis atau obat antidepresan ditawarkan sebagai salah satu bentuk penanganan, beberapa pasien justru menolaknya. Mereka khawatir hal itu akan memperkuat anggapan bahwa penyakit mereka hanya bersifat mental. Padahal, yang mereka butuhkan adalah pengakuan bahwa gejala fisik yang mereka alami itu nyata dan serius.
Studi ini mencatat bahwa untuk meningkatkan kualitas penanganan long Covid, tenaga medis perlu mengubah pendekatan. Alih-alih langsung memberikan terapi psikologis sebagai solusi utama, pasien seharusnya diberikan dukungan medis yang menyeluruh, yang mencakup pemahaman mendalam terhadap gejala fisik sekaligus pendampingan mental sebagai pendukung, bukan pengganti.
Perjuangan pasien long Covid tidak hanya terletak pada pemulihan fisik, tetapi juga dalam membangun kembali kepercayaan terhadap sistem kesehatan. Jika para dokter dan tenaga medis bersedia mendengar lebih banyak, mengakui keluhan pasien tanpa menghakimi, dan membuka ruang diskusi yang lebih manusiawi, maka proses penyembuhan bisa dimulai dari sana.
Organisasi seperti Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) melalui laman edukatif pafidairikab.org juga menekankan pentingnya pendekatan empatik dalam merespons gejala-gejala kompleks yang dialami pasien long Covid. Informasi seputar pengobatan berbasis bukti, edukasi publik, dan kolaborasi antar tenaga kesehatan menjadi kunci dalam meningkatkan kesadaran dan kualitas layanan.
Di tengah ketidakpastian yang masih menyelimuti pemahaman medis tentang long Covid, hal paling sederhana yang bisa diberikan kepada para pasien adalah kepercayaan bahwa mereka sungguh-sungguh sakit—dan bahwa perjuangan mereka itu nyata.
[TOS]
Related Posts
- Benarkah Blewah Bisa Bantu Turunkan Kolesterol? Ini Penjelasan Ahlinya
- Pakar IDAI: Anak Sebaiknya Dilarang Mandi Hujan, Risiko Kesehatan di Musim Pancaroba Tinggi
- Slow Jogging, Solusi Ringan Pulihkan Kebugaran Usai Lebaran
- Cacing Raksasa Dikeluarkan dari Usus Anak di Jember, Jadi Peringatan Serius Soal Sanitasi
- Vaksin Herpes Zoster Berpotensi Kurangi Risiko Demensia, Studi: Efektif Hingga 20 Persen