Kaltim
Hari Anti Korupsi 2024: Komite HAM Dalam 30 Hari Soroti Politik Dinasti dan Tingginya Korupsi
SAMARINDA, Kaltimtoday.co - Memperingati Hari Anti Korupsi Internasional 2024, Komite HAM Dalam 30 Hari menggelar aksi cosplay simbolik di depan kantor Gubernur Kaltim, Senin (9/12/2024). Aksi ini menyoroti tujuh institusi yang dianggap paling rawan korupsi di Indonesia, yakni presiden dan menteri, polisi, pembisnis, advokat, kepala daerah, pejabat pemerintah, serta anggota DPR dan DPD.
Dalam aksi tersebut, para peserta mengenakan kostum yang merepresentasikan institusi yang disorot, dengan pesan kuat untuk mendorong reformasi sistemik. “Korupsi telah menjadi kanker stadium akhir yang merusak demokrasi dan masa depan bangsa,” tegas Diah, Humas Komite HAM Dalam 30 Hari.
Salah satu isu yang menjadi perhatian dalam peringatan ini adalah tingginya angka golput pada Pilkada Serentak 2024. Berdasarkan data LSI Denny JA, angka golput di tujuh provinsi besar Indonesia mencapai rata-rata 37,63 persen, meningkat 6,23 persen dibandingkan Pilkada 2019.
“Golput ini adalah bentuk protes diam dari masyarakat yang semakin kehilangan kepercayaan terhadap para calon pemimpin. Pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi kini berubah menjadi arena pesta kecil bagi kelompok elite, sementara masyarakat tetap menderita,” ungkap Diah.
Tingginya angka golput ini juga dikaitkan dengan tren politik dinasti yang kian menguat. Berdasarkan penelitian ICW, 33 dari 37 provinsi di Indonesia terafiliasi dengan politik dinasti. Kekuasaan yang dikelola oleh lingkaran keluarga ini memicu peningkatan praktik kolusi dan nepotisme, yang pada akhirnya berdampak pada tingginya angka korupsi.
Data ICW menunjukkan bahwa dalam Pilkada Serentak 2024, sedikitnya 138 kandidat terkait dengan kasus korupsi, baik sebagai tersangka, terdakwa, maupun terpidana. Dalam kurun waktu 2004-2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap 196 kepala daerah. Fenomena ini menunjukkan lemahnya komitmen terhadap pemerintahan yang bersih.
Komite HAM Dalam 30 Hari juga menyoroti biaya politik yang semakin tinggi sebagai salah satu akar masalah. “Biaya politik yang besar sering kali didanai oleh aktivitas ilegal seperti tambang ilegal, baik yang tak berizin maupun yang izinnya diperoleh melalui praktik suap. Hal ini semakin memperburuk kondisi demokrasi kita,” tambah Diah.
Aksi cosplay ini bertujuan untuk menyuarakan mosi tidak percaya terhadap institusi-institusi yang dinilai paling sering terlibat dalam praktik korupsi. Pesan kuat yang disampaikan adalah ajakan kepada masyarakat untuk terus mengawasi dan menuntut reformasi dari pemerintah dan lembaga negara.
“Korupsi tidak hanya merusak sendi-sendi demokrasi, tetapi juga membuat solusi pembangunan berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim menjadi narasi kosong belaka,” tegas Diah.
Aksi ini didukung oleh berbagai organisasi, termasuk BEM KM Unmul, Perempuan Mahardika Samarinda, XR Bunga Terung Kaltim, dan Aksi Kamisan Kaltim. Para peserta berharap peringatan Hari Anti Korupsi ini dapat menjadi momentum untuk membangun kesadaran kolektif dan memulai langkah konkret melawan korupsi.
“Momentum ini harus menjadi titik awal untuk mereformasi sistem yang korup dan mengembalikan demokrasi kepada rakyat,” tutup Diah.
[TOS]
Related Posts
- Baca Puisi hingga Demo Masak, Cara Kelompok Aksi Pejuang HAM di Samarinda Sindir Pemerintahan Prabowo-Gibran
- DPK Kaltim Apresiasi Dinas Tanaman Pangan Raih Nilai Audit Kearsipan Terbaik
- Pilot Proyek Filing Cabinet, Solusi Baru untuk Meningkatkan Nilai Audit Kearsipan OPD
- OPD Harus Tingkatkan Tata Kelola Kearsipan Sebelum Masa Audit Berakhir
- DPK Kaltim Ingatkan OPD Kelalaian Arsip Bisa Picu Kasus Hukum