Nasional

Jelas Melanggar Etika dan Hukum, Joki Skripsi Justru Semakin Dinormalisasi

Kaltim Today
30 Juli 2024 07:01
Jelas Melanggar Etika dan Hukum, Joki Skripsi Justru Semakin Dinormalisasi
Sejumlah wisudawan Universitas Mulawarman mengikuti upacara wisuda (foto: ilustrasi/Dok Kaltimtoday.co). Dunia pendidikan Indonesia dihebohkan dengan maraknya kasus joki skripsi yang justru semakin dianggap wajar.

JAKARTA, Kaltimtoday.co - Ungkapan rasa frustrasi Abigail Limuria terhadap praktik joki skripsi yang dinormalisasi di masyarakat telah disaksikan sedikitnya 10,9 juta kali di X (sebelumnya Twitter), TikTok, dan Instagram sejak diunggah pertengahan Juli lalu.

“Jadi aku syok banget, ternyata mereka tuh yang pakai jasa joki atau yang kasih jasa joki nggak sadar bahwa itu salah, nipu, bohong,” ungkap Abigail saat dihubungi VOA, Rabu (24/7).

Abigail, salah satu pendiri platform kurasi berita berbahasa Inggris What Is Up Indonesia? (WIUI), terkejut melihat orang-orang yang terlibat dalam praktik joki secara terang-terangan menceritakan pengalaman mereka di media sosial. “Udah kayak bisnis normal aja,” katanya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, joki adalah orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian yang sebenarnya dan menerima imbalan uang. Abigail mengkhawatirkan dampak joki skripsi terhadap berbagai profesi di masa depan. “Apakah kita mau hidup di negara, di mana dokter-dokter kita, insinyur-insinyur kita yang bangun bangunan, pembuat kebijakan publik kita, semuanya tuh sebenarnya pakai joki? Kan nggak mau dong,” imbuhnya.

Para Pembela Joki 

Komentar di TikTok Abigail menunjukkan adanya pandangan yang mendukung praktik joki skripsi. Salah satu warganet menulis, “Ini cuma bisnis, ada permintaan, ya gue pasok. Motif dia pakai jasa gue [buat] apa, ya bukan ranah gue lagi.” Pengguna lain berpendapat, “Emang Mbaknya mengerjakan murni 100% sendiri? Nggak dibantu teman? Nggak dibantu dosen? Nggak dibantu Google? Sama aja itu joki, bedanya ada yang bayar, ada yang gratis.”

VOA mencoba menghubungi enam akun Instagram yang menawarkan jasa joki skripsi untuk memahami lebih jauh bisnis mereka. Hanya tiga akun yang menanggapi pesan VOA, tetapi tidak ada yang bersedia diwawancarai. Beberapa akun bahkan menghilang atau menghapus postingan mereka setelah dihubungi.

Tidak Berintegritas 

Ina Liem, pemerhati sekaligus konsultan pendidikan, mengatakan bahwa praktik joki tugas atau skripsi sudah menjadi rahasia umum, tetapi dulu masih dianggap aib. "Paling nggak bedanya dulu itu orang yang pakai joki pasti malu, disembunyi-sembunyikan, karena tahu sebetulnya tidak berintegritas," katanya. Pembiaran dan kegagalan pendidikan karakter menjadi penyebab utama merajalelanya joki skripsi, tambahnya.

Menurut Totok Soefijanto, pakar pendidikan, skripsi atau tugas akhir adalah ajang bagi mahasiswa untuk membuktikan kompetensinya. “Nilai yang lebih penting menurut saya adalah etos untuk menghargai kerja keras dan kejujuran,” ungkap Totok kepada VOA, Jumat (26/7). “Kalau nilai kejujuran ini diterabas, misalnya dengan joki tadi, itu kan seperti dia tidak menampilkan dirinya sesuai dengan apa yang ada, kan? […] Memalsukan kompetensi dirinya, memalsukan kemampuan dirinya.”

Langgar Etika dan Hukum 

Abigail “mencolek” akun X Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi setelah videonya viral. Akun @Kemdikbud_RI pun menanggapi dengan menyatakan bahwa "Civitas academica dilarang menggunakan joki (jasa orang lain) untuk menyelesaikan tugas dan karya ilmiah karena melanggar etika dan hukum.” Kementerian menegaskan bahwa penggunaan joki tergolong sebagai plagiarisme, yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun dan atau denda paling banyak Rp200 juta.

Opsi Selain Skripsi 

Sri Suning Kusumawardani, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Diktiristek, mengatakan bahwa fenomena joki skripsi harus dicegah dan tidak dinormalisasi. Selain memperkuat penghayatan integritas akademik, bentuk evaluasi belajar selain skripsi juga disarankan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023, yang mengizinkan tugas akhir berbentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya.

Totok Soefijanto, rektor Akademi Televisi Indonesia, menambahkan bahwa dengan perkembangan teknologi, mahasiswa mengalami pergeseran karakteristik sehingga penyesuaian pola pembelajaran seharusnya dilakukan pendidik, bukan pelajar. 

Sementara langkah-langkah tersebut dijalankan, Abigail meminta semua pihak agar tidak ragu menegur orang-orang yang terlibat dalam praktik joki skripsi. “Soalnya, menurut aku, ketika orang-orang yang waras diam dan ‘ya udah deh,’ itu tuh yang menyebabkan praktik ini jadi semakin dianggap wajar,” pungkasnya.

[TOS | VOA INDONESIA]


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya