Advertorial

Hetifah Dorong Penguatan Regulasi Guru dan Pendidikan Inklusif dalam RUU Sisdiknas

Defrico Alfan Saputra — Kaltim Today 19 November 2025 16:21
Hetifah Dorong Penguatan Regulasi Guru dan Pendidikan Inklusif dalam RUU Sisdiknas
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. (Defrico/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menegaskan bahwa penyempurnaan regulasi terkait guru dan pendidikan inklusif menjadi prioritas dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). 

Hal itu ia sampaikan menanggapi berbagai masukan dari guru, kepala sekolah, hingga pemangku kepentingan pendidikan di daerah.

Hetifah mengatakan, peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru harus terus difasilitasi melalui kebijakan yang lebih berpihak. Menurutnya, peningkatan kompetensi akan berdampak langsung pada kesejahteraan guru, sehingga regulasi baru harus mampu memberikan perlindungan hukum dan kepastian status yang lebih jelas.

“Masukan dari para ibu yang mengikuti FGD sangat penting, karena memperkuat perhatian kita terhadap status, kompetensi, dan kesejahteraan guru,” kata Hetifah.

Salah satu isu yang disoroti Hetifah ialah meningkatnya jumlah siswa penyandang disabilitas yang membutuhkan layanan pendidikan lebih inklusif. 

Ia menilai kebutuhan ini belum sepenuhnya terakomodasi dalam aturan yang ada sekarang. Karena itu, Komisi X mendorong agar RUU Sisdiknas memuat satu bab khusus yang mengatur pendidikan inklusif secara lebih rinci dan progresif. 

Hetifah menjelaskan, anak-anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang beragam, baik disabilitas maupun mereka yang memiliki kecerdasan khusus. 

“Semua membutuhkan pendekatan berbeda. Guru pendamping, baik di SLB maupun sekolah inklusi, harus mendapatkan perhatian khusus,” tegasnya. 

Hetifah menjelaskan bahwa perubahan sikap masyarakat yang kini lebih terbuka dalam mengakses pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Jika dulu masih banyak orang tua yang memilih menyembunyikan kondisi anak, kini kesadaran meningkat dan tuntutan layanan semakin besar. 

“Karena itu kita perlu memastikan sarana prasarana lebih inklusif, dan guru-guru siap mendampingi mereka dengan baik,” imbuhnya.

Di sisi lain, masukan senada juga datang dari Kepala Balai Guru Penggerak (BGP) Kaltim, Wiwik Setiawati, yang menyoroti persoalan tunjangan kepala sekolah yang dinilai terlalu rendah. Menurutnya, kondisi ini membuat banyak guru enggan mengemban tugas sebagai kepala sekolah karena beban tanggung jawab tidak sebanding dengan insentif yang diterima.

Wiwik juga menyoroti persoalan kekurangan guru dan ketidaksesuaian kualifikasi, yang terjadi karena purna tugas, mutasi, hingga larangan sekolah mengangkat guru honorer pengganti. Ia menyebut regulasi baru memang sedang dirumuskan, namun diperlukan percepatan agar tidak mengganggu proses belajar mengajar. 

“Beberapa isu sebenarnya sudah disampaikan Ibu Hetifah, terutama terkait perlindungan guru yang kini sangat mudah dikriminalisasi,” ujarnya.

Ia mendorong agar RUU Sisdiknas memuat aturan tegas mengenai kewajiban provinsi dalam membantu pembiayaan pendidikan di kabupaten/kota untuk mencegah ketimpangan. Saat ini, ia mencontohkan kesenjangan tunjangan guru sangat mencolok, mulai dari Rp1 juta di Samarinda hingga Rp10 juta di Kutai Timur. 

“Ini memicu kecemburuan dan perlu diatur melalui regulasi yang lebih merata,” katanya.

Untuk itu, Komisi X DPR RI akan membawa seluruh masukan tersebut sebagai bahan penyempurnaan RUU Sisdiknas. Momentum penyusunan regulasi nasional ini harus dimanfaatkan untuk memperbaiki ekosistem pendidikan secara menyeluruh, khususnya untuk guru dan peserta didik yang paling rentan. 

“Kita ingin semua anak Indonesia tanpa kecuali mendapatkan layanan pendidikan terbaik, serta peningkatan dan kesejahteraan tenaga pendidik kita juga," tutupnya.

[RWT | ADV] 



Berita Lainnya