Daerah

Gelar Seminar Hybrid, AlPeKaJe Soroti Pentingnya Keterlibatan Kaum Muda dalam Isu Keadilan Iklim dan Sosial di Kaltim 

Fitriwahyuningsih — Kaltim Today 12 Juli 2025 18:55
Gelar Seminar Hybrid, AlPeKaJe Soroti Pentingnya Keterlibatan Kaum Muda dalam Isu Keadilan Iklim dan Sosial di Kaltim 
AlPeKaJe Kaltim menggelar seminar hybrid bertajuk “Keadilan Iklim dan Sosial dalam Perspektif Kaum Muda Kalimantan Timur”. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Aliansi Perempuan Kalimantan untuk Perdamaian dan Keadilan Jender (AlPeKaJe) wilayah Kalimantan Timur sukses menggelar seminar hybrid bertajuk “Keadilan Iklim dan Sosial dalam Perspektif Kaum Muda Kalimantan Timur”, Kamis (10/7/2025). Kegiatan ini dipusatkan di Aula Anggrek, Bapelkes Kaltim. 

Seminar ini bertujuan untuk mengumpulkan perspektif kaum muda dalam menghadapi persoalan perubahan iklim yang berkaitan dengan situasi sosial. Minimnya kepedulian kaum muda terhadap persoalan sosial dan lingkungan di Kalimantan Timur juga jadi alasan kegiatan ini digelar.

“Nasib masa depan alam kita saat ini, ada di pundak kaum muda," kata Martha Kavung Doq, koordinator AlPeKaJe wilayah Kalimantan Timur. 

Penyuluh lingkungan hidup (ahli muda) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim, Tutik Rahayuningsih, hadir sebagai keynote speaker. Dalam forum itu, selain mengapresiasi seminar yang dihelat oleh AlPeKaJe Kaltim, ia pun memaparkan Program Kampung Proklim yang merupakan upaya pemerintah dalam beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim.

Pada dasarnya, AlPeKaJe awalnya hadir di tengah masyarakat yang ada di Kalimantan ini menjadi ruang temu antar aktivis perempuan antar provinsi. Alasannya karena rasa simpatik yang mendalam pada kasus Perang Sampit pada tahun 2002, yang kemudian banyak mengorbankan kaum perempuan dan anak-anak. 

Melalui rasa simpatik, AlPeKaJe dibentuk sebagai ruang pemberdayaan perempuan agar pulih dari rasa trauma serta terus merajut rasa simpatik dari masa ke masa. Tanpa bermaksud ingin larut dalam politik identitas yang seringkali memicu persoalan dalam perpecahan situasi sosial di Kalimantan. Maka, setiap kegiatan yang digelar oleh AlPeKaJe akan selalu memiliki misi perdamaian dan keadilan gender. 

Selanjutnya, setelah melalui 2 dekade dalam berdinamika di AlPeKaJe. Kini adapun tantangan yang mesti dihadapi masyarakat khususnya di Kalimantan Timur yakni ancaman perubahan iklim. Situasi ini tidak hanya terjadi pada tingkat lokal, ataupun nasional. Akan tetapi telah menjadi perbincangan banyak forum global agar kenaikan suhu planet tidak mengancam keselamatan setiap makhluk hidup di bumi. 

Melalui "Seminar keadilan iklim dan sosial dalam perspektif kaum muda Kalimantan Timur" ini AlPeKaJe menggandeng dua pembicara perempuan muda dari Kaltim untuk berbagi pengetahuan dalam tema besar yang ada. 

Pertama adalah Adjie Valeria Christiasih, yang kini menempuh pendidikan magister di Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, IPB University. 

Dalam perjalanan Adjie sebagai perempuan muda asli Kalimantan Timur, memiliki jejak rekam panjang dalam perjuangan melestarikan lingkungan. Dari bergabung dalam komunitas konservasi, klub-klub tani muda hingga gemar mendiskusikan nasib lingkungan dan perempuan di berbagai forum. 

Selanjutnya pemateri kedua ada Safaranita Nur Effendi, seorang dosen muda di Fakultas Ilmu Politik dan Sosial, Universitas Mulawarman. Safaranita kini sedang aktif mengamati situasi sosial yang erat kaitannya dengan persoalan lingkungan melalui perspektif ekofeminis. Bagi Nita, upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender adalah hal yang mesti diraih karena sebagai kaum muda yang peka maka penting pula meningkatkan rasa optimisme sejak dalam diri kaum muda.
 
Sepanjang seminar ini berlangsung, peserta turut aktif dalam menyampaikan keresahannya dalam menghadapi perubahan sosial. Termasuk mencari solusi untuk peduli lingkungan sejak dalam rumah dengan memperhatikan kualitas air, tanah dan udara. Sebagai contoh konkret adalah seringkali terjadinya banjir di Kota Samarinda, maka mencari solusi yang diterapkan di skala rumahan pun kini hal yang tidak bisa diabaikan. 

“Padahal, waktu saya muda dulu ya Samarinda tidak pernah banjir. Tapi karena meningkatnya perubahan lingkungan dan sosial maka Samarinda langganan banjir” beber Margareta Setting Beran selaku moderator. 

Keterangan Margareta rupanya memantik memori kolektif kaum muda yang menjadi peserta seminar ini. Senada dengan pantikan moderator, Safaranita memaparkan hasil temuannya dari peta wilayah kota Samarinda yang rawan banjir hingga potret keresahan ibu-ibu sebagai kaum yang rentan ketika banjir datang. 

“Kita mesti serius dan semakin peka melihat kondisi DAS Mahakam di wilayah Mahakam Ulu, Kutai Barat, kemudian danau-danau Kaskade hingga hilir seperti Tenggarong dan Samarinda. Sebab dari amatan saya pada bulan April lalu, terjadi luapan air sungai di Long Pahangai. Ternyata, kita hanya butuh satu bulan yakni dari bulan purnama April dan purnama Mei justru terjadi banjir di Samarinda," kata Adjie dalam mendiskusikan persoalan paling dekat di masyarakat Kalimantan Timur. 

Selain persoalan banjir di Kalimantan Timur. Adapun peserta lain memaparkan dugaannya atas daya rusak tambang pasir silika, kemudian proyek transisi energi hingga pemantauan kebijakan Pemerintah yang rentan menghambat pergerakan kaum muda yang peduli lingkungan. Diskusi inilah yang menjadi penting untuk mengumpulkan kesaksian sehingga dengan demikian akan menemukan solusi-solusi sederhana dengan dampak yang signifikan.

Termasuk mengajak masyarakat kota Samarinda dan sekitarnya mulai menampung hujan agar mengurangi beban daya tampung kota dalam menyediakan koridor air seperti drainase.

Pada akhirnya, penting untuk melibatkan banyak elemen masyarakat dalam menggapai keadilan iklim dan sosial di Kalimantan Timur. Sebab, kaum muda Kaltim tetap berharap bumi Kalimantan layak huni sejak kini dan di masa depan.

[RWT] 



Berita Lainnya