Daerah

Disdag Awasi Ketat Pasokan Beras Samarinda, Bantah Peredaran Produk Oplosan

Kaltim Today
17 Juli 2025 16:23
Disdag Awasi Ketat Pasokan Beras Samarinda, Bantah Peredaran Produk Oplosan
Ilustrasi stok beras yang dijual di Samarinda. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Pemerintah pusat baru-baru ini mengungkap adanya praktik curang dalam peredaran beras nasional. Sebanyak 212 merek beras dilaporkan bermasalah, dengan dugaan adanya pengoplosan antara beras medium dan premium, serta pelanggaran takaran yang merugikan konsumen. Kasus ini bahkan telah dilaporkan Menteri Pertanian kepada Kapolri dan Kejaksaan Agung karena dinilai merusak stabilitas harga dan daya beli masyarakat. 

Di tengah isu nasional tersebut, Dinas Perdagangan (Disdag) Samarinda turut menanggapi kabar yang viral di media sosial terkait dugaan beras oplosan hingga isu beras berbahan plastik yang disebut beredar di pasar lokal. Kepala Disdag Samarinda, Nurrahmani, membantah keras klaim tersebut dan menyebutnya sebagai isu yang tak berdasar. 

“Kalau bikin beras dari plastik, coba dihitung saja. Biaya produksinya lebih mahal, alatnya pun khusus, distribusinya pasti ketahuan. Dari dulu juga ada yang bilang telur plastik, beras plastik, tapi sampai sekarang tidak pernah ada bukti fisiknya. Itu hanya isu lama yang diputar ulang,” tegasnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Menurut Nurrahmani, sebagian besar pasokan beras Samarinda berasal dari luar daerah, seperti Sulawesi dan Jawa, mengingat produksi lokal belum mencukupi. Penyalurannya pun dilakukan oleh distributor resmi yang berada di bawah pengawasan ketat.

Setiap pasar di Samarinda, lanjutnya, telah ditempatkan petugas pemantau yang setiap hari melaporkan perkembangan harga dan stok pangan, termasuk beras, cabai, ikan, dan komoditas pokok lainnya.

Disdag juga bekerja sama dengan instansi terkait seperti Bea Cukai dan Kepolisian dalam mengawasi peredaran barang antarpulau. Ia memastikan, hingga saat ini tidak ditemukan adanya indikasi peredaran beras oplosan atau barang ilegal di pasar tradisional Samarinda.

“Kalau memang ada laporan yang kuat, kami akan turun. Tapi jangan sampai gegabah. Tindakan besar tanpa dasar justru bisa menimbulkan kepanikan,” ujarnya.

Nurrahmani pun mengajak masyarakat untuk lebih kritis dan tidak mudah mempercayai informasi hoaks, khususnya yang menyangkut bahan pangan. Ia menilai, penyebaran informasi yang tidak akurat justru berisiko menimbulkan keresahan sosial.

Di sisi lain, Disdag bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) juga rutin melakukan pemantauan langsung terhadap distribusi dan harga beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) dari Bulog. Harga eceran tertinggi (HET) beras SPHP masih bertahan di angka Rp10.900 per kilogram, atau sekitar Rp54.500 hingga Rp65.000 per lima kilogram.

“Beras SPHP kualitasnya bagus dan harganya jauh lebih terjangkau dibandingkan beras premium yang bisa sampai Rp75 ribu. Saya pribadi juga pakai beras itu di rumah,” tutup Nurrahmani.

[NKH | RWT]



Berita Lainnya