Nasional
Kasus Kekerasan Terus Meningkat, KNPA Desak Pansus DPR dan Presiden Prabowo Segera Tuntaskan Konflik Agraria
JAKARTA, Kaltimtoday.co - Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), aliansi yang terdiri dari 20 organisasi masyarakat sipil, mengeluarkan pernyataan sikap yang mengecam keras meningkatnya kasus kekerasan dan tindakan represif aparat dalam konflik agraria di berbagai wilayah.
Pernyataan ini dipicu oleh tragedi penembakan terhadap 5 (lima) orang petani Pino Raya, Bengkulu Selatan, Senin (24/11/2025). KNPA menilai peristiwa ini mencerminkan tidak adanya kanal penyelesaian konflik yang sistematis dan komprehensif dari pemerintah.
KNPA mendesak agar Panitia Khusus Penyelesaian Konflik Agraria (Pansus PKA) DPR RI yang telah dibentuk segera bekerja efektif. KNPA juga menuntut Presiden Prabowo Subianto segera menuntaskan ribuan konflik agraria yang terjadi di berbagai wilayah dengan membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria Nasional (BP-RAN).
"Berbagai kejahatan agraria terus berlangsung, rakyat masih harus menerima ancaman kebebasan berserikat, kriminalisasi, kekerasan POLRI-TNI dan security perusahaan, hingga kehilangan nyawa,” tegas Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika.
KNPA mencatat, selain kasus Pino Raya, setidaknya terjadi 9 (sembilan) kasus kriminalisasi dan kekerasan terhadap petani, masyarakat adat, dan pejuang hak atas tanah dalam sebulan terakhir. Kasus-kasus ini terjadi akibat perjuangan mempertahankan hak atas tanah dari perampasan perusahaan negara dan swasta, maupun untuk kepentingan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Beberapa kasus yang disorot KNPA meliputi:
- Aceh Utara: Empat petani dikriminalisasi akibat berkonflik dengan PTPN IV.
- Sumedang, Jawa Barat: 15 petani Serikat Tani Kerakyatan Sumedang (STSK) dikriminalisasi PT Subur Setiadi karena dituduh merusak tanaman.
Kendal, Jawa Tengah: Dua petani dikriminalisasi oleh PT Soekarli. - Cianjur, Jawa Barat: Masyarakat diintimidasi aparat gabungan akibat rencana pembangunan PSN Geothermal milik PT Dayamas Geopatra Pangrango.
- Banggai, Sulawesi Tengah: Sedikitnya 14 warga dan aktivis mahasiswa dikriminalisasi karena protes terhadap operasi perkebunan PT Sawindo Cemerlang.
KNPA menilai rentetan kasus ini membuktikan Pansus PKA DPR RI, yang dibentuk atas kesepakatan Hari Tani Nasional 2025, belum menunjukkan kinerja serius.
Dewi Kartika mengingatkan bahwa Pansus harus segera diaktifkan dan bekerja efektif untuk mengevaluasi tuntas keterlibatan aparat dan menjamin penarikan pihak keamanan perusahaan dari wilayah konflik.
Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Boy Jerry Even Sembiring, menyatakan bahwa kegagalan penanganan konflik agraria yang struktural justru direspons dengan tindakan represif oleh pengurus negara dan perusahaan.
Sementara itu, Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Eustobio Rero Renggi, menyoroti Masyarakat Adat menjadi kelompok paling terdampak oleh krisis ini. Tindakan represif dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap Putusan MK 35 dan prinsip HAM.
"Selama negara memaksakan model pembangunan yang menyingkirkan Masyarakat Adat, kekerasan akan terus terjadi," ungkap Eustobio.
Adapun Armayanti Sanusi, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan (SP), memandang kekerasan ini sebagai manifestasi kekuasaan patriarki yang menempatkan perempuan sebagai korban yang menanggung beban berlapis: kehilangan ruang hidup, sumber ekonomi, serta ancaman langsung terhadap tubuh dan komunitasnya.
[TOS]
Related Posts
- Riset Unggulan BRIDA Kaltim: Kapsul Minyak Haruan Dijagokan Jadi Senjata Baru Tangani Stunting
- Hingga Oktober 2025, APBN di Kaltim Defisit Rp29,53 Triliun
- Hetifah Tekankan Pentingnya Keterampilan Riset Dasar untuk Mahasiswa Baru
- Kasus Perceraian ASN di Kaltim Meningkat, BKD Perkuat Edukasi dan Pemahaman Regulasi
- Kesempatan Emas bagi Desainer Kaltim: Ikuti Sayembara Desain Batik ASN dan Souvenir Khas Kaltim dengan Hadiah Rp80 Juta







