Kaltim

Kronologis OTT KPK di Kaltim dan 'Jatah' untuk Kepala BPJN XII

Kaltim Today
17 Oktober 2019 10:16
Kronologis OTT KPK di Kaltim dan 'Jatah' untuk Kepala BPJN XII
Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah XII, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR Refly Ruddy Tangkere. (Sumber: Medcom)

Kaltimtoday.co, Jakarta - Sehari sebelum disahkannya undang-undang KPK yang baru, lembaga anti rasuah ini menggelar hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukannya di Kalimantan Timur, di Gedung Merah KPK, Jalan Kuningan, Jakarta, Rabu (16/10/2019) malam tadi, sekitar pukul 23.00 Wita, dengan dihadiri empat pejabatnya yakni, Agus Rahardjo, Basaria Pandjaitan, Saut Situmorang, dan Alexander Marwata.

Sedangkan Laode M Syarif diketahui tengah bertugas ke luar kota di Banjarmasin. Dalam rilisnya yang di dapatkan media ini melalui pesan singkat, dijelaskan awal mula runtutan kronologis kejadian berawal saat tim KPK mendapatkan informasi terkait adanya transaksi penerimaan uang melalui mobile banking.

Tim kemudian langsung bergerak ke tempat ATS dan mengamankan yang bersangkutan di kantor BPJN XII cabang Samarinda, Selasa (15/10/2019) pukul 13.30 Wita. Tim kemudian membawa ATS ke rumahnya untuk mengamankan barang bukti berupa kartu ATM beserta buku tabungannya. Secara paralel, dengan waktu nyaris bersamaan, tim lain menangkap HTY dari dalam kantornya di Bontang, sekitar pukul 13.30 Wita, bersama dua orang lainnya, yakni ROS dan APR. Tidak lama setelah itu, sekitar pukul 14.30 Wita, tim juga mengamankan LSY dan BST di kantornya.

Bersamaan dengan itu, tim lain mengamankan SBU di kantornya, Jalan Teuku Umar, Samarinda. Setelah ketujuh orang ini berhasil diamankan, tim kemudian terus melakukan pengembangan untuk mencari keberadaan RTU yang memiliki jabatan tertinggi dari kesemuanya. Tim mendapatkan informasi bahwa RTU berada di Jakarta dan langsung menghubungi tim lain yang ada di san untuk mengamankan RTU, sekitar pukul 19.00 WIB, di kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan.

Setelah mendapatkan kesemua targetnya, ke tujuh orang yang diamankan di Samarinda dan Bontang tersebut kemudian dibawa ke Markas Polda Kaltim untuk dilakukan pemeriksaan awal. Pada, Rabu (16/10/2019) paginya tim melanjutkan perjalanan, dan memboyong ketujuh orang tersebut ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Kesepakatan Sebelum Proyek Deal

Dalam gelar perkara hasil OTT KPK, diketahui jika lelang proyek multi years dari Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah XII Kaltim itu mengadakan pekerjaan preservasi, rekonstruksi Sp.3 Lempake-Sp.3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta dengan anggaran tahun jamak 2018-2019, dengan nilai kontrak sebesar Rp 155,5 miliar dimenangkan PT HTT milik HTY.

Dalam proses pengadaan proyek, HTY diduga memiliki kesepakatan untuk memberikan commitment fee kepada RTU selaku Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan dan ATS selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah XII.

"Adapun commitment fee yang diduga disepakati adalah sebesar 6,5% dari nilai kontrak setelah dikurangi pajak," ucap Febri Diansyah, juru bicara KPK dalam rilisnya.

Commitment fee tersebut diduga diterima RTU dan ATS melalui setoran uang setiap bulan dari HTY baik secara tunai maupun transfer. RTU diduga menerima uang tunai dari HTY sebanyak 8 kali dengan besaran masing-masingnya sekitar Rp200-300 juta dengan jumlah total berkisar Rp2,1 miliar, terkait dengan pembagian proyek-proyek yang diterima oleh HTY. Tak hanya RTU, ATS pun diduga telah menerima setoran uang dari HTY dalam bentuk transfer setiap bulan melalui rekening atas nama BST.

Rekening tersebut diduga sengaja dibuat untuk digunakan ATS menerima setoran uang dari HTY. Karena diketahui jika ATS menguasai buku tabungan dan kartu ATM rekening tersebut. Bahkan ia, mendaftarkan nomor teleponnya sebagai akun sms banking. Rekening tersebut dibuka pada 3 Agustus 2019 dan menerima transfer dana pertama kali dari HTY pada tanggal 28 Agustus 2019 yaitu sebelum PT HTT diumumkan sebagai pemenang lelang pekerjaan pada tanggal 14 September 2019 dan menandatangani kontrak pada 26 September 2019. Rekening tersebut menerima transfer uang dari HTY dengan nilai total Rp1,59 miliar dan telah digunakan untuk kepentingan pribadinya sebesar Rp630 juta.

"Selain itu, ATS juga beberapa kali menerima pemberian uang tunai dari HTY sebesar Rp3,25 miliar," kata Febri. Uang yang diterima ATS dari HTY itu salah satunya merupakan sebagai pemberian “gaji” sebagai PPK proyek pekerjaan yang dimenangkan oleh PT HTT. “Gaji” tersebut diberikan kepada ATS sebesar Rp250 juta setiap kali ada pencairan uang pembayaran proyek kepada PT HTT. Setiap pengeluaran PT HTT untuk gaji PPK tersebut dibukukan oleh ROS Staf keuangan PT HTT dalam laporan perusahaan.

"Setelah melakukan pemeriksaan, dilanjutkan dengan gelar perkara, sebelum 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, disimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait dengan Pengadaan Proyek Jalan di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2018-2019," terang pria berkacamata itu.

KPK kemudian meningkatkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan dengan tiga orang tersangka, yaitu diduga sebagai penerima RTU, ATS dan HTY sebagai pemberinya. "RTU dan ATS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," jelas Febri.

"Sedangkan HTY disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," sambungnya mengakhiri.

[JRO |TOS]


Related Posts


Berita Lainnya