Samarinda
50 Persen Penyandang Disabilitas di Kaltim Tak Sekolah, Hadirnya Pergub tentang Pendidikan Inklusif Ditunggu
Kaltimtoday.co, Samarinda - Meningkatnya pendidikan inklusif di Kaltim jadi harapan semua pihak. Tak terkecuali Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kaltim yang terus mendorong pemerintah agar mampu menciptakan penyelenggaran pendidikan inklusif. PPID Kaltim pun mendesak untuk lahirnya peraturan gubernur (pergub) tentang pendidikan inklusif.
Ketua DPD PPDI Kaltim, Ani Juhairiyah mengungkapkan bahwa, salah satu hal yang perlu jadi perhatian adalah tenaga pendidik. Sebab, ada beberapa tenaga pendidik yang justru masih kurang memahami karena bukan datang dari latar belakang pendidikan luar biasa.
"Bahkan ada guru yang menyatakan takut atau salah mengajar. Tapi juga tidak tega kalau anak disabilitas tidak diberi pendidikan. Di sini pemerintah harus datang. Tidak bisa diam saja," tegasnya kepada awak media.
Menurutnya, Pemprov Kaltim harus mengupayakan beberapa hal. Misalnya dalam hal jangka pendek, bisa melakukan pelatihan atau memberikan akses pendidikan lanjutan terhadap para guru.
Bahkan Ani menambahkan, di Undang-Undang (UU) Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas ada disebutkan bahwa perguruan tinggi yang mengajarkan tentang pendidikan, harus menyertakan mata kuliah pendidikan luar biasa. Hal tersebut tentu jadi wewenang perguruan tinggi yang bersangkutan. Namun diharapkan, pemprov bisa terus mendorong itu.
"Sebab persoalan kami memang urusan pendidikan. Hampir 50 persen penyandang disabilitas di Kaltim ini tidak bersekolah. Ini berat sekali," lanjutnya.
Fenomena itu dipengaruhi sejumlah faktor. Terutama karena masih adanya stigma di tengah masyarakat yang masih berpikir bahwa penyandang disabilitas tidak bisa apa-apa. Kemudian, kesadaran orangtua bisa dikatakan masih rendah.
Padahal, jelas Ani, anak-anak disabilitas juga punya kesempatan yang luas untuk mengenyam pendidikan. Tak jarang, ada sejumlah orangtua yang malu mengakui bahwa anaknya adalah penyandang disabilitas. Sehingga memilih untuk menyembunyikan si anak.
"Tapi karena orangtua menganggap, sudahlah anaknya di rumah saja, mengerjakan pekerjaan rumah. Pola pikir orangtua seperti itu harus diubah. Pendidikan sekarang terbuka," tambahnya.
Selanjutnya, faktor dari kondisi sekolah itu sendiri. Sebab kesadaran untuk menerima anak disabilitas harus lebih ditingkatkan. Ani menjelaskan, ada 2 jalur sistem pendidikan untuk penyandang disabilitas. Pertama, pendidikan sekolah luar biasa (SLB) dan pendidikan inklusif.
SLB memang berada di bawah naungan pemprov. Perhatiannya pun sudah cukup besar. Namun diketahui untuk jenjang SMP, SD, dan TK ada di tangan pemkot.
Ani meminta agar siswa penyandang disabilitas juga bisa diperhatikan di sekolah inklusif. Sebab sekolah inklusif tingkat SMP ke bawah tak kalah krusial. Sebab siswa penyandang disabilitas harus terbiasa bersosialisasi dengan non-disabilitas.
"Mohon nanti kebijakan-kebijakan lebih memerhatikan sekolah inklusif. Sebab, sekarang memang ada penyebutan sekolah inklusif. Tapi sekolah itu tidak tahu kalau termasuk sebagai sekolah inklusif. Ada yang begitu," bebernya.
Pendidikan inklusif harus mampu menjembatani dengan dunia kerja yang terbuka. Sebab ada beberapa sektor yang siap menerima penyandang disabilitas. Di Kaltim, salah satunya adalah Bankaltimtara. Perlu pendidikan yang maksimal agar para penyandang disabilitas bisa lebih optimal ketika dihadapkan dengan dunia kerja. Harus ada percepatan untuk mengejar tingkat pendidikan itu.
"Apalagi sebentar lagi ada IKN. IKN ini kalau sampai tidak memerhatikan disabilitas, apa kata dunia? Jadi penyelenggara kebijakan, sejak awal itu sudah ada pola pikir tentang disabilitas yang masuk," bebernya.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Ya'qub turut memberikan tanggapan. Dia mengungkapkan bahwa pergub tentang pendidikan inklusif memang harus segera dibentuk. Sebab perda pendidikan yang ada saat ini, belum terimplementasi dengan baik sebab pergub-nya belum keluar. Misalnya, perihal pengelolaan pendidikan inklusif. Sebab, selama ini andalannya hanya di SLB.
"Padahal tidak semua penyandang disabilitas itu mampu terakomodasi melalui SLB. Siswa di SLB kan memang yang memiliki kategori berat ke sedang. Kalau yang ringan seperti apa? Yang misal awalnya baik-baik saja, tapi dia mengalami kecelakaan dan akhirnya jadi penyandang disabilitas," jelas Rusman.
Kesempatan penyandang disabilitas di sekolah umum yang inklusif harus diatur. Terlebih lagi, ada beberapa sekolah yang dikategorikan wajib menerima siswa disabilitas. Rusman juga menyinggung soal guru. Menurutnya, guru harus dipersiapkan untuk memahami siswa disabilitas. Baik dari sisi penanganan, mengayomi, hingga memberikan proses pembelajaran. Perlu ada tekniknya.
"Maka itu juga, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) harus dibekali sejak awal. Misalnya, FKIP Unmul, IKIP PGRI, UINSI, harus sudah memasukkan mata kuliah pendidikan inklusif di dalam kurikulumnya. Jadi sejak awal, calon guru itu sudah punya pola pikir penanganan disabilitas," tutup Rusman.
[YMD | RWT]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Tumbuk Movement-CeCUR Jadi Inisiator Dialog Publik, Tantang Calon Pemimpin Tanggap Soal Isu Lingkungan dan Perubahan Iklim
- Kolaborasi JMS dan AJI Samarinda, Wadahi Diskusi Soal Netralitas Pilkada dan Tekankan Jurnalis Bukan Juru Kampanye
- KPU Samarinda Gelar Simulasi Pemungutan Suara Pilkada 2024, Rusmadi Wongso Puji Fomasi Saksi Jauh Lebih Efisien
- Minimalisir Risiko Kecelakaan Kerja hingga Kematian KPPS di Pilkada, KPU Tetapkan Syarat Khusus dan Jaminan BPJS
- Banyak Fasilitas Olahraga Tradisional Sekolah Belum Memadai