Daerah
Kasus Kredit Fiktif di BPR Bank Samarinda Mencuat, Pemkot Klaim Indikasi Penyimpangan Sudah Terasa Sejak Periode Pertama Andi Harun
Kaltimtoday.co, Samarinda - Penetapan dua tersangka berinisial ASN dan SL dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif di PT BPR Bank Samarinda kembali menyoroti tata kelola lembaga keuangan milik daerah tersebut. Polresta Samarinda sebelumnya mengungkap bahwa keduanya diduga terlibat dalam pemberian fasilitas kredit yang tidak sesuai prosedur hingga memunculkan kerugian negara mencapai Rp4,6 miliar.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menegaskan bahwa langkah hukum yang kini bergulir bukanlah kejutan bagi Pemkot. Ia mengungkap bahwa indikasi penyimpangan sudah tercium sejak awal masa jabatannya.
“Segala sesuatu yang menyangkut sangkaan pelanggaran hukum, baik dugaan tindak pidana korupsi maupun pidana umum, kami serahkan kepada aparat penegak hukum. Dari dorongan pemerintah kota itulah proses ini berjalan,” ujarnya.
Menurutnya, Pemkot telah mengambil langkah tegas jauh sebelum kasus ini memasuki ranah penyidikan, termasuk memberhentikan direksi BPR terdahulu setelah ditemukan indikasi penyimpangan dalam tata kelola.
“Saat itu sudah terlihat ada masalah, terutama terkait kinerja kredit. Karena itu, pemerintah kota mendorong agar persoalan tersebut diproses secara hukum,” tegasnya.
Andi Harun menambahkan, kekacauan tata kelola biasanya bukan semata akibat lemahnya sistem, tetapi karena kurangnya integritas pengelola. Ia menyebut, aturan dan prosedur telah jelas, namun tetap bisa disalahgunakan oleh pihak yang mencari celah.
“Sekencang apapun aturan, kalau pengelolanya tidak berintegritas, tetap saja ada akal-akalan. Tapi perlu diingat, tidak ada pidana yang tidak meninggalkan jejak,” katanya.
Penyimpangan Terjadi di Manajemen Lama, Pemkot Nilai Ada Peluang Pemulihan Dana
Asisten III Sekretaris Daerah Kota Samarinda, Ali Fitri Noor, menegaskan bahwa kasus yang kini mencuat merupakan persoalan lama yang dilakukan manajemen sebelumnya, terutama terkait kredit bermasalah.
Menurutnya, proses hukum sudah berjalan cukup panjang dan melibatkan sejumlah pihak internal. Ia menyebut kerugian mencapai sekitar Rp4,3 miliar, sementara pihak yang terlibat baru mengganti sekitar Rp400 juta.
“Memang ada penyimpangan pada kredit, dan prosesnya sudah lama berjalan. Ini bukan kasus baru,” jelasnya. Ia menilai perkembangan kasus justru memberi peluang bagi Pemkot untuk memulihkan sebagian dana yang telah disimpangkan.
“Kami justru terbantu, karena dana itu bisa kembali. Beban BPR juga berkurang. Sudah lima tahun kami mendorong agar ini ditindaklanjuti,” tegasnya.
Target 2026: NPL Turun, Laba Naik, dan Setoran PAD
Ali mengungkap bahwa BPR kini sudah memperbarui manajemen dan menyusun rencana kerja 2026. Fokus utamanya ialah menekan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) hingga sesuai standar nasional.
“Kami akan menurunkan NPL sesuai standar. Laporan 2025 juga menunjukkan BPR sudah meraih laba,” ungkapnya.
Sebagian laba tersebut dialokasikan untuk menyelesaikan persoalan lama, sementara sisanya digunakan untuk pengembangan pada 2026. Ia menargetkan BPR bisa menyetor pendapatan asli daerah (PAD) mulai tahun depan, lebih cepat dari ketentuan RUPS yang mengatur setoran laba pada 2027.
Selain memperkuat pengawasan melalui jabatan Direktur Kepatuhan, BPR juga tetap memperluas layanan kredit, mulai dari pembiayaan UMKM, pegawai, pensiunan, hingga pembiayaan berbasis usaha.
“Banyak arahan dari Pak Wali. Intinya, sebagai bagian dari pemerintah kota, kami harus lebih agresif melihat peluang agar BPR dapat memberi kontribusi nyata bagi PAD,” pungkasnya.
[RWT]
Related Posts
- Paradoks Meritokrasi dan Politik Kekerabatan dalam Komunikasi Gubernur Kaltim
- Komisi IV DPRD Kaltim Sebut Pendidikan Masuk Fase Darurat, Kekurangan Sekolah Kian Meluas
- Terindikasi Aktivitas Terselubung, Operasional Kawasan Loa Hui Ditutup Satpol PP Samarinda
- Tahun Depan Pelabuhan Samarinda di Jalan Yos Sudarso Dipindah Total ke Bantuas Palaran
- Penyelewengan Kredit BPR Terungkap, Celah Pengawasan Jadi Sorotan









