Opini

Memberdayakan Perempuan: Jalan Menuju Kesetaraan Politik di Kaltim

Kaltim Today
10 Oktober 2024 22:33
Memberdayakan Perempuan: Jalan Menuju Kesetaraan Politik di Kaltim
Penulis, Ida Farida.

Oleh: Ida Farida (Ketua Muslimat NU Samarinda dan Dosen UINSI Samarinda)

BAGAIMANA kita dapat meningkatkan peran perempuan dalam politik di Kalimantan Timur? Pertanyaan ini menjadi sangat relevan setelah hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim masih jauh dari harapan. Dari total 55 anggota dewan, hanya 8 perempuan yang terpilih, menciptakan proporsi sebesar 14,54%. Angka ini jelas berada di bawah target minimum 30% yang ditetapkan oleh UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Meskipun ada peningkatan, tantangan yang dihadapi perempuan dalam politik di Kaltim tetap besar.

Keterwakilan perempuan dalam politik bukan sekadar soal angka; ini adalah refleksi dari kesetaraan gender dan keadilan sosial. Perempuan membawa perspektif dan pengalaman yang berbeda, yang penting dalam pengambilan keputusan, terutama dalam isu-isu yang berdampak langsung pada keluarga dan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh O'Connor, "Keterwakilan perempuan dalam politik tidak hanya menguntungkan perempuan itu sendiri, tetapi juga memperkaya proses pengambilan keputusan yang mencerminkan kebutuhan semua anggota masyarakat."

Pentingnya peran perempuan dalam politik juga terlihat dari kebutuhan untuk menangani isu-isu yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. Isu kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial sering kali menjadi prioritas bagi perempuan. Dengan semakin banyak perempuan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, kebijakan yang dihasilkan diharapkan lebih komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

Tantangan Kesetaraan dalam Politik Perempuan

Salah satu tantangan besar yang dihadapi perempuan dalam politik adalah sikap dan pendekatan partai politik itu sendiri. Banyak partai politik yang tidak inklusif dalam praktiknya, meskipun mereka mungkin mengklaim mendukung kesetaraan gender. Pendekatan yang sering diterapkan dalam penempatan calon perempuan cenderung bersifat kuantitatif, mengutamakan angka dan kuota tanpa memperhatikan kualitas dan substansi dari partisipasi tersebut. Kira Sanbonmatsu, seorang pakar politik, menyatakan bahwa "kuota tanpa kebijakan yang mendukung kesetaraan gender tidak akan cukup untuk membawa perubahan yang signifikan." Dalam hal ini, partai politik sering kali kurang memberikan pelatihan dan dukungan yang dibutuhkan untuk membantu perempuan berkompetisi secara efektif.

Selain itu, norma-norma maskulinitas yang kuat dalam dunia politik sering kali menciptakan lingkungan yang tidak ramah bagi perempuan. Mary Kate C. McCulloch mencatat bahwa perempuan sering kali merasa harus menyesuaikan diri dengan gaya kepemimpinan maskulin yang sering kali agresif dan kompetitif, yang dapat mengurangi minat mereka untuk berpartisipasi dalam politik. Pendekatan Machiavellian, yang berfokus pada manipulasi dan kekuasaan, juga dapat menjadi penghalang bagi perempuan. Banyak perempuan merasa bahwa mereka harus mengorbankan nilai-nilai etis mereka untuk dapat bersaing, yang menciptakan ketidaknyamanan dalam berpartisipasi.

Langkah Konkret

Untuk mengatasi tantangan ini, dibutuhkan perubahan dalam cara partai politik mendekati isu keterwakilan perempuan. Alih-alih hanya berfokus pada angka dan kuota, partai harus mengembangkan kebijakan yang mendukung kualitas keterlibatan perempuan. Ini termasuk memberikan pelatihan kepemimpinan, akses ke sumber daya, dan menciptakan lingkungan yang mendukung di mana perempuan merasa dihargai dan diakui. Selain itu, partai harus mempromosikan nilai-nilai inklusif dan kolaboratif yang mencerminkan kepentingan semua anggota masyarakat. Jaringan dukungan di antara perempuan yang terlibat dalam politik juga perlu dibangun untuk memberikan dukungan moral dan strategi bagi mereka yang ingin mencalonkan diri.

Tantangan yang dihadapi perempuan dalam politik juga meliputi stigma sosial yang masih melekat. Dalam banyak budaya, termasuk di Indonesia, ada pandangan bahwa peran utama perempuan adalah di ranah domestik. Meskipun banyak perempuan telah memasuki dunia kerja dan berkontribusi secara signifikan, norma-norma tersebut masih menjadi hambatan. Menurut kajian oleh Naila Kabeer, ada kebutuhan untuk mengubah narasi ini dengan menekankan pentingnya partisipasi perempuan dalam semua aspek kehidupan, termasuk politik.

Dengan langkah-langkah konkret, seperti pengkaderan, dukungan keuangan, dan kampanye kesadaran, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam politik. Hanya dengan melibatkan perempuan dalam proses pengambilan keputusan, kita dapat memastikan bahwa semua suara, baik laki-laki maupun perempuan, didengar dan diperhitungkan dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Peran Politik dan Gender dalam Memperkuat Demokrasi

Keterlibatan perempuan dalam politik juga memiliki dampak langsung pada penguatan demokrasi. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang inklusif, di mana semua kelompok masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses politik. Dengan lebih banyak perempuan terlibat dalam politik, keputusan yang diambil akan lebih representatif dan mencerminkan keragaman kebutuhan masyarakat. Ini bukan hanya soal mencapai kuota, tetapi lebih dari itu, menyangkut bagaimana perempuan dapat memainkan peran yang substansial dalam politik.

Menurut riset dari UN Women, negara-negara dengan tingkat keterwakilan perempuan yang tinggi cenderung memiliki kebijakan sosial yang lebih progresif, seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan anak. Oleh karena itu, dengan mendorong partisipasi perempuan yang lebih besar, kita juga berkontribusi pada penguatan fondasi demokrasi yang lebih baik.

Kesimpulan

Kesimpulannya, keterwakilan perempuan di DPRD Kaltim pasca-Pileg 2024 menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender di dunia politik. Mengatasi tantangan yang ada dan mendorong partisipasi perempuan bukan hanya tanggung jawab partai politik, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Anggota parlemen perempuan yang sudah duduk di kursi legislatif harus meningkatkan kapasitas dan keterampilan mereka agar dapat menjadi teladan bagi perempuan lain. Mari kita dukung perempuan untuk bersuara dan berkontribusi dalam politik demi masa depan yang lebih baik.

“Ketika perempuan memiliki suara yang setara di ruang pengambilan keputusan, kebijakan yang dihasilkan akan lebih adil dan mencerminkan kebutuhan semua orang.” – Madeleine Albright. (*)


*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co


Berita Lainnya