Opini

Kompor Listrik Pengganti Gas, Efektif untuk Berhemat?

Kaltim Today
12 April 2021 19:35
Kompor Listrik Pengganti Gas, Efektif untuk Berhemat?

Oleh: Indah Yulianti, S.Pd (Pendidik)

Siapa yang tak kenal dengan kompor, alat masak yang menghasilkan panas tinggi ini? Ya, kompor merupakan barang kebutuhan masyarakat khususnya para emak-emak. Tak hanya itu, dari kalangan atas sampai bawah sekalipun menggunakannya. Dahulu penggunaannya menggunakan bahan bakar cair (minyak tanah), lambat laun berubah menjadi gas (dalam bentuk padatan cair LPG lewat pipa saluran). Masih terngiang betapa hiruk pikuknya penggunaan minyak tanah kala itu.

Namun, seiring berjalannya waktu penggunaan minyak tanah saat itu hanya sebentar saja. Mengapa? Ya, karena ada barang baru yang katanya lebih bagus, lebih hemat, lebih sederhana, dan lain-lain. Akhirnya terbitlah si ‘gas melon dan gas naga’ sampai sekarang. Adanya gas melon dan gas naga ini sering terjadi kelangkaan gas LPG. Bahkan harganya pun terbilang mahal. Ditambah dengan kabar program penggunaan kompor listrik di Indonesia. Dengan alasan yang sama seperti ‘minyak tanah’ kala itu. 

Program pemerintah yang beralih dari kompor gas ke kompor listrik dengan tujuan irit impor dan irit biaya rumah tangga bukanlah solusi yang efektif. Jika ditelaah lebih dalam lagi, hal ini bukan membuat irit melainkan sebaliknya. Penggunaan kompor listrik ini membutuhkan daya yang cukup tinggi dan harga kompor listrik yang mahal. Belum lagi tagihan listrik nantinya akan membengkak. Ditambah pemadaman listrik yang tiba-tiba. 

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, penggunaan kompor listrik/induksi dapat memberikan penghematan untuk negara dan rumah tangga sekaligus. Bahkan Erick menyebut penghematan bisa mencapai Rp 60 triliun bagi negara. Hal ini karena penggunaan energi listrik lebih murah ketimbang dengan penggunaan gas yang saat ini masih dipenuhi dari impor. (cnbcindonesia/31/03/21)

Peralihan kompor gas ke kompor listrik haruslah dilihat dari banyak aspek. Alasan “hemat” di sistem kapitalis-sekuler saat ini hanyalah ucapan semata yang ujung-ujungnya tetap liberalisasi lagi dan lagi. Sistem kapitalis-sekuler terbukti gagal dalam mengelola SDA. Melihat hal ini sangatlah menguntungkan bagi orang-orang kapitalis tapi secara tidak langsung  menyakiti rakyat. 

Di bumi pertiwi yang kaya akan sumber energi harusnya mampu menYejahterakan rakyat. Tak hanya rakyat kalangan atas melainkan rakyat kalangan bawah pun disejahterakan. Bukan lagi berpikir untung dan rugi. Meski program global (hadir mengenai energi ‘bersih’ menggiurkan berbagai pihak. Perlu diingat kondisi bumi pertiwi kita seperti apa. Jangan hanya membebek dengan program kapitalis dengan alasan irit tanpa menimbang kemaslahatan sendiri. Jika seperti itu rakyat semakin tercekik dan terbebani dengan pembelian kompor listrik.

Bagaimana Islam Memandang Hal Ini?

Terkait kebutuhan dasar hajat hidup orang banyak, Islam tentunya memiliki aturan yang efektif. Itu bisa terealisasi jika pemimpin dalam negeri itu dapat mengurusi dan bertanggung jawab penuh pada rakyatnya. Sebagaimana bunyi dua hadis berikut:

Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Dari Ibnu Abbas RA berkata sesungguhnya Nabi saw bersabda; orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata:maksudnya: air yang mengalir (HR Ibnu Majah).

Yang harus dipahami bahwa Islam mengatur sumber daya alam dan sumber daya energi ini sebagai hak umum sehingga tidak boleh dimiliki swasta ataupun individu. Oleh karena itu, dalam penggunaan energi ini seorang pemimpin harus bisa menjamin kebutuhan rakyat, misalnya dalam memenuhi konsumsi kebutuhan masyarakatnya, negara mampu memberikan harga murah dan gratis pada rakyatnya. Sehingga tidak ada yang terdzalimi. Rakyat punya hak yang sama baik rakyat atas dan bawah serta muslim atau non-muslim Sehingga terciptalah keadilan di seluruh lapisan masyarakat. Hal itu bisa terwujud apabila kita menggunakan aturan yang hakiki yaitu islam kaffah.(*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co



Berita Lainnya