Nasional
Kenaikan Tunjangan DPR Dikritik, Pengamat Nilai Tak Selaras dengan Krisis Ekonomi

Kaltimtoday.co - Polemik kenaikan tunjangan anggota DPR RI menuai gelombang kritik dari berbagai pihak. Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal, menilai kebijakan tersebut tidak sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang sedang tertekan.
“Gaji dan tunjangan DPR tentu bersumber dari APBN. Sementara, data Kementerian Keuangan menunjukkan penerimaan negara per Mei 2025 hanya Rp995,3 triliun, turun 11,4% dibanding periode sama tahun lalu,” ungkap Faisal dalam program Investor Daily Talk, Jumat (22/8/2025).
Ia memaparkan, dua sumber utama penerimaan negara bahkan mengalami penurunan signifikan. Pajak berkurang hingga 10% dibanding tahun sebelumnya, sementara PPN dan PPN-BN anjlok hingga minus 15,7%.
“Ketika penerimaan negara melemah, semestinya belanja pemerintah lebih efisien,” tegas Faisal.
Menurut Faisal, keputusan menaikkan tunjangan DPR menunjukkan minimnya sense of crisis. “Kenaikan gaji jelas bertentangan dengan semangat efisiensi yang digaungkan pemerintah sejak awal tahun,” ujarnya.
Ia juga menyoroti ketimpangan dengan kondisi masyarakat di lapangan. Di sektor pertanian, upah riil 2024 turun 0,6%, padahal pada 2022 masih tumbuh 7,8% dan 3,7% pada 2023.
Sementara di industri pengolahan, upah riil yang sempat tumbuh 7% pada 2022 dan 3,9% di 2023, justru turun 0,7% pada 2024.
Dengan kondisi tersebut, Faisal menilai kebijakan kenaikan tunjangan DPR tidak hanya tidak sesuai dengan kemampuan fiskal, tetapi juga mencederai rasa keadilan sosial.
“Secara moral dan spirit kebijakan ini sangat tidak tepat. Kepekaan dan empati terhadap situasi APBN, fiskal, maupun kesulitan masyarakat benar-benar dipertaruhkan,” pungkasnya.
[RWT]
Related Posts
- 10 Tahun Mandek, RUU Perampasan Aset Akhirnya Masuk Prolegnas Prioritas 2025
- Fraksi Nasdem Berau Imbau RPJMD Selaras dengan RTRW Provinsi
- Puan Kumpulkan Pimpinan Fraksi, DPR Sepakat Hapus Tunjangan Perumahan hingga Cabut Moratorium Kunker
- DPR Hentikan Gaji dan Tunjangan Anggota Nonaktif, Termasuk Uya Kuya hingga Ahmad Sahroni
- RUU Perampasan Aset Tertunda, Komisi III DPR Sebut Minim Dukungan Fraksi