Advertorial

Dituding Kaburkan Jadwal Sidang Perkara Tanah di Desa Telemow, JPU Berikan Keterangan dan Tegaskan Kewenangan Hakim

Fitriwahyuningsih — Kaltim Today 21 Maret 2025 19:17
Dituding Kaburkan Jadwal Sidang Perkara Tanah di Desa Telemow, JPU Berikan Keterangan dan Tegaskan Kewenangan Hakim
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Perkara Pengancaman dan Pelanggaran Mengenai Tanah, Tanaman, dan Pekarangan, Imam Cahyono saat ditemui di kantornya. (Dok Kaltimtoday)

PENAJAM, Kaltimtoday.co - Perkara sengketa tanah di Desa Telemow dengan PT ITCHI KU terus berlanjut dengan berbagai dinamika di dalam dan luar persidangan. Setelah sebelumnya muncul dugaan adanya pengaburan jadwal sidang yang disampaikan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya memberikan klarifikasi terkait kewenangan penetapan jadwal tersebut.

JPU dalam perkara ini, Imam Cahyono, menegaskan bahwa tidak ada upaya dari pihaknya untuk menyulitkan penasihat hukum terdakwa dalam mengakses informasi mengenai jadwal sidang. Menurutnya, kewenangan penetapan jadwal sepenuhnya berada di tangan majelis hakim, dan jaksa hanya bertindak sebagai pihak yang mengikuti ketetapan yang sudah ditentukan oleh pengadilan.

“Pada intinya di pemberitaan kemarin kan PH menyampaikan ada indikasi terkait penyimpangsiuran jadwal sidang, di situ juga dikatakan narasinya ada poin yang menyalahkan kita juga, (karena) kita tidak memberikan informasi ke PH terkait jadwal sidang,” kata Imam Cahyono saat ditemui dikantornya, Jumat (21/3/2025).

Ia menjelaskan bahwa segala ketetapan mengenai jadwal sidang merupakan hasil keputusan majelis hakim, bukan dari JPU. Pihaknya hanya menerima surat penetapan dari PN dan mengikuti proses hukum sebagaimana mestinya.

“Terkait dengan hal itu, kita sama sekali tidak ada upaya atau tindakan apapun untuk kemudian mengaburkan jadwal sidang ini. Sebenarnya kan jadwal sidang itu kewenangan dari majelis hakim, kapan mau sidang dan menetapkan tanggal sidang itu kan kewenangan majelis hakim. Kita pun juga mengikuti apa yang kemudian ditetapkan oleh majelis hakim,” tegasnya.

Imam menambahkan bahwa secara prosedural, pemberitahuan mengenai jadwal sidang akan dikirimkan oleh PN kepada masing-masing pihak terkait, termasuk kepada JPU dan penasihat hukum yang telah terdaftar dalam perkara tersebut.

“Penetapan itu (jadwal sidang) akan disampaikan ke masing-masing pihak, ke JPU pun untuk jadwal sidang maupun ke tim PH. Faktanya di persidangan, PH dari tersangka Saparudin (Aco) itu belum melakukan pendaftaran surat kuasa di PN,” ujarnya.

Menurutnya, status administrasi ini berdampak pada penyampaian informasi. Majelis hakim tidak dapat mengirimkan penetapan sidang kepada pihak yang belum secara resmi terdaftar dalam perkara. Akibatnya, informasi sidang tidak sampai kepada penasihat hukum yang belum menyelesaikan pendaftaran kuasa hukumnya.

“Jadi, majelis hakim tidak bisa mengirimkan penetapan ke PH, jadi menetapkannya ke kita dan kita selaku JPU tidak ada kewenangan untuk menghadiri PH di persidangan, karena itu posisinya kewenangan PN yang mengeluarkan penetapan sama terdakwa yang memberitahu untuk kapan jadwal sidangnya, bukan kami selaku JPU,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa JPU juga tidak memiliki peran dalam proses penyampaian jadwal sidang kepada penasihat hukum terdakwa, karena mekanisme tersebut merupakan tanggung jawab majelis hakim.

“Jadi PN yang menetapkan jadwal sidang dan PN juga lah yang punya kewenangan dan kewajiban untuk memberikan informasi ke kami. Kami pun juga enggak tahu kapan jadwal sidang, makanya PN melalui suratnya meneruskan ke kami penetapan tanggal sidang diteruskan ke kami para pihak, maupun ke terdakwa dan PH,” terang Imam.

Selain itu, Imam juga menyoroti bahwa ada perbedaan perlakuan terhadap para terdakwa dalam kasus ini, tergantung pada status administrasi kuasa hukumnya.

“Tapi karena ternyata PH dari Saparudin ini belum mendaftarkan surat kuasa ke PN jadi tidak termasuk ke dalam para pihak di situ juga kan, sehingga PN tidak mengirimkan jadwal sidang. Kalaupun toh kami mendapatkan penetapan terkait jadwal sidang, itupun juga kami para pihak, kami juga enggak ada kewajiban juga memberitahukan ke PH terdakwa terkait tanggal sidang karena kami juga termasuk para pihak,” ungkapnya.

Namun, Imam mengaku tetap berupaya memastikan penasihat hukum mendapat informasi mengenai jadwal sidang. Ia bahkan menginisiasi pemberitahuan secara langsung kepada tim penasihat hukum terdakwa.

“Saya pribadi saat tim PH terdakwa Saparudin itu hadir ke kantor (Kejari PPU) untuk melakukan permohonan penangguhan pada Selasa kemarin, saya selaku JPU-nya langsung punya inisiatif dan bertanya ke Kasi Intel bolehkah saya beritahukan bahwa ada jadwal sidang hari Kamis, akhirnya saya sampaikan ke Pak Fathul, ‘saya ingin memberitahukan bahwa sidangnya hari Kamis, jadi kalau bisa hari Kamis itu hadir’. Berarti kan kalau ada kata-kata pengaburan jadwal sidang, kayaknya kita sudah optimal deh pemberitahuannya,” katanya.

Imam juga menyebut bahwa meskipun tidak semua penasihat hukum mendapat pemberitahuan dari JPU, terdakwa lain dalam perkara ini tetap bisa menghadiri sidang sesuai jadwal karena telah menyelesaikan administrasi kuasanya di PN lebih awal.

“Nah, sedangkan untuk terdakwa Sadin, kita tidak memberitahukan tetapi dia mendapatkan penetapan akhirnya hadir karena dia sudah melakuakan pendaftaran (kuasa) sebelumnya,” tambahnya.

Lebih jauh, Imam menjelaskan bahwa dalam sistem peradilan, pemberitahuan sidang secara tertulis memang merupakan tanggung jawab majelis hakim, bukan jaksa. Oleh karena itu, apabila sebuah tim penasihat hukum belum mendaftarkan kuasanya secara resmi, pengadilan tidak dapat menyertakan mereka dalam daftar penerima pemberitahuan.

“Kalau (pemberitahuan sidang) tertulisnya itu kewenangan hakim karena yang mengeluarkan hari sidang, jadwal sidang, ataupun penundaan itu dikeluarkan penetapan. Nah penetapannya ini itu tidak sampai ke pihaknya PH karena memang belum melakukan pendaftaran (kuasa),” pungkasnya.

JPU menegaskan bahwa tidak ada niatan untuk mengaburkan jadwal sidang, melainkan semua proses telah dijalankan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

[TOS]



Berita Lainnya