Opini
Mekanisme Pemberantasan HIV Aids Ala Islam
Oleh : Siti Subaidah, (Pemerhati Lingkungan dan Generasi)
Pada awal 2020, sejumlah kasus muncul merundung Balikpapan, kota dengan julukan “Madinatul Iman”. Jika sebelumnya pemerintah daerah sibuk dengan penanganan kasus narkoba. Sekarang nampaknya, fokus itu harus terpecah akibat berita terakhir tentang kasus HIV/AIDS yang mengalami kenaikan.
Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan mencatat sepanjang 2019, terjadi peningkatan temuan kasus baru human immunodeficiency virus (HIV) di Balikpapan. Apabila dibandingkan dengan data 2018, jumlah penemuan kasus baru HIV meningkat sebesar 8%.
Kepala DKK Balikpapan Andi Sri Juliarty menuturkan, secara umum pengidap HIV berasal dari luar wilayah Balikpapan. Dengan kelompok umur terbanyak dalam rentang usia 25-49 tahun.
“Selebihnya adalah kasus lama yang bolak-balik berobat rawat jalan maupun rawat inap,” katanya. https://m.kaltim.prokal.co/read/news/366211-waduh-bahaya-kasus-hiv-di-kota-ini-naik-8-persen.html
Padahal, seperti kita ketahui bersama bahwa HIV Aids sampai saat ini belum ada obatnya. Selama ini para pengidap HIV meminum obat untuk meningkatkan imun (daya tahan tubuh) yaitu antiretroviral (ARV). Penderita harus meminum obat dalam jangka waktu tertentu bahkan seumur hidup sehingga virus tersebut tidak menyerang sel darah putih hingga menyebabkan penderita mengidap penyakit Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).
Ketika ditelusuri faktor penyebab HIV Aids yang paling mendominasi adalah perilaku seks bebas dan penggunaaan narkoba dengan jarum suntik. Selain itu, virus HIV ini belakangan diketahui banyak terdeteksi pada ibu hamil. Perilaku seks bebas dan narkoba merupakan perilaku yang timbul dari gaya hidup kapitalis sekuler. Gaya hidup ini menjadikan seseorang hanya memandang hidup dari sisi materi dan kesenangan duniawi semata. Maka tidaklah heran jika semakin kesini perilaku buruk di masyarakat berkembang. Bahkan dahulu yang mungkin dianggap tabu menjadi sesuatu yang biasa di era sekarang, layaknya pergaulan bebas dan narkoba. Semua ini buntut dari penerapan gaya hidup tersebut.
Lalu bagaimana pandangan islam terkait permasalahan ini? Islam memandang bahwa HIV Aids bukanlah semata-mata persoalan kesehatan (medis) namun merupakan buntut panjang dari persoalan perilaku. Sebab telah terbukti penyebab terbesar penularan HIV Aids adalah perilaku seks bebas, baik itu zina dan homoseksual dan narkoba.
Islam memiliki beberapa mekanisme untuk menyelesaikan persoalan ini yakni pertama, melakukan pencegahan munculnya perilaku beresiko HIV Aids dengan melakukan pendidikan dan pembinaan kepribadian Islam. Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana setiap individu muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum-hukum Islam dalam interaksi sosial. Seperti larangan mendekati zina dan berzina itu sendiri, larangan khalwat, larangan ikhtilat (campur baur laki perempuan), selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan masuk rumah tanpa izin, dan lain-lain. Selain itu perlu juga upaya menciptakan lingkungan yang kondusif, dan memberantas lingkungan yang tidak kondusif
Kedua, memberantas perilaku beresiko penyebab HIV Aids (seks bebas dan penyalah gunaan Narkoba) yakni dengan menutup pintu-pintu yang mengakibatkan munculnya segala rangsangan menuju seks bebas. Negara wajib melarang pornografi-pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Begitu juga dengan narkoba, hal-hal yang dapat membuat peredaran dan penggunanya semakin luas akan ditutup. Selain itu pemberian sanksi tegas akan diberlakukan oleh negara kepada pelaku perzinahan, seks menyimpang, penyalahguna narkoba, konsumen khamr, beserta pihak-pihak terkait yang menjadikan seks bebas dan narkoba sebagai bisnis mewah. Sanksi yang diberikan mampu memberikan efek jera atau dengan kata lain menegakkan sistem hukum dan sistem persanksian Islam.
Ketiga, pencegahan penularan kepada orang sehat yang dilakukan dengan mengkarantina pasien terinfeksi (terutama stadium AIDS) untuk memastikan tidak terbukanya peluang penularan. Kepada penderita HIV Aids, negara harus melakukan pendataan konkret. Negara bisa memaksa pihak-pihak yang dicurigai rentan terinveksi HIV/AIDS untuk diperiksa darahnya. Karantina dimaksudkan bukan bentuk diskriminasi, karena negara wajib menjamin hak-hak hidupnya. Bahkan negara wajib menggratiskan biaya pengobatannya, memberinya santunan selama dikarantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan, dan keterampilan.Di sisi lain, negara wajib mengerahkan segenap kemampuannya untuk membiayai penelitian guna menemukan obat HIV/AIDS. Dengan demikian, diharapkan penderita bisa disembuhkan
Ketiga mekanisme tersebut mampu menyelesaikan permasalahan HIV aids hingga keakar-akarnya. Oleh karena itu, menoleh kepada keagungan hukum Allah bukan hanya menjadikan kita sebagai individu mulia di mata Allah. Namun lebih dari itu, penerapan islam secara sempurna mampu menjadikan manusia hidup dalam keberkahan baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur. Wallahu bishawab.
*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kaltimtoday.co