Samarinda

Prosedur Layanan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu

Kaltim Today
08 Desember 2021 19:56
Prosedur Layanan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu
Anggota DPRD Kaltim, Masykur Sarmian saat menggelas sosialisasi Perda Bantuan Hukum, Senin (5/12/2021). (Istimewa).

Kaltimtoday.co, Samarinda - Dalam pembahasan sosialisasi Perda Bantuan Hukum, Senin (5/12/2021) lalu. Anggota Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Masykur Sarmian menyampaikan prosedur layanan bantuan hukum bagi masyarakat kurang mampu.

Dikatakannya, prosedur yang dituangkan dalam Perda No. 5/2019 tentang Penyelenggara Bantuan Hukum ini bertujuan untuk  meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu di depan pengadilan. Dengan demikian, ketika masyarakat golongan tidak mampu berhadapan dengan proses hukum, mereka tetap mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum.

"Sebab semua warga negara kedudukannya sama di mata hukum dan berhak mendapatkan keadilan," tegasnya.

Dalam Perda tersebut, masyarakat akan difasilitasi melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang berdomisili di Kaltim dan telah terdaftar di Kemenkumham RI. Masyarakat hanya perlu mengajukan permohonan serta menyampaikan bukti, informasi dan/atau keterangan perkara secara benar.

“Masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan hukum gratis hanya perlu menyiapkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP), surat keterangan miskin dari lurah dan uraian pokok masalah serta dokumen yang berkenaan dengan masalah yang sedang dihadapi lalu serahkan ke LBH yang sudah terferifiaksi,” jelas Masykur.

Dalam prosesnya, Masykur menjelaskan, pemberi bantuan hukum atau LBH tidak berhak menerima atau meminta pembayaran kepada masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan hukum. Jika terbukti, maka akan ada hukum pidana yang berlaku bagi pemberi bantuan hukum tersebut.

"Ketentuan pidananya jelas. Dalam Perda ini, jika pemberi bantuan hukum  terbukti menerima atau meminta pemabayaran, akan di pidana kuruangan 6 bulan atau denda paling banyak Rp50 juta," terangnya.

Dia pun menjelaskan, penegakan hukum melalui lembaga peradilan tidak bersifat diskriminatif. Artinya setiap manusia, baik mampu atau tidak mampu secara sosial-ekonomi, berhak memperoleh pembelaan hukum di depan pengadilan.

Untuk itu, diharapkan sifat pembelaan secara cuma-cuma dalam perkara pidana dan perdata tidak dilihat dari aspek degradasi martabat atau harga diri seseorang, tetapi dilihat sebagai bentuk penghargaan terhadap hukum dan kemanusiaan yang semata-mata untuk meringankan beban (hukum) masyarakat tidak mampu.

"Dengan kesadaran ini, saya berharap lembaga bantuan hukum atau advokat sebagai pemberi bantuan hukum dapat memaksiamlakan kesediaannya untuk senantiasa membela kepentingan hukum masyarakat tidak mampu," tutupnya.

[NON | ADV]



Berita Lainnya