Daerah
BPBD Soroti Konstruksi RSUD AMS II, Bangunan Panggung Dinilai Lebih Aman dari Banjir
Kaltimtoday.co, Samarinda - Aktivitas pematangan lahan pada proyek perluasan RSUD Aji Muhammad Salehuddin II (AMS II) atau RS Korpri di Jalan Wahid Hasyim, Samarinda, kembali menuai sorotan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda menilai lokasi proyek tersebut berada di kawasan dengan tingkat risiko banjir yang tinggi, sehingga metode penanganan lahannya perlu dievaluasi secara serius.
Analis Kebencanaan BPBD Samarinda, Hamzah, menjelaskan bahwa berdasarkan kajian risiko bencana yang dimiliki BPBD, kawasan di sekitar Simpang Sempaja hingga Jalan Wahid Hasyim merupakan wilayah yang kerap tergenang saat hujan dengan intensitas tinggi. Kondisi tersebut sudah berulang kali terjadi dan tercatat baik melalui pemantauan lapangan maupun laporan masyarakat.
“Kalau dari kajian risiko bencana, wilayah ini masuk kategori risiko tinggi. Daerah ini sering tergenang air, terutama ketika terjadi banjir di Simpang Sempaja. Maka dari kami jelas menilai kawasan ini memiliki risiko banjir yang tinggi,” ujar Hamzah.
Ia menilai, metode pematangan lahan dengan cara penimbunan tanah tidak tepat diterapkan di kawasan tersebut. Menurutnya, karakteristik lahan yang cenderung rawa semestinya direspons dengan konsep konstruksi yang menyesuaikan kondisi alam, bukan justru menutupnya.
“Metode penanganannya seharusnya tidak dengan menimbun. Konstruksinya harus menyesuaikan. Kalau daerahnya rawa, bangunannya berbentuk panggung. Memang biayanya lebih mahal karena harus menggunakan tiang pancang, tapi dengan metode itu air tidak tertahan dan tidak merugikan masyarakat sekitar,” tegasnya.
Hamzah memaparkan bahwa lokasi proyek perluasan RSUD AMS II merupakan bagian dari kawasan resapan air yang terhubung langsung dengan anak Sungai Karang Mumus. Aliran air dari area tersebut mengarah hingga ke kawasan Perumahan Rapak Binuang sebelum akhirnya bermuara ke Sungai Karang Mumus.
Menurutnya, fungsi resapan ini sangat vital untuk menahan dan mengatur aliran air saat hujan deras. Namun, ketika lahan ditimbun tanpa sistem drainase dan resapan yang memadai, maka air kehilangan jalur alaminya.
“Resapan ini salurannya dari anak Sungai Karang Mumus sampai ke arah Perumahan Rapak Binuang dan kemudian ke Sungai Karang Mumus. Harusnya air bisa menyerap, tapi karena di sini tidak ada lagi resapan, air justru meluber ke tempat penduduk,” jelasnya.
Kondisi tersebut, kata Hamzah, sudah berdampak langsung pada warga sekitar yang berada di jalur limpasan air. Beberapa permukiman kini menjadi titik terdampak genangan karena air yang sebelumnya tertahan di kawasan resapan beralih mengalir ke lingkungan warga.
“Inilah akhirnya ada contoh warga yang terdampak karena berada di lokasi yang menjadi limpasan dari sini,” pungkasnya.
[RWT]
Related Posts
- Instalasi Insinerator Dikebut, DLH Samarinda Targetkan Beroperasi Akhir Desember 2025 Secara Bertahap
- Izin Perluasan RSUD AMS II Ditangguhkan, Wali Kota Samarinda Bongkar Cacat Prosedur Penerbitan SK DLH
- Operasi Lilin Dimulai 19 Desember, Polresta Samarinda Antisipasi Lonjakan Aktivitas Nataru
- Tanah Dijual Ulang, Konsumen Tuduh Pengembang di Samarinda Lakukan Penipuan
- Wali Kota Samarinda Bantah Isu Proyek Terowongan Alami Pembengkakan Anggaran









