Figur

Hampir Menyerah Akibat Skripsi, Nur Helida Kartika yang Lulus Sarjana di Tahun ke-7, Berhasil Raih S2 di Australia

Kaltim Today
25 Februari 2023 14:32
Hampir Menyerah Akibat Skripsi, Nur Helida Kartika yang Lulus Sarjana di Tahun ke-7, Berhasil Raih S2 di Australia
Nur Helida Kartika yang berhasil meraih beasiswa The Australia Awards Split Site Master’s Program. (Shiba/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - “Oh Adelaide, kapan ya aku bisa ke sana?”, kalimat tersebut sempat diunggah oleh Nur Helida Kartika sebagai status di akun Facebook-nya pada 2012 silam. Tak disangka pada 2022, perempuan yang akrab disapa Tika itu akhirnya menginjakkan kaki di Adelaide, Australia Selatan.

Tika berhasil meraih The Australia Awards Split Site Master’s Program (SSMP). Sebuah program beasiswa master dual degree, merupakan kerja sama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim dan Australia Awards Indonesia (AAI).

Sebelum bertandang ke Australia, Tika mengenyam pendidikan magister terlebih dahulu selama 1 tahun di Program Magister Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Mulawarman (Unmul). Kemudian 1 tahun berikutnya, dia lanjut berkuliah di University of Adelaide.

Persiapan untuk mengikuti beasiswa tersebut sudah dia lakukan sejak 2018. Mulai mengikuti TOEFL ITP hingga mengurus Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Pada 2019, Tika akhirnya mendaftarkan diri.

Setelah melalui berbagai tahapan seleksi panjang, Tika dinyatakan lulus. Seharusnya, dia berangkat pada 2021. Namun akibat pandemi Covid-19, keberangkatan itu ditunda dan baru bisa terlaksana pada 2022. 

“Enggak pernah terbayang bisa ke luar negeri,” ungkap Tika kepada Kaltimtoday.co, Kamis (23/2/2023).

Awalnya, Australia bukanlah negara pertama yang ingin dikunjungi Tika. Perempuan kelahiran 1992 ini rupanya juga menaruh ketertarikan dengan Jepang. Semasa SMA, Tika mulai masif belajar bahasa Jepang hingga berhasil mengikuti Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths (JENESYS) pada 2008. 

“Saya banyak baca buku dan akhirnya terpengaruh dengan budaya Jepang. Malah penginnya lebih ke Jepang,” sambung Tika tertawa kecil.

Sebelum melepas seragam putih abu-abu, Tika sebenarnya sempat berencana melanjutkan kuliah di program studi (prodi) yang berkaitan dengan bahasa Jepang. Namun, niat itu diurungkannya karena tak mengantongi izin orangtua untuk berkuliah di luar Kaltim. Mengingat, di Kaltim tidak ada kampus yang menyediakan prodi bahasa Jepang.

“Kebetulan keterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unmul, Prodi Pendidikan Bahasa Inggris. Kenapa jadi guru? Panggilan hati ya. Saya melihatnya, jadi guru itu cocok buat saya,” ungkap alumnus SMA 2 Samarinda itu. 

Kendati demikian, ketertarikan Tika terhadap bahasa Inggris sebenarnya sudah mengakar sejak dia duduk di bangku SD. Saat itu, dia bertemu dengan guru yang cara mengajarnya membuat Tika lebih mudah memahami bahasa Inggris dengan baik.

“Saya waktu itu bertemu dengan guru bahasa Inggris yang oke banget. Akhirnya, kenapa enggak coba didalami saja,” ujarnya lagi. 

Di lain sisi, Tika punya pengalaman yang kurang mengenakkan dengan mata pelajaran matematika. Seingat Tika, guru matematikanya saat SD sangat galak dan dia acap kali diminta berdiri di depan kelas karena mendapat nilai yang tak memuaskan. 

 

“Saat SD, takut banget dengan matematika. Gurunya kan killer, jadi saya suka dipajang kalau dapat 0. Jadi, ilmu matematikanya agak mentul sedikit, kalau bahasa Inggris malah enggak,” ucap Tika kembali tertawa mengingat masa kecilnya itu.

Sebelum meraih gelar magister, sudah tentu perjuangan Tika juga tak main-main demi meraih gelar sarjana. Tika merasa selama semester-semester awalnya sebagai mahasiswa S1 sangatlah menarik. Dia aktif di organisasi hingga bertemu teman baru.

Namun kilas balik pada masa itu, membuat Tika sedikit menghela napas. Titik terendah kehidupannya sempat dia rasakan ketika harus berjibaku dengan skripsi. 

“Saya masuk S1 itu 2010. Seharusnya 2014 sudah bisa lulus, Tapi ternyata baru bisa lulus 2017. Kuliah S1-nya 7 tahun,” ucap Tika yang sehari-harinya bekerja sebagai freelance teacher dan tutor TOEFL itu.

Selama tak menyentuh skripsinya, bukan berarti Tika hanya berdiam diri. Dia tetap menyibukkan diri dengan mengajar les privat bahasa Inggris dan bahasa Jepang, ikut study tour, hingga jadi penerjemah lepas. 

“Akhirnya kan waktu itu jadi punya uang sendiri, bisa bayar uang kuliah sendiri. Tapi karena mepet, mau tidak mau skripsinya harus diselesaikan. Alhamdulillah, saat itu ada support system dari keluarga dan teman,” ujar anak pertama dari 3 bersaudara itu.

Nur Helida Kartika saat menerima undangan redaksi Kaltimtoday.co untuk sesi wawancara.
Nur Helida Kartika saat menerima undangan redaksi Kaltimtoday.co untuk sesi wawancara. (Shiba/Kaltimtoday.co)

Tika yang resmi lulus sarjana pada 2017 sempat merasa pendidikannya cukup sampai S1 saja. Selanjutnya dia hanya ingin fokus bekerja. Tapi, rutinitas yang monoton juga membuatnya merasa kurang. Sampai akhirnya, ketika ada tawaran beasiswa master dual degree itu diambil oleh Tika. 

“Rasa minder sempat ada saat melamar beasiswa. Tapi saya orangnya tahu kualitas diri saya. Jadi standarnya orang lain, bukan standar saya,” tambahnya lagi.

Sebelum menjatuhkan hati ke Australia, Tika juga sempat berkeinginan untuk lanjut studi ke Amerika Serikat. Bahkan dirinya sudah pernah mengumpulkan berkas demi mendaftar beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

“Tapi enggak kesampaian, enggak sempat daftar. Berkas untuk LPDP sudah sempat dikumpulkan tapi enggak pernah dieksekusi,” bebernya. 

Setibanya penerima beasiswa The Australia Awards Split Site Master’s Program itu di Adelaide, Tika sama sekali tak memasang ekspektasi apapun. Namun di luar dugaannya, warga lokal di sana sangat ramah. Mencari makanan yang cocok di lidah juga bukan perkara sulit. 

Tika mengakui sangat menikmati kehidupannya selama 1 tahun di Adelaide. Bahkan, Tika menilai, perkuliahan di Australia cenderung santai tapi tetap serius. Ketika mahasiswa di Australia perlu mengambil riset, tidak ada tahapan seperti seminar proposal, seminar hasil, hingga ujian pendadaran sebagaimana lazimnya perguruan tinggi di Indonesia.

“Saya merasa, enggak semua orang di Kaltim bisa dapat kesempatan seperti saya. Walau sejak awal pihak beasiswa tidak ada mengharuskan kontribusi yang spesifik, saya merasa harus ada yang saya lakukan sebagai bentuk kontribusi,” ucap perempuan berkacamata itu. 

Sesampainya di Samarinda, Tika ada menjalankan sebuah program yakni speaking class secara daring. Tujuannya untuk melatih kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris bagi mahasiswa dan ibu rumah tangga (IRT). Pesertanya tersebar dari berbagai pulau di Indonesia.  

“Ini programnya sedang berjalan. 28 Februari nanti sudah selesai. Kalau mau dilanjutkan, kemungkinan ada. Masih didiskusikan dengan teman apakah mau dilanjut atau tidak,” ungkap Tika. 

Bicara soal karier, Tika konsisten masih ingin menjadi guru di Samarinda. Dia belum ada bayangan jika harus mengubah jalan kariernya. Namun yang pasti, Tika berniat untuk membentuk sebuah lembaga yang melayani tes TOEFL dan IELTS.

“Saya mau buat lembaga untuk tes TOEFL dan IELTS itu yang biayanya tidak terlalu mahal. Stigma seperti itu kan selalu ada, bahwa kuliah ke luar negeri itu biaya tes bahasa Inggrisnya mahal. Ini sedang didiskusikan dengan teman juga,” jelas Tika.  

Jadi Guru Itu Jangan Marah Jika Dikoreksi Murid

Berbagai karakter murid sudah pernah dihadapi Tika. Menurutnya, mengajar bahasa Inggris untuk usia berapa pun sangatlah menantang. Namun, tantangan terbesar tentu ketika mengajar anak-anak yang masih berusia SD.

“Sebab kalau mengajar siswa SD, pedagoginya itu harus bagus banget. Sekaligus harus tahu psikologi anak-anak,” tambah Tika.

Selama mengajar, Tika harus memastikan terlebih dahulu bahwa dia mengenali murid-muridnya dengan baik. Sekaligus tak malu bertanya kepada guru-guru senior. Sebagai guru, Tika juga menegaskan bahwa jangan sampai malas mencari informasi untuk pengembangan diri.

“Satu lagi, jangan marah kalau dikoreksi sama murid. Itu budaya yang sangat kuat di Indonesia di mana yang muda enggak boleh mengkritik yang tua,” sambungnya. 

Sebagai guru, Tika melihat masih banyak yang harus diperbaiki dari sisi pengembangan bahasa Inggris di Kaltim agar biayanya bisa lebih terjangkau. Tika memberi contoh seperti lembaga tes IELTS yang masih sedikit. Sehingga, mereka yang tes harus menggunakan layanan dari lembaga yang ada di Pulau Jawa. Biayanya juga tergolong mahal dan prosesnya memakan waktu cukup lama.

“Penguji yang bersertifikasi itu enggak banyak dan kebanyakan dari mereka berdomisili di Jakarta. Jadi ketika harus menguji IELTS di Kaltim, itu kan menambah biaya. Mahalnya di situ,” jelasnya lagi.

Tika pun cukup menyayangkan lingkungan di Indonesia yang akhirnya membentuk stigma bahwa belajar Inggris dianggap “Sok Inggris” atau “Sok Gaul.” Menurut dia, hal itu justru menghambat orang-orang yang ada keinginan serius untuk belajar bahasa Inggris lebih jauh. 

“Berangkat dari fenomena itulah, akhirnya saya membentuk speaking class. Judgement orang Indonesia itu sangat luar biasa ketika kita belajar bahasa Inggris daripada penutur asli. Di Australia, tidak pernah sekalipun saya didikte kalau ngomongnya salah,” tegas Tika.

Terlepas dari itu semua, Tika sangat menikmati profesinya saat ini. Terlebih ketika ada muridnya yang berhasil memenangkan suatu lomba. Tika merasa ada kepuasan tersendiri saat berhasil mendidik anak muridnya. Sebab selama sekolah, dia tak pernah memenangkan lomba apapun. 

“Jadi saya selalu senang kalau murid saya menang lomba, akhirnya saya bisa naik panggung. Itu rasa senangnya enggak bisa dibeli,” ujar Tika antusias. 

Ditanya soal dukanya sebagai guru, Tika tak memungkiri terkadang dia merasa kurang dihargai. Di sisi lain, kesejahteraan para guru juga dinilai masih kurang. 

“Guru ini berhubungan dengan manusia, bukan dengan setumpuk kertas. Manusia itu banyak tipe dan karakternya. Ketika ada karakter yang berbeda itu bertemu, pasti ada kesalahpahaman. Kadang merasa kurang dihargai saja,” tandasnya. 

Biodata

Nur Helida Kartika, S.Pd., Gr

Lahir 1992

Pendidikan:

  • Universitas Mulawarman – S1 Pendidikan Bahasa Inggris (2010-2017)
  • Universitas Mulawarman – Program Profesi Guru (PPG) (2019)
  • Universitas Mulawarman – S2 Pendidikan Bahasa Inggris (2019)
  • The University of Adelaide – Master of Education (2022)

Pengalaman Mengajar:

  • SMP YPS (2014-2016)
  • SMA Budi Bakti (2017-2019)

Prestasi:

  • AFS - Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths (JENESYS) (2008)
  • United States Embassy Camp Soar (2019)

  • Australia Awards – Disdikbud Kaltim Dual Degree Scholarship (2022) 

[YMD | TOS]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Related Posts


Berita Lainnya