Samarinda
Usulkan Klasterisasi Upah, Apindo Sebut 46 Persen Perusahaan saat Ini Belum Mampu Ikuti UMP
Kaltimtoday.co, Samarinda - Untuk menjawab regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah tentang dinaikannya Upah Minimum Provinsi (UMP) hingga 8,51 persen, pasalnya sah untuk dilakukan mengingat kondisi ekonomi di Kalimantan Timur (Kaltim) yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 tahun 2015.
Akan tetapi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim Slamet Brotosiswoyo mengatakan, sebagai perwakilan pengusaha dalam Dewan Pengupahan Kaltim, pihaknya selalu memikirkan agar semuanya bisa merasa adil, baik dari pihak buruh maupun para pengusaha.
Sebab itu, Apindo Kaltim ingin mengusulkan langkah klasterisasi upah. Dengan detail, jika perusahaan nantinya akan dibagi menjadi tiga kategori. Perusahaan sekala kecil, sedang dan besar. Karena kemampuan setiap perusahaan berbeda-beda dari sisi pendapatan dan kemampuan untuk membayar upah karyawannya.
"Tahun ini saja ada 46 persen pengusaha tidak bisa membayar upah karyawannya sesuai UMP," ucap Slamet.
Lebih lanjut dijelaskannya, lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Melalui aturan terakhir Nomor 13/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kehidupan Layak.
Dari aturan tersebut diketahui ada 60 elemen untuk menetapkan komponen hidup layak (KHL). Mulai dari makanan dan minuman (11 items), sandang (13 items), perumahan (26 items), pendidikan (2 item), kesehatan (5 items), transportasi (1 item), serta rekreasi dan tabungan (2 item).
"Nah itulah yang seharusnya bisa diklasterisasikan. Misal, perusahaan kecil dapat 35 KHL, perusahaan sedang 45 KHL dan perusahaan besar 60 KHL. Dari situ kami bisa tahu kemampuan setiap perusahaan," imbuhnya.
Menurutnya, persoalan menaikkan UMP memang dilematis. Di satu sisi tak semua perusahaan mampu membayar upah sesuai ketentuan, di sisi lainnya perusahaan bisa membuka lapangan pekerjaan untuk menyerap angka pengangguran bisa dikurangi. Slamet juga mengkritik bagi perusahaan yang mampu membayar namun pura-pura tak bisa memenuhi hak karyawannya.
"Itu yang tak boleh dilakukan. Perusahaan harus tetap menunaikan kewajibannya," sambungnya.
Tak hanya itu, urusan BPJS Kesehatan juga tak diperoleh, dengan kata lain para pekerja itu tak dijamin kesehatannya.
"Kalau menuntut bisa dipidana. Itu juga yang tidak kami inginkan," tegasnya.
Untuk ide klasterisasi, dia akan segera melakukan usulan tersebut kepada dewan pengupahan. Tapi saat ini perihal tersebut masih dalam bentuk kajian akademik. Pihaknya pun sudah beberapa kali rapat dengan dewan pengupahan.
Musyawarah terakhir itu dilakukan September lalu. Bila berhasil, model ini menjadi terobosan baru sebab realitanya semua perusahaan tak mampu mengikuti UMP sesuai ketentuan. Namun sekali lagi semua keputusan mengenai upah itu ada di tangan gubernur.
"Ya tunggu saja nanti," pungkasnya.
[JRO | RWT]