Nasional

Pakar Hukum Dorong Regulasi Perlindungan untuk Mantan Presiden dan Wakil Presiden

Kaltim Today
02 September 2023 09:10
Pakar Hukum Dorong Regulasi Perlindungan untuk Mantan Presiden dan Wakil Presiden
Diskusi publik bertema “Harkat, Martabat dan Keselamatan Seorang Mantan Presiden, di Jakarta, Jumat, 1 September 2023. (Beritasatu.com / Hendro Situmorang)

Kaltimtoday.co - Pakar hukum tata negara, Fachri Bachmid, mendukung pembentukan regulasi berupa undang-undang transisi kekuasaan pemimpin negara. Undang-undang ini akan mengatur kekuasaan dengan tujuan menjaga martabat mantan presiden dan wakil presiden. Fachri Bachmid berpendapat bahwa inisiatif ini merupakan langkah positif dalam menjaga stabilitas nasional dengan baik.

“Hukum tidak boleh digunakan sebagai alat untuk merendahkan. Tradisi ini harus segera diakhiri. Kita telah menyaksikan pengalaman yang tidak baik dialami oleh Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur setelah mereka tidak lagi menjabat sebagai pemimpin negara," katanya dalam diskusi publik bertema “Harkat, Martabat dan Keselamatan Seorang Mantan Presiden" di Jakarta pada Jumat (1/9/2023).

Fachri Bachmid berharap agar hukum positif dapat mengatur hal ini dengan baik di masa mendatang.

“Regulasi transisi dapat memberikan kepastian hukum dan kontinuitas. Ini harus menjadi tindakan yang bermartabat, bukan sebagai ajang balas dendam,” tegasnya.

Dalam diskusi yang sama, ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, berpendapat bahwa Profesor Yusril Ihza Mahendra adalah sosok yang pantas menjadi perisai hukum ketika Joko Widodo (Jokowi) tidak lagi menjabat sebagai presiden.

"Hanya Yusril yang bisa berperan dalam melindungi. Dengan keahliannya di bidang hukum, dia dianggap efektif dalam mengatasi fenomena politik 'balas dendam' yang mungkin terjadi setelah pemimpin tidak lagi menjalankan tugasnya," ujarnya.

Bivitri juga mencontohkan peran Yusril Ihza Mahendra dalam melindungi Presiden Soeharto. Menurutnya, Yusril saat itu adalah penulis pidato Soeharto saat mengakhiri masa jabatannya.

Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan bahwa dia tidak mengundurkan diri sebagai presiden, melainkan berhenti. Secara hukum, kata "mengundurkan diri" dan "berhenti" memiliki makna yang berbeda. Menurut Bivitri, peran Yusril dalam pidato ini mencerminkan kelihaian dalam menjaga martabat Presiden Soeharto.

“Dalam pidato Soeharto tersebut, dia tidak mengatakan bahwa dia mengundurkan diri, tetapi mengatakan bahwa dia berhenti. Ini yang dilakukan oleh Pak Yusril. Kalau dia mengundurkan diri, artinya dia tidak sanggup lagi. Namun dengan berhenti, dia berhenti karena tidak lagi memiliki mandat dari rakyat,” tutup Bivitri.



Berita Lainnya