Opini
Menakar Kesiapan dalam Meyongsong Merdeka Belajar
Oleh: Leni Fahriani,S.Pd (Guru SDN 005 Penajam)
Saat ini, perlu kita akui bahwa pendidikan Indonesia masih memiliki banyak kekurangan. Walaupun tidak kita pungkiri sudah banyak kemajuan yang telah kita alami. Sudah banyak rancangan kurikulum yang Indonesia terapkan untuk terus memperbaikinya. Sarana dan fasilitas sekolah pun sudah jauh lebih berkembang dan accesable. Bila dibandingkan dengan pendidikan kita 20 tahun yang lalu.
Pembangunan fisik sekolah juga terjadi lumayan pesat, pengalokasian APBN sebesar 20 persen untuk bidang pendidikan memberikan dampak yang lumayan terasa. Akan tetapi, apakah semua itu cukup untuk menjamin meningkatnya mutu pendidikan negara kita.
Jika melihat di lapangan, para pengajar sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan sedikit banyak merasakan terjadinya kemunduran dalam pendidikan. Walaupun banyak kemajuan di sektor anggaran dan fasilitas penunjang. Namun, terasa berkurang dalam bentuk kemampuan mandiri anak.
Apa penyebabnya? Menurut penulis, salah satu penyebabnya adalah pola asuh siswa di sekolah saat ini yang sudah sangat jauh berbeda dari masa-masa sebelumnya. Mungkin beberapa puluh tahun lalu kita menemui siswa yang kurang pandai secara akademik, tidak mahir di salah satu mata pelajaran atau bahkan hampir di semua mata pelajaran. Akan tetapi, siswa dahulu memiliki rasa hormat dan sopan santun yang tinggi, dan itu menjadi modal yang sangat berpengaruh untuk kehidupan mereka ke depannya.
Selain itu, siswa-siswi zaman dulu telah terlatih untuk hidup mandiri karena semenjak kecil sudah dilibatkan pekerjaan-pekerjaan orangtua di rumah masing-masing. Berbeda dengan siswa-siswi zaman sekarang yang hanya dijejali tuntutan secara akademik, harus mencapai nilai ketuntasan minimal (KKM) dari banyak kompentensi dalam satu tahun ajar. Sehingga, hampir semua anak mengejar hal tersebut dengan berbagai cara. Walaupun harus dengan mengabaikan kemampuan siswa yang sebenarnya.
Banyak dari kita yang mengetahui bahwa siswa yang tidak mampu mencapai indikator ketuntasan tersebut. Namun, karena hanya ingin dikatakan berhasil mencapai batas ketetuntasan minimal, akhirnya siswa akan diberikan nilai di atas KKM walaupun siswa yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan tersebut.
Masalah lain adalah perbedaan zaman yang sangat signifikan. Di zaman sekarang, siswa-siswi lebih cenderung menghabiskan waktunya hanya untuk bermain gadget. Memang dunia anak adalah dunia bermain. Akan tetapi, apabila terlalu banyak bermain gadget maka akan mempengaruhi interaksi sosial dan emosionalnya.
Hal ini diperburuk oleh sikap permisif dari kedua orangtua. Orangtua terkadang terlalu lunak dalam memberi izin anak-anak untuk mengakses gawai mereka.
Oleh sebab itu, ke depannya pemerintah ingin mencoba sebuah kurikulum yang menitikberatkan pada konsep merdeka belajar. Apakah itu merdeka belajar? Merdeka belajar adalah sebuah konsep pendidikan yang akan memberikan kenyamanan kepada seluruh siswa untuk belajar sesuai minat dan bakat kesukaan mereka. Tentu dengan fasilitas dan metode yang mengedepankan ketertarikan siswa.
Apakah konsep ini baik? Tentu semua konsep akan terlihat baik tergantung pada kesiapan kita dalam menjalankannya. Jadi untuk pertanyaan berikutnya, siapkah dunia pendidikan kita untuk menerapkan konsep Merdeka Belajar? Hal yang pertama harus dilakukan adalah kita harus mengkaji lebih dalam untuk kesiapan kita dalam menerapkan Indonesia merdeka belajar.
Banyak hal yang perlu direvisi dan diubah dari konsep pendidikan sebelumnya apabila ingin
Merdeka Belajar memiliki tingkat kesukesan yang tinggi. Apa saja perubahan-perubahan yang
harus dilakukan? Berikut beberapa hal yang harus diperbaiki menurut pendapat penulis:
1. Sistem evaluasi yang menuntut siswa untuk mencapai batas minimal ketuntasan yang sangat tinggi dan terjadi di banyak kompetensi dasar. Merdeka belajar ingin mewujudkan siswa belajar sesuai dengan minatnya. Akan tetapi di sekolah banyak kompetensi dasar yang harus dikuasai.
2. Peningkatan mutu guru secara softskill, bukan hanya dari teori-teori saja. Para pengajar harus lebih sering diberikan bimbingan teknik dengan konsep yang inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Kita ingin memberikan kenyamanan kepada para siswa, maka ini tidak akan terjadi apabila para pengajarnya sendiri tidak merasa nyaman.
3. Sarana dan prasana yang memadai. Banyak hal akhirnya tidak mampu diaplikasikan dengan maksimal karena kurangnya sarana dan prasarana. Semisal, kita ingin mengajari anak untuk menjadi atlet profesional, namun masih banyak sekolah yang tidak memiliki fasiltas yang memadai.
4. Perlu adanya kerja sama dengan berbagai pihak, seperti siswa, guru, orangtua dan masyarakat. Contoh sederhana, semisal untuk menjadi atlet profesional seorang siswa dituntut untuk kebugaran fisik yang optimal. Maka diberi porsi latihan fisik untuk siswa, mungkin beberapa orangtua akan merasa kasihan melihat anaknya mengkuti kegiatan tersebut karena disiplin yang ketat termasuk suatu hal yang berat untuk kebanyakan orangtua.
5. Terahir tentunya adalah kita harus jujur. Jujur bahwa masih banyak kualitas dari unsur pendidikan kita yang masih belum baik, dan hal ini banyak terkait dengan hal-hal lain. Contoh kecil, banyak sekali kegiatan pelatihan yang hanya mengejar syarat terlaksana saja tanpa adanya hasil follow up yang nyata.
Demikianlah pandangan penulis tentang kesiapan kita untuk mewujudkan merdeka belajar, tentu apabila mau didiskusikan lebih lanjut akan sangat panjang. Akan tetapi, segala sesuatu apabila belum dicoba maka tidak akan pernah tahu hasilnya. Mengutip kata-kata Thomas Alfa Edison bahwa, "lebih baik kita melakukan ribuan kali kesalahan demi mencoba sesuatu untuk maju, daripada kita tidak melakukan apa-apa." (*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Hetifah Dorong Semua Guru di Samarinda Tanamkan Nilai Karakter Kebangsaan ke Para Siswa
- Maknai Merdeka Belajar secara Berbeda, DPRD PPU Minta Tenaga Pengajar Tidak Batasi Talenta Peserta Didik
- Anak Perlu Transisi yang Menyenangkan dari PAUD ke SD, Jangan Lagi Ada Tes Calistung
- Peringati Hardiknas, Pemkot Samarinda Gelar Upacara Gunakan Pakaian Adat
- Mewujudkan Visi Indonesia 2045 SDM Unggul bersama Guru Penggerak