Opini
Pilkada 2020 Ditunda?
Oleh: Muhammad Saleh (Ketua Komunitas Moderasi dan Pengajar)
Desakan penundaan pilkada 2020 dilayangkan berbagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan. Sebut saja 2 (dua) organisasi besar Islam yaitu NU dan Muhammadiyah. Begitu juga organisasi lain seperti Komnas HAM, Perludem dan lainnya. Hal ini didasari karena kondisi di masa pandemi yang belum juga membaik. Dengan alasan mencegah penyebaran serta bertambahnya gelombang kasus Covid-19, maka dirasa perlu dilakukan penundaan penyelenggaraan pilkada.
Betapa tidak, pilkada yang sering disebut-sebut sebagai "pesta demokrasi" tentunya akan berpotensi menimbulkan kerumunan massa. Situasi semakin mengkhawatirkan, mengingat tahapan pilkada telah melewati masa pengambilan nomer urut pasangan calon. Artinya pada waktu kedepan, tahapan pilkada masuk pada tahapan masa kampanye dan pencoblosan, yang secara tidak langsung pasti melibatkan banyak orang untuk berkumpul.
Penyebaran Covid-19 di masa kampanye dan pencoblosan adalah sebuah keniscayaan manakala aturan protokol kesehatan tidak dilakukan oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Tapi mungkinkah penerapan protokol kesehatan bisa diterapkan dimasa kampanye dan masa pencoblosan?
Saya pesimis untuk mengatakan bisa. Setidaknya ada 2 (dua) alasan yang menguatkan perasaan pesimis tersebut.
Pertama, kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap pentingnya menerapkan aturan protokol kesehatan. Kedua, penegakan aturan oleh pemerintah yang masih lemah untuk memaksa masyarakat menerapkan aturan tersebut. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya kasus Covid-19 di tengah-tengah masyarakat kita.
Kendatipun KPU sebagai penyelenggara telah menerbitkan PKPU No.13 tahun 2020 tentang pelaksanaan pilkada serentak dalam kondisi Covid-19, saya rasa ini belum serta merta menjadi pegangan yang kuat untuk memastikan pilkada 2020 aman dari potensi munculnya klaster pilkada. Sebab persoalannya bukan pada aturan, tapi pada persoalan kesadaran masyarakat dan penegakan aturan tersebut.
Ada banyak sekali aturan yang diterbitkan oleh pemerintah sejak masa pandemi dimulai sampai dengan hari ini. Tapi faktanya, masyarakat tidak sepenuhnya mematuhi aturan tersebut. Begitu juga dengan penegakan aturan, sekalipun telah ada upaya dari aparat untuk mentertibkan masyarakat agar sesuai aturan, itu juga masih belum optimal untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Sehingga, di masa pilkada 2020 seperti sekarang ini sulit untuk menjamin tertibnya masyarakat hanya dengan aturan.
Menunda pilkada sampai dengan situasi kembali membaik memang bukan hal yang mudah. Tapi juga bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan pemerintah untuk menjamin hak hidup, hak sehat dan rasa aman bagi rakyatnya.
Jika pada pemilu 2019 lalu kita menyaksikan ratusan KPPS se-Indonesia yang meninggal karena kelelahan. Tentu kita tidak ingin terjadi hal yang sama di 270 daerah karena kasus Covid-19.(*)
*) Opini penulis ini menggelar tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co