Nasional
Kasus Perceraian dan Pernikahan Dini di Indonesia Meningkat Selama Pandemi Covid-19
Kaltimtoday.co - Selama masa pandemi Covid-19, masyarakat diimbau untuk meminimalisir kegiatan di luar rumah, sehingga seluruh aktivitas dialihkan menjadi di dalam rumah saja. Hal ini mengakibatkan pasangan suami istri yang biasanya disibukkan dengan pekerjaan masing-masing, harus melakukan pekerjaan mereka dari rumah.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. Hasto Wardoyo mengatakan bahwa, kondisi ini justru menyebabkan peningkatan angka perceraian di masa pandemi.
“Perceraian pada 2017 dan 2018 memang meningkat. Namun, di masa pandemi data menunjukkan peningkatan yang luar biasa," jelasnya.
Selain kasus perceraian, angka pernikahan dini di Indonesia juga meningkat di masa pandemi Covid-19. Hal ini diungkapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Tercatat kenaikannya mencapai 24 ribu.
Hal itu diungkapkan Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan, Rohika Kurniadi dalam diskusi virtual bertema Gerakan #PulihBersama agar Anak Terlindungi dan Indonesia Maju. Data itu berdasarkan data yang diperoleh KPPPA melalui Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag).
"Tentang perkawinan anak, kami baru mendapatkan data dari Badilag yang memang kenapa kasus anak ini dengan dispensasi perkawinan kok cukup tinggi pada saat pandemi. Ini juga yang menjadi telaah kami, kenapa kasusnya kok naik 2019 cukup signifikan, hampir 24 ribu yang melaporkan minta dispensasi kawin," kata Rohika.
Sementara itu, dosen Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Susilowati Suparto mengungkapkan, peningkatan angka pernikahan dini di masa pandemi Covid-19 salah satunya ditengarai akibat masalah ekonomi. Kehilangan mata pencaharian inilah yang berdampak pada sulitnya kondisi ekonomi keluarga.
“Para pekerja yang juga orangtua tersebut sering kali mengambil alternatif jalan pintas dengan menikahkan anaknya pada usia dini karena dianggap dapat meringankan beban keluarga,” papar Susilowati.
Sejumlah faktor yang memengaruhi praktik pernikahan dini lainnya antara lain adanya faktor geografis, terjadinya insiden hamil di luar nikah, pengaruh kuat dari adat istiadat dan agama, hingga minimnya akses terhadap informasi kesehatan reproduksi.
Praktik pernikahan dini didapati tetap marak meski pemerintah sudah merevisi batas usia minimal perkawinan di Indonesia menjadi 19 tahun melalui Undang-undang Nomor 19/2019.
Padahal pernikahan di bawah usia 20 tahun memiliki banyak risiko, seperti organ reproduksi belum siap dan bisa menyebabkan penyakit. Selain itu kondisi psikologis anak dinilai masih rentan untuk bisa membina suatu rumah tangga.
[RWT]