Opini
Menguji Trigatra Bahasa di Panggung Musik Global
Oleh: Sania Maulida (Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta)
DI era digital dan streaming saat ini, semakin banyak artis Indonesia yang memilih menggunakan bahasa Inggris dalam karya musiknya. Fenomena ini terlihat jelas pada artis-artis seperti Pamungkas dengan lagu "To the Bone" , NIKI dengan "Take a Chance With Me" , dan Aziz Hedra dengan "Somebody's Pleasure". Ketiganya menunjukkan tren yang sama: lagu berbahasa Inggris dari artis Indonesia mampu menarik perhatian besar, baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional. Pamungkas, misalnya, meraih popularitas luas melalui "To the Bone" dan menjadi salah satu lagu lokal yang paling banyak diputar di platform digital. NIKI memperoleh eksposur global dengan sebagian besar karyanya diproduksi dalam bahasa Inggris di Amerika Serikat. Begitu pula Aziz Hedra yang menunjukkan karya berbahasa Inggris dari artis Indonesia bisa viral dan mendapat respons positif dari publik.
Fenomena ini perlu dianalisis dalam konteks pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia , terutama bagaimana bahasa Indonesia tetap relevan di tengah tekanan global dan dominasi bahasa asing dalam musik populer.
Penggunaan bahasa Inggris dalam lagu-lagu Indonesia jelas memiliki beberapa keuntungan. Pertama, hal ini memungkinkan artis menjangkau audiens internasional lebih luas, membuka peluang kolaborasi global, dan meningkatkan popularitas mereka di luar negeri. Kesuksesan musisi di tingkat internasional tentu membawa nama Indonesia , sehingga karya mereka bisa menjadi sarana promosi budaya dan identitas bangsa. Kedua, pilihan menggunakan bahasa Inggris juga menampilkan kreativitas dan daya saing. Menggunakan bahasa asing bukan berarti mengabaikan bahasa Indonesia, tetapi merupakan strategi agar karya musik dapat bersaing di tingkat internasional dan menarik perhatian pendengar dari berbagai negara. Ketiga, meski musisi memilih bahasa Inggris, ada peluang bahasa Indonesia tetap relevan. Kesuksesan internasional dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan identitas dan budaya lokal , misalnya melalui lirik, visual, atau konsep lagu yang memadukan unsur budaya Indonesia. Dengan demikian, bahasa Indonesia tetap memiliki peran sebagai identitas meski dalam konteks global.
Di sisi lain, penggunaan bahasa Inggris secara luas dalam musik populer juga membawa risiko bagi bahasa Indonesia. Semakin banyak lagu Indonesia berbahasa Inggris, semakin besar kemungkinan generasi muda lebih terbiasa menyimak lagu asing daripada berbahasa Indonesia. Hal ini dapat mengurangi eksposur mereka terhadap bahasa ibu dalam konteks hiburan populer , sehingga bahasa Indonesia berpotensi kehilangan tempat di ranah budaya populer yang sangat memengaruhi sikap dan minat generasi muda. Selain itu, bahasa adalah simbol identitas budaya. Jika karya populer lebih banyak berbahasa Inggris, hal ini dapat menurunkan kesadaran dan apresiasi terhadap bahasa Indonesia.
Dari perspektif pembinaan bahasa, fenomena ini menimbulkan tantangan karena upaya menjaga bahasa Indonesia tetap hidup, berkembang, dan berfungsi sebagai alat komunikasi sekaligus simbol identitas nasional. Jika ranah populer dikuasai oleh bahasa asing, peran bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa dan identitas budaya berisiko melemah.
Fenomena lagu berbahasa Inggris dari musisi Indonesia seharusnya dilihat sebagai peluang yang perlu dikelola dengan hati-hati, bukan sekadar ancaman yang harus ditolak. Tantangannya bukan sekadar menjaga agar bahasa tetap digunakan, tetapi bagaimana bahasa Indonesia tetap kreatif, relevan, dan mampu menembus industri hiburan modern. Untuk itu, musisi, produser, dan pencipta lagu perlu memahami bahwa bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga simbol identitas dan budaya yang memiliki nilai estetika dan historis.
Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah mendorong artis untuk menghasilkan karya kreatif berbahasa Indonesia yang tetap menarik dan kompetitif. Bahasa Indonesia harus menonjol dalam orisinalitas, estetika, dan daya tarik komersial. Karya musik berbahasa Indonesia yang kreatif, menarik, dan berkualitas dapat bersaing di ranah populer, bahkan memiliki potensi untuk diterima secara internasional jika dibarengi dengan produksi dan konsep yang profesional.
Selain itu, kombinasi atau hybridisasi bahasa juga bisa menjadi strategi yang efektif. Misalnya, bagian refrain bisa menggunakan bahasa Inggris sementara verse menggunakan bahasa Indonesia. Pendekatan ini dapat menjaga identitas lokal sekaligus menarik perhatian audiens global. Strategi ini tidak hanya mempertahankan bahasa Indonesia di ranah populer, tetapi juga menciptakan inovasi artistik baru yang menggabungkan dua bahasa secara kreatif.
Lebih jauh lagi, pembinaan bahasa tidak hanya bisa dilakukan melalui ruang formal seperti kelas atau buku, tetapi juga melalui budaya populer. Lagu-lagu populer adalah media yang sangat efektif memengaruhi sikap, minat, dan kebiasaan berbahasa generasi muda. Jika pembinaan bahasa dikaitkan dengan industri musik dan budaya pop, bahasa Indonesia tidak hanya hidup di ruang akademik, tetapi juga menjadi bagian dari tren hiburan, gaya hidup, dan identitas generasi muda. Apresiasi terhadap karya musik berbahasa Indonesia dapat memperkuat posisi bahasa di ranah populer dan mendorong lebih banyak artis untuk tetap berkarya menggunakan bahasa Indonesia.
Pilihan musisi Indonesia untuk menggunakan bahasa Inggris dalam lagu bukan semata-mata soal bahasa asing menggantikan bahasa kita, melainkan tentang strategi identitas dan pasar dalam dunia musik global. Tantangan bagi praktisi pembinaan dan pengembangan bahasa adalah bagaimana memastikan bahasa Indonesia tetap hidup, relevan, dan kreatif di tengah tekanan global. Lagu berbahasa Inggris dari musisi Indonesia, jika dikelola dengan bijak, justru bisa menjadi kesempatan untuk memperkuat posisi bahasa Indonesia dalam seni, budaya, dan komunikasi masa depan. Pembinaan bahasa yang efektif dapat memanfaatkan tren ini untuk membangun kesadaran bahwa bahasa Indonesia memiliki nilai estetika, kreativitas, dan kekuatan budaya yang tidak kalah dengan bahasa asing. Oleh karena itu, pada akhirnya kita harus menanamkan jiwa Trigatra Bangun Bahasa: memartabatkan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing secara proporsional agar identitas kebahasaan kita tetap kokoh di tengah arus global. (*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- IKN Jadi Venue Lari Trail Internasional, Peserta dari Jepang Puji Alam Nusantara
- Kritik Pedas XR Kaltim untuk COP30 di Brasil: Proyek Transisi Energi Indonesia Gagal Hentikan 'Kecanduan Batu Bara'
- Tanda Tanya Kematian Pemandu Lagu di THM Samarinda: Diduga Overdosis, Pengelola Tutupi Kasus?
- AJI Desak Media Stop Diskriminasi, Sebut Pemberitaan Sister Hong Lombok Tebalkan Stigma
- OJK Naikkan Syarat Free Float IPO Jadi 10%, Bertahap Sampai 25 Persen








