Opini
Kelangkaan Si Melon di PPU
Oleh: Syarifa Ashillah (Pemerhati sosial di Penajam)
Kembali terjadi kelangkaan liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram, di Penajam Paser Utara (PPU), khususnya di Kecamatan Penajam. Tak main-main, dampak dari kelangkaan ini yaitu melonjaknya harga di tingkat pengecer yang menyentuh Rp 50 ribu per tabung atau jauh lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Diskukmperindag) PPU.
Bukan kali pertama fenomena ini terjadi. Sebelumnya, kelangkaan GAS lpg 3 jg juga terjadi pada Juni dan Oktober 2023. Gas langka dan mahal terjadi tidak hanya di PPU, tapi juga di Berau, Paser, Balikpapan dan beberapa daerah Kaltim lainnya. Tak hanya Kaltim, LPG 3 kg susah dicari kerap terjadi di hampir di berbagai daerah di Indonesia, apalagi saat Ramadhan dan tahun baru.
Menurut Asisten II Pemkab PPU, Nicko Herlambang bahwa memang distribusi gas elpiji tidak lancar. Selain itu, kelangkaan dan mahalnya gas juga terjadi karena beberapa faktor misal penimbunan, keterlambatan pengantaran distribusi termasuk pengurangan jatah elpiji. Pemerintah pusat menetapkan kuota elpiji 3 kg tahun 2023 untuk wilayah Kaltim sebanyak 37 juta tabung. Mengalami penurunan sebesar 6 persen dari tahun 2022 sekitar 39 juta tabung (kaltimpost 22/7/23).
Pendistribusian kerap kali terhambat apabila SPBE libur di akhir pekan atau tanggal merah seperti yang terjadi di PPU kemarin, SPBE Babulu libur. Membuat penyaluran terhenti. Karena memang ada kebijakan dari Pertamina bahwa hari libur tidak ada distribusi ke agen, padahal sebelumnya walaupun tanggal merah selain hari Minggu tetap dapat jatah. Ini secara tidak langsung semakin mengurangi jatah gas melon.
Gas merupakan hajat hidup primer yang seharusnya wajib disediakan oleh negara tanpa terkecuali. Kisruh langkanya LPG menunjukkan bahwa negara lalai dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Dilansir dari Viva.co.id pada Rabu 28/8/23 Direktur Pokja 30 Kaltim, Buyung Marajo menyebut kelangkaan gas melon merupakan bukti kegagalan negara dalam mengendalikan harga kebutuhan pokok di pasar.
Tugas negara yang paling utama adalah menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan baik. Negara harus memastikan setiap individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan asasi mereka tanpa dibayangi dengan kelangkaan dan mahalnya harga. Dan menjamin setiap individu rakyat terurus dengan baik, yaitu memudahkan mereka mengakses berbagai kebutuhan, layanan publik, serta fasilitas.
Untuk memastikan distribusi gas melon itu tepat sasaran ke masyarakat yang membutuhkan pemerintah resmi menetapkan pembelian elpiji 3 kilogram (Kg) wajib menggunakan NIK atau KTP mulai 1 Januari 2023. Kategori masyarakat yang berhak menerima LPG 3 kg antara lain nelayan sasaran, petani sasaran, usaha mikro, dan rumah tangga.
Namun data yang tak sinkron di lembaga pemerintah sepertinya sudah biasa terjadi dan selalu tumpang tindih. Padahal, validitas data rakyat sangat penting agar pendistribusian dapat tepat sasaran. Malah kebijakan sangat rentan disalahgunakan dan riskan memunculkan masalah baru, seperti manipulasi data ataupun pembelian LPG dari luar kelompok penerima LPG bersubsidi dengan memanfaatkan kelompok penerima subsidi untuk mendaftarkan dan menggunakan KTP-KK dalam mendapatkan LPG 3 kg.
Sungguh disayangkan solusi demi solusi ditawarkan namun tak kunjung menyelesaikan masalah Kejadian Hilangnya gas melon dari pasaran kerap kali terulang. Harus ada solusi tuntas untuk persoalan ini agar tak terus terulang karena sangat menyulitkan rakyat.
Dalam pandangan Islam, pemenuhan gas adalah kewajiban negara. Negara wajib memenuhinya dan mencegah kelangkaan. Pengelolaan SDAE khususnya gas dalam Islam sehingga bisa dinikmati secara gratis dan merata tanpa terkecuali. Negara mengelola SDA mulai dari proses produksi, distribusi, dan negara wajib mengembalikan hasil pengelolaan tersebut kepada rakyat agar mereka dapat menikmati dan memanfaatkannya. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Kaum muslim berserikat pada tiga perkara, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Hadis ini menjadi pedoman pengelolaan harta milik umum yang jumlahnya melimpah dan dibutuhkan masyarakat tidak boleh dikelola, dimiliki, atau dikuasai oleh individu, swasta, apalagi asing.
Jadi Negara tidak boleh mencari keuntungan dari hasil pengelolaan harta yang menjadi hajat publik. Kalaulah ada harga yang harus mereka bayar, itu hanya untuk mengganti biaya produksi saja. Dan pemanfaatan LPG yang menjadi kebutuhan semua orang, tidak boleh ada dikotomi siapa yang harus menikmati dengan murah kekayaan alam tersebut. Seluruh rakyat berhak menikmatinya baik kaya maupun miskin, sehingga tidak ada istilah LPG subsidi dan nonsubsidi.
Ini semua dapat terealisasi dengan adanya sistem pemerintahan islam dimana tugas penguasa adalah ri’ayah su’unil ummat, yakni mengurusi kepentingan rakyat dengan sebaik-baik pelayanan. Penguasa bukanlah pelayan kepentingan korporat atau pejabat. Maka sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalis yang hanya berhitung untung rugi bukan kemaslahatan rakyat. Dan beralih kepada solusi Islam.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Disdikpora PPU Gandeng Telkom Sediakan WiFi Gratis di Sekolah
- Andi Singkeru Soroti Tantangan Guru dan Pendidikan di Daerah Terpencil PPU
- Disdikpora PPU Libatkan Puluhan Sekolah dalam Program Sekolah Laboratorium Pancasila
- Kekurangan Guru di PPU, Proses Belajar Mengajar Terhambat
- DKP PPU Gelar Sosialisasi Hidroponik Sambut Natal dan Tahun Baru