Kaltim

Pembahasan Revisi RTRW Kaltim Dikritik Koalisi Masyarakat Sipil, Dinilai Minim Libatkan Publik

Kaltim Today
07 Oktober 2022 15:40
Pembahasan Revisi RTRW Kaltim Dikritik Koalisi Masyarakat Sipil, Dinilai Minim Libatkan Publik
Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim menyampaikan kritik dan penolakan terhadap revisi RTRW Kaltim yang sedang digarap Pemprov-DPRD Kaltim.

Kaltimtoday.co, Samarinda - Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim mendesak pembahasan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) melibatkan publik secara lebih luas. 

Koalisi yang terdiri dari WALHI Kaltim, Jatam Kaltim, Pokja 30, dan AMAN Kaltim mengungkapkan, sejak 5 tahun lalu, kritik yang sama juga sudah disampaikan. Parahnya, draf rancangan revisi RTRW kali ini dibuat juga secara instan dan tak melibatkan seluruh masyarakat Kaltim dalam perumusan hingga pembahasannya. 

Koordinator Pokja 30 Kaltim Buyung Marajo mengatakan, perumusan Raperda RTRW Kaltim cacat prosedural dan substansial. Sebab, masih menggunakan konsideran Undang-Undang Cipta Kerja dalam menyusun Raperda RTRW. Hal itu, menurutnya  melawan atau membangkang dari Putusan MK 91.

“Mandat Putusan MK 91 adalah tidak boleh membuat regulasi turunan dari UU Cipta Kerja sampai adanya perbaikan," ungkapnya.

Senada, Ketua BPH AMAN Kaltim Saiduan Nyuk mengungkapkan,  keterlibatan publik masyarakat dalam pembahasan revisi RTRW masih belum serius. Itu terlihat dari dokumen draf RTRW Kaltim yang dikirim ke koalisi masyarakat sipil terlalu mepet. Dokumen dikirim 2 Oktober, sementara FGD revisi RTRW digelar 6 Oktober. Belum lagi draf revisi RTRW yang dikirim tidak disertai dokumen KLHS. 

“Artinya kami dipaksa mempelajari, mengerti, dan memahami 501 halaman draf Raperda revisi RTRWP Kaltim dalam jangka waktu 4 hari," Saiduan Nyuk.

Menurut dia, revisi RTRW Kaltim yang sedang dibahas berkaitan langsung dengan penataan ruang hidup dan wilayah kelola masyarakat Kaltim ke depan, dimana AMAN Kaltim sendiri pun juga harus mempercakapkannya dengan 72 Komunitas anggota masyarakat adat yang tersebar di 7 kabupaten di Kaltim. 

"Ini menunjukkan, tim perumus tidak melakukan pelibatan aktif dari publik sejak perumusan hingga pembahasan," imbuhnya.

Dinamisator Jatam Kaltim Mareta Sari menyampaikan, secara substansi Raperda revisi RTRW Kaltimi disusun dengan kajian yang tidak menggunakan pendekatan prinsip keadilan ruang. Hal ini terbukti dari pembagian pola ruang yang tidak proporsional antara  fungsi lindung dan fungsi budidaya.

Raperda revisi RTRW Kaltim, ungkap Eta, mengalokasi hanya 2 juta hektare untuk fungsi lindung. Sedangkan unutk fungsi budidaya sekira 12 juta hektare. 

Apalagi, melihat lampiran peta kawasan pertambangan mineral dan batubara, hampir seluruh wilayah Kaltim dialokasikan untuk pertambangan.

“Alih-alih menghitung kemampuan ruang Kaltim secara proporsional, Raperda ini berencana menguras habis kempuan daya dukung dan daya tamping lingkungan Kaltim," ungkapnya.

Apabila, tambah dia, jika ditelusur lebih jauh bahkan terjadi penyusutan kawasan lindung Kaltim yang signifikan dibandingkan dengan yang telah dialokasikan dalam Perda RTRW sebelumnya.

Direktur WALHI Kaltim, Yohana Tiko juga mengungkapkan kekhawatirannya jika pembahasan Raperda RTRW Kaltim ini tetap dipaksakan sampai pengesahan, maka dalam kurun waktu 5 tahun mendatang akan menjadi senjata pemusnah bagi wilayah kelola rakyat dan ruang hidup Kaltim.

“Pembagian pola ruang yang dominan pada fungsi budidaya di Kaltim akan menggiring provinsi ini menuju kehancuran sosio-ekologis ke depan," tuturnya.

Draf revisi RTRW Kaltim menurut   dia justru bertolak belakang dengan komitmen presiden Jokowi di KTT perubahan iklim, Paris pada 7 tahun yang lalu terkait komitmen Indonesia mengawal agar suhu tidak melebihi dari 1,5 derajat celcius. Sementara problem Kaltim adalah provinsi yang paling tinggi dalam pelepasan karbon, makanya tidak heran pada 2021 Kaltim menduduki peringkat pertama tingginya suhu di kisaran 38,4  derajat celsius.

Walhi kaltim meyakini hal itu terjadi diakibatkan pembukaan secara massif. Maka tidak mengherankan, 60 persen bencana yang terjadi di Kaltim adalah banjir.

Banjir terjadi karena ada akumulasi dari tidak adanya keadilan ruang hidup dalam peruntukan tata ruang yang sebelumnya di kaltim.

Atas dasar hal kritik-kritik tersebut Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim menyatakan menolak Revisi Rancangan Perda RTRW Kaltim 2022-2042 yang disampaikan pada FGD Kamis, 6 Oktober 2022 di Balikpapan dan memberikan catatan serius kepada Pemprov-DPRD Kaltim untuk menghentikan seluruh proses dan pembahasan revisi hingga adanya pelibatan aktif dari seluruh masyarakat yang menjadi korban dari adanya RTRW Kaltim mulai dari perumusan dan pembahasannya.

[TOS]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya