PPU

Normalisasi Sungai Dinilai Bukan Solusi Atasi Banjir di Sepaku

Muhammad Razil Fauzan — Kaltim Today 05 April 2023 11:09
Normalisasi Sungai Dinilai Bukan Solusi Atasi Banjir di Sepaku
Progres pembangunan bendungan Sepaku Semoi. (Fauzan/Kaltimtoday)

Kaltimtoday.co, Penajam - Selasa (4/4/2023), kegiatan bertajuk Ngobrol Asyik Online (Ngasoy) diselenggarakan Forest Watch Indonesia (FWI). Diskusi ini membahas terkait banjir di wilayah Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU).

Forum diskusi tersebut mengundang Myrna Asnawati Safitri, Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Nusantara. Sayangnya, Myrna Asnawati Safitri tak hadir dan diwakilkan oleh Pungky Widiaryanto selaku Direktur Pengembangan Pemanfaatan dan Kehutanan dan Sumber Daya Air Otorita IKN Nusantara.

Berdasarkan pengakuan Badan Otorita IKN Nusantara, banjir di kawasan IKN Nusantara terjadi karena faktor curah hujan yang tinggi, kelerengan, topografi serta luapan air laut.  

“Normalisasi sungai adalah bentuk pengendali banjir di IKN. Ada beberapa cara, normalisasi sungai, penguatan tebing, gorong-gorong, kolam retensi dan sebagainya,” jelasnya. 

Acara tersebut juga menghadirkan perwakilan mahasiswi untuk berbicara mengenai fakta banjir yang terjadi beberapa waktu lalu di wilayah Sepaku. Pasalnya, banjir tersebut sampai mengakibatkan beberapa wilayah terendam banjir dan akses mobilitas masyarakat menjadi terputus.

Pernyataan Otorita IKN Nusantara dibantah mahasiswi yang juga aktif di Fraksi Rakyat Kaltim, Salsabila. Menurutnya, banjir di Sepaku terjadi lantaran respon terhadap rusaknya lingkungan akibat praktik para aktor dalam tata kelola sumber daya hutan dan lahan yang salah.

Perempuan yang aktif mengawal isu lingkungan tersebut mengatakan, apa yang pihak Otorita IKN tidak sesuai dengan kejadian di lapangan. Pemaparan pihak otorita bertolak belakang dengan fakta krisis lingkungan dan krisis sosial yang terjadi di wilayah IKN, khususnya di wilayah Sepaku dan Pemaluan.

“Yang disampaikan dengan fakta di lapangan jelas jauh sekali. Kalau dia bilang curah hujan dan pasang surut air tidak tertampung karena sungai yang tidak memadai, itu tidak dijelaskan kenapa dan sedimentasinya karena apa,” sahutnya saat dihubungi pada Selasa (4/4/2023).

Menurutnya, pemerintah tidak mau mengakui dan membongkar kejadian yang dialami warga, seperti kerugian material, kehilangan hutan, dan tercemarnya sungai. Pihak otorita menganggap hal tersebut bukan masalah besar.

Salsabila mengungkapkan, dalam kurun waktu 5 tahun ke belakang, sebelum pembangunan dan awal pengumuman pemindahan IKN Nusantara hingga kini sudah 15 kali terjadi banjir. 

“Belum lagi yang dihitung tahun 2023 awal, sudah berapa kali, itu data BPBD Kaltim, data pemerintah sendiri. Kalau bukan masalah, lantas sampai ada satu korban jiwa yang tewas di Sukaraja pada 22 Agustus 2021 saat banjir itu jadi masalah kecil?” tekannya.

Berdasarkan temuan Salsabila di lapangan, banjir terjadi sejak adanya industri seperti PT ITCI, IHM, perkebunan sawit, dan izin tambang. Itu semua membuat daya tampung lingkungan di Sepaku kolaps dan melahirkan krisis lingkungan yang mengakibatkan banjir. 

Penyempitan badan sungai akibat aktivitas IHM di hulu Sungai Sepaku juga menjadi penyebab. Menurutnya, hulu yang dulunya menyimpan air, semenjak pembukaan hutan alam menjadi hutan tanaman industri monokultur seperti eukaliptus yang bukan asli Kaltim tidak punya karakter menyimpan air lebih besar. 

Seharusnya, hutan hidup dengan beragam jenis tanaman atau pohon. Bukan seperti di wilayah hutan tanaman industri IHM, yang jika hujan air meluncur begitu saja atau tidak teresap banyak.

Ia menyebut, hutan yang kini gundul mengakibatkan tanah longsor dan sedimen longsor masuk ke Sungai Sepaku, sehingga sungai menjadi dangkal dan sempit. Jika ada kiriman air dalam jumlah besar, sungai tidak dapat menampung.

“Bagi saya, jika pihak otorita mengatakan sungai yang ada ingin dilebarkan, bukan sungai yang harus diperlebar, masalahnya itu ada di Sungai Sepaku dan Sungai Pemaluan Hulu. Dua sungai ini sudah diluluhlantakkan dengan industri kayu,” tegasnya. 

Ia membantah program pembangunan otorita terkait bendungan sebagai penampung air yg melimpah untuk mengatasi banjir di wilayah IKN. Menurut Salsabila, kedok normalisasi sungai ini digunakan agar bisa diterima warga, terutama agar tidak ada penolakan. Pasalnya proyek intake akan menggusur warga yang tinggal di sepanjang Sungai Sepaku.

Krisis sosial juga dialami warga. Mereka tidak lagi bisa mengakses hutan dan tanahnya sendiri, bahkan perubahan Sungai Sepaku turut dirasakan warga akibat zat kimia yang disemprotkan dan diberikan ke pohon-pohon HTI. Padahal warga bergantung kehidupannya pada sungai itu, namun kini tidak dapat dikonsumsi lagi.

Dia juga menolak pernyataan otorita terkait pembangunan tersebut guna terciptanya lapangan pekerjaan untuk warga. Menurutnya, masyarakat pribumi menganggap ruang hidup mereka atau habitus sudah ada sejak dulu. Hidup secukupnya adalah keinginan masyarakat asli Sepaku. 

“Warga Sepaku asli tidak lagi bisa menikmati habitus mereka. Justru mereka terancam dengan pembangunan megah yang akan mengecilkan mereka, bahkan menghilangkan mereka dari tanahnya sendiri," ujarnya. 

Pernyataan Salsabila senada dengan catatan FWI. Di kawasan IKN Nusantara, terdapat 83 perusahaan tambang, 16 perusahaan perkebunan kelapa sawit, dan 4 perusahaan kehutanan. Praktik industri ekstraktif ini telah banyak mengubah lanskap hutan dan lahan yang sekarang ditunjuk sebagai Kawasan IKN. Bahkan dalam kurun waktu 2018-2021, kawasan IKN Nusantara telah kehilangan hutan alam seluas 18 ribu hektare. 

Ia mengkritisi bahwa, seharusnya jika pemerintah serius mengendalikan banjir tidak perlu menunggu IKN berdiri. Bahkan, sebelum IKN rampung, seharusnya pemerintah sudah bertindak tegas terhadap industri ekstraktif yang memakan keselamatan ruang hidup warga Sepaku.

[RWT]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Berita Lainnya