Opini
Pemuda yang Tidak Berani Bersumpah
Syamsul Rijal (Dosen Bahasa dan Sastra Universitas Mulawarman)
SEPERTI apa definisi pemuda yang setiap tahun diperingati dalam Hari Sumpah Pemuda. Apakah definisi itu terbatas pada usia atau definisi tersebut disematkan karena semangat dari seseorang atau kelompok orang. Jika batasan pemuda memang mengacu pada definisi kedua di atas, atau bahkan memang kedua batasan tersebut adalah definisi dari kata pemuda, maka sebaiknya semangat itu memang terus diingat untuk hal-hal positif dan bermanfaat.
Pada tahun 1928, pemuda-pemudi dari berbagai daerah bersatu dalam Kongres Pemuda II untuk menyatakan tekad mereka: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Semangat yang berkobar di saat itu seharusnya menjadi refleksi bagi generasi muda hari ini, yang diharapkan untuk bersikap tegas dan berani dalam menyuarakan pendapat mereka. Namun, situasi terkini menunjukkan adanya tantangan yang perlu dihadapi oleh pemuda, terutama terkait dengan isu yang menyebutkan nama Gibran Rakabuming Raka.
Gibran, yang baru-baru ini menjadi sorotan publik, dihadapkan pada tuduhan mengenai kepemilikan akun Kaskus “Fufufafa,” yang diduga terlibat dalam komentar kontroversial. Ketidakpastian mengenai akuntabilitas dan keberanian untuk bersikap tegas dalam menghadapi isu ini menjadi refleksi dari sikap generasi muda saat ini. Apakah kita sebagai pemuda Indonesia siap untuk bersumpah, seperti para pendahulu kita, dalam menjunjung tinggi integritas dan kejujuran?
Hari Sumpah Pemuda bukan hanya sekadar peringatan, melainkan juga menjadi momen introspeksi bagi kita semua. Di tengah perkembangan teknologi dan arus informasi yang cepat, kehadiran media sosial telah menciptakan ruang baru untuk menyuarakan pendapat. Namun, sekaligus menghadirkan tantangan baru. Banyak pemuda yang merasa nyaman untuk bersembunyi di balik layar dan menyuarakan opini tanpa bertanggung jawab. Ini menjadi ironi, mengingat perjuangan para pemuda di masa lalu yang rela berkorban demi kemerdekaan dan persatuan.
Ketika Gibran tidak memberikan penyangkalan atau klarifikasi mengenai akun tersebut, hal ini menciptakan ruang bagi spekulasi dan opini negatif di masyarakat. Sebagai seorang pemuda yang memiliki tanggung jawab publik, keberaniannya untuk bersuara sangat dibutuhkan. Dalam konteks ini, penyangkalan atau pengakuan terhadap isu tersebut seharusnya tidak hanya menjadi urusan pribadi, tetapi juga mencerminkan sikap generasi muda terhadap integritas dan kejujuran.
Pemuda masa kini harus memahami bahwa keberanian bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang bertanggung jawab terhadap kata-kata dan tindakan. Dalam konteks Gibran, jika ia mengakui kepemilikan akun tersebut, hal ini seharusnya diikuti dengan penjelasan yang jujur dan reflektif. Ini akan memberikan kesempatan untuk menjelaskan posisinya dan menunjukkan bahwa ia bersedia bertanggung jawab atas apa yang telah diucapkan, sekaligus mengajak generasi muda lainnya untuk berani berbuat hal yang sama.
Sejarah mencatat bahwa perjuangan para pemuda di tahun 1928 didasarkan pada semangat kebersamaan dan keberanian untuk mengambil sikap. Mereka bersatu untuk menyatakan tekad dan tujuan yang lebih besar, yang tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tetapi juga untuk bangsa dan negara. Sikap seperti inilah yang harus diadopsi oleh pemuda saat ini, terutama dalam menghadapi tantangan dan kontroversi.
Hari Sumpah Pemuda seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua bahwa ketidakberanian untuk bersumpah dan mengambil sikap jelas hanya akan melemahkan generasi ini. Dalam era informasi yang begitu cepat, ketidakjelasan dan ketidakpastian justru dapat memunculkan lebih banyak masalah. Kita perlu pemuda yang tidak hanya berani dalam tindakan, tetapi juga berani dalam pengakuan dan bertanggung jawab terhadap apa yang mereka katakan.
Gibran, sebagai pemimpin muda, memiliki potensi untuk memberikan inspirasi bagi generasi selanjutnya. Ia harus mengambil langkah konkret untuk menunjukkan bahwa ia mampu berdiri di atas nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh para pendahulunya. Apakah ia akan bersikap tegas dan jujur mengenai isu ini? Atau akan membiarkan kebisingan publik terus berkembang tanpa memberikan klarifikasi?
Sebagai kesimpulan, sikap ketidakberanian untuk bersumpah sebagai seorang pemuda tidak hanya mencerminkan ketidakpastian pribadi, tetapi juga dapat mempengaruhi citra dan kepercayaan masyarakat terhadap generasi muda secara keseluruhan. Hari Sumpah Pemuda seharusnya menjadi momentum bagi kita semua untuk berani bersuara, bertindak, dan bertanggung jawab terhadap pilihan kita. Pemuda yang tidak berani bersumpah bukan hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga merugikan masa depan bangsa. Mari kita ambil pelajaran dari sejarah dan berkomitmen untuk menjadi pemuda yang berani, jujur, dan bertanggung jawab. (*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- Tingkatkan Kualitas Riset, BRIDA Kaltim Gencar Kolaborasi dengan Perguruan Tinggi dan Perusahaan Luar Negeri
- Pj Gubernur Kaltim Soroti Penanganan Kasus Muara Kate, Akan Bangun Komunikasi dengan Polda dan 48 Inspektur Tambang
- Pj Gubernur Kaltim Umumkan Kenaikan UMSK 2025 di 7 Kabupaten/Kota, Kota Bontang Catat Upah Sektoral Tertinggi
- Sudah 30 Hari Kasus Muara Kate Tanpa Kejelasan, Koalisi Masyarakat Sipil Kembali Desak Pj Gubernur Kaltim Bertindak
- Dengar Aspirasi Petani Kaltim, Sarifah Suraidah Janji Perjuangkan Stabilitas Harga Pupuk